Kriminalisasi Nikah Siri

Ada yang heboh dari sebuah rancangan Undang-undang yang dibuat Kementerian Agama RI. RUU tersebut adalah Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan yang saat ini sedang dalam penggodokan di DPR RI.

RUU yang sudah satu tahun diajukan itu memuat berbagai aturan soal pernikahan, antara lain pelarangan nikah siri dan poligami yang memuat ketentuan pidana bagi pelanggarnya. Ketentuan pidana bervariasi, mulai dari 6 bulan hingga 3 tahun penjara dan denda mulai dari Rp 6 juta hingga Rp 12 juta.

Kontroversi pun merebak di masyarakat. Ketua PBNU misalnya, mengkritik keras RUU tersebut. “Sangat tidak logis kalau pelaku nikah siri dihukum. Sementara, perzinaan, seks bebas, dan kumpul kebo dianggap bagian dari hak asasi manusia karena dianggap suka sama suka,” ucap Ketua PBNU, Ahmad Bagdja.

Ketua PBNU yang lain pun menyatakan hal yang sama. Masdar F Mas’udi mengatakan bahwa negara tidak punya hak mencampuri dan menentukan keabsahan pernikahan. Sah tidaknya suatu pernikahan menurutnya, adalah domain agama dan bukan negara.

“Sah tidaknya pernikahan adalah domain agama, bukan negara. Negara hanya bertugas mencatat,” tegasnya. (Republika)

Hal senada pun disampaikan sekjen Majelis Ulama Indonesia, Ichwan Syam. Menurutnya, “Kawin siri jangan dikriminalisasikan. Sebab, hal itu diperbolehkan dalam agama.” (Republika)

Sementara itu, beberapa tokoh lain punya pendapat yang berbeda. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Jimly Asshidiqqie mendukung diaturnya praktek kawin kontrak dan kawin siri dalam UU. Jimly juga setuju pelaku kawin siri dipidana.

"Kawin kontrak dan kawin siri hanya justifikasi praktek perzinahan terselubung. Jangan kita larut dalam nafsu masing-masing yang cukup 5 menit itu. Saya dukung kawin siri supaya diatur. Saya usulkan supaya diberi pidana," kata mantan ketua MK ini. (Detik)

Menurut Jimly, pengaturan nikah siri dalam UU sangat bagus. Pernikahan yang tidak dicatatkan sering menimbulkan penyalahgunaan.

Hal senada juga disampaikan anggota DPR Komisi VIII, Jazuli Juwaini. "Saya setuju dengan undang-undang itu, aturan itu boleh dibuat agar tidak ada pihak yang dirugikan," ujarnya.

Menurut anggota fraksi PKS ini, RUU ini dibuat untuk menertibkan penyimpangan yang terjadi selama ini. Namun begitu, pembahasan RUU ini perlu masukan dari beberapa ahli.

"Kita perlu minta masukan orang yang ahli, karena aturan ini juga dibuat untuk menertibkan penyimpangan terjadi selama ini," ujar Jazuli Juwaini kepada wartawan di gedung DPR RI, Jakarta. (detik)

**
Redaksi mengharapkan masukan dan komentar pembaca sekalian agar bisa menjadi masukan kita bersama. Kami juga berterima kasih atas masukan dan komentar pembaca terhadap edisi sebelumnya.