Membandingkan Partai AKP Turki Dengan Partai Islam di Indonesia?

Ini pertama kali dalam sejarah sejak Kemal Ataturk mendirikan Republik Turki, di mana perhatian masyarakat  internasional begitu besar terhadap pemilu Turki. Pengaruh dan spektrum politiknya hampir sejajar, ketika berlangsung pemilu di Amerika Serikat. Profile Erdogan dan Partai AKP, memiliki daya tarik (magnitude) yang luar biasa, di tengah-tengah suramnya kehidupan politik secara global.

Erdogan dan AKP mampu mempertahankan kekuasaannya, secara berkelanjutan hampir satu dekade. AKP mulai membangun kekuasaan politiknya, sejak pemilu tahun 2002, ketika AKP memenangkan pemilu parlemen secara mayoritas (34 persen). Disusul pemilu 2007, AKP berhasil lagi mempertahankan dukungan politik secara luas dari rakyat Turki, dan memenangkan pemilu dengan suara mayoritas di parlemen (47 persen). Kemudian, pemilu 2011, yang berlangsung minggu kemarin, AKP memenangkan suara mayoritas, hampir 50 persen (326 kursi) parlemen. Meskipun AKP gagal memenuhi target dua pertiga (367) suara di parlemen,yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan konstitusi Turki secara unilateral. Tetapi, kemampuan Erdogan dan AKP mempertahankan kekuasaan selama satu dekade itu, prestasi politik yang luar biasa.

Ada faktor-faktor yang menyebabkan AKP mampu mempertahankan dukungan politik secara luas dari rakyat Turki antara lain :

Pertama, adanya faktor kepemimpinan di dalam Partai AKP, yang di dalamnya terdapat tokoh-tokoh yang memiliki visi, integritas, kredibel, dan komitmen yang sungguh-sungguh dengan visi mereka. Bukan orang-orang oportunis, yang hanya semata mengejar kekuasaan. Mereka bekerja di dalam sebuah kekuasaan dengan visi yang sangat jelas. Tiga tokoh utama dalam AKP, yang membuat Partai AKP menjadi pilihan rakyat Turki, yaitu Recep Tayyib Erdogan, yang menjadi perdana menteri, Abdullah Gul, yang menjadi presiden Turki, dan Ali Babacan, yang menjadi deputi perdana menteri.

Kedua, "Triumvirat" AKP, Erdogan, Abdullah Gul, dan Ali Babacan, menjadi arsitek perubahan di Turki, melalui instrumen Partai AKP. Ketiganya orang yang terdidik, berlatar belakang sebagai ekonom, dan ketiganya pernah bekerja di lembaga multilateral. Abdullah Gul pernah bekerja di IDB (Islamic Development Bank), dan World Bank. Erdogan, yang ekonom pernah bekerja di IDB, dan memulai karir politiknya sebagai Walikota Istambul, yang sukses, saat Partai Refah, yang dipimpin Necmetin Erbakan memenangkan pemilu di Turki l994. Ali Babacan, ekonom yang sangat jenius, dan menjadi deputi perdana menteri, dan ketua negosiator dengan negara Uni Eropa.

Ketiga tokoh "Triumvirat" Turki, Erdogan, Abdullah Gul, dan Ali Babacan, ketiganya adalah tokoh yang memiliki visi yang jelas, integritas yang tinggi, komitmen, dan kesungguhan menjalankan dan memperjuangkan visi atau cita-cita yang dimilikinya dengan bekerja keras.

Tetapi, yang paling pokok, mereka memiliki visi (cita-cita) yang jelas, dan meperjuangkannya dengan jalan dan instrumen yang terbuka, disertai komitmen yang tidak pernah putus, selama satu dekade ini. Karena pandangan dan sikap ketiga pemimpin Turki itu, rakyatnya memberikan apresiasi dengan dukungan politik, yang konstan selama satu dekade ini.

Ketiga,  hanya dalam waktu satu dekade Turki di bawah kekuasaan Partai AKP, yang dipimpin Perdana Menteri Recep Tayyib Erdogan, terjadi perubahan yang luas. Ekonomi Turki mengalami "booming", ditandai dengan meningkatnya "income perkapita" rakyat Turki. Menurunnya inflasi di bawah dua digit. Surplus perdagangan luar negeri Turki yang terus meningkat, dan Turki menjadi kekuatan keempat ekonomi di Eropa. Mata uang Lira Turki sejajar dengan dollar. Semuanya itu telah mengubah kehidupan rakyat Turki yang lebih makmur.

Keempat, dibidang politik, Erdogan dan AKP mengakhiri kekisruhan politik dan ketidakstabilan, yang selama ini akibat konflik kepentingan antara partai-parai politik. Dengan suara mayoritas yang dimiliki AKP di parlemen, Erdogan dapat mengarahkan seluruh kebijakan politik negara sesuai dengan visinya.

AKP dan Erdogan berhasil menjinakkan militer yang selama ini menjadi "king maker" dan "trouble maker"politik Turki. Selama pemerintahan AKP, militer dikembalikan ke barak. Usaha militer melakukan kudeta berhasil digagalkan, dan bahkan sejumlah jenderal dijebloskan ke dalam penjara.

Peran Turki di fora global dan regional sangat menonjol, dan bahkan posisi Turki sekarang menjadi sangat penting dalam masalah isu politik global. Negara Islam yang pertama kali dikunjungi Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, sesudah terpilih menjadi presiden, adalah Turki. Ini menggambarkan betapa pentingnya posisi Turki di mata Amerika Serikat.

Dengan arsitek politik luar negeri yang sangat handal, Prof. Ahmed Dovutoglu, Turki sekarang meluaskan pengaruhnya ke Timur Tengah, Asia Tengah,  Eropa, serta Amerika. Pandangan Ahmed Dovutoglu yang  "multilateralis" sangat diperhitungkan. Terhadap penyelesaian krisis Timur Tengah, dan Palestina, di mana sikap Turki, sangat terang membela Palestina. Bahkan, Erdogan ketika dalam Forum Ekonomi Global di Davos, Swiss, mempermalukan Presiden Israel Shimon Peres, yang mengkritik dengan sangat pedas, atas agresi militer Israel ke Gaza. Sesudah itu, Erdogan meninggalkan pertemuan dan kembali ke negaranya. Dengan sikapnya itu Erdogan menjadi pahlawan di dunia Arab.

Turki di bawah AKP dan Erdogan menjadi tempat berlabuh para aktivis Islam, dan seluruh kekuatan-kekuatan Islam, yang ingin membangun komunikasi politik dan kerjasama antar Gerakan, dan mereka  bisa bertemu di Istambul Turki. Turki menjadi tempat semua Gerakan Islam yang ingin bertemu untuk menyamakan visi gerakan mereka. Ini yang tidak ada di negara Islam, khususnya di dunia Arab, dan tempat lainnya. Di mana pemerintahan Turki di bawah AKP, memfasilitasi berbagai kelompok dan kekuatan Islam di seluruh dunia, yang ingin melakukan pertemuan dan menggalang kerjasama  di Istambul Turki.

Kelompok-kelompok Islam di Turki terus tumbuh, dan bersemi dengan baik, dan mereka mengaktualisasi pemikiran dan gerakan mereka, dan semuanya tanpa ada restriksi (hambatan). Pemerintah Turki di bawah AKP, memperjuangkan perubahan konstitusi, yang merupakan produk militer, dan hasil kudeta tahun l982, dan inilah yang ingin di rubah oleh Erdogan dan AKP. Termasuk dibebaskan semua pelajar, mahasiswa, dan pegawai untuk menggunakan jilbab.

Faktor-faktor itulah yang menyebabkan mengapa Erdogan dan AKP mendapatkan dukungan yang konstan dari rakyat Turki. Sebaliknya, selama enam dekade, sejak pemerintahan sekuler di bawah Kemal Attaturk, tidak dapat mencapai kemakmuran yang riil  bagi rakyatnya, dan terus dalam pusaran konflik.

Tentu, membandingkan tokoh-tokoh Partai AKP Turki dengan tokoh-tokoh Partai Islam di Indonesia, tak sepadan. Seperti membandingkan antara siang dengan malam.

Partai-partai Islam atau berbasis pemilih Islam di Indonesia, umumnya mereka adalah tokoh-tokohnya yang tidak memiliki visi, integritas, kredibelitas, dan komitmen. Selama hampir satu dekade setelah mereka "nempel" pada kekuasaan pemerintah SBY, dan dengan menggunakan dasar legitimasi  "koalisi", tak menghasilkan apa-apa alias "nothing" untuk rakyat dan negara. Tidak ada perubahan yang bisa diukur dan dipertanggungjawabkan secara politik dan moral. Justru kehidupan rakyat dan bangsa ini, semakin mengalami dekaden disemua sektor. Kemungkaran bertambah luas, dan menurunnya tingkat kelayakan hidup rakyat.

Ibaratnya, para pemimin tokoh partai Islam itu, dulunya  seperti "pedagang oncom keliling", yang tiba-tiba menjadi "juragan"  partai, pertama yang menjadi tujuannya, tak lain, mengeyangkan perutnya dahulu. Bukan perut rakyat. Tak heran mereka yang dahulunya miskin sebelum menjadi pemimpin partai, sekarang sesudah menjadi pemimpin partai, hidupnya semua menjadi "wah". Tak terbayangkan lagi.

Tak heran lagi, mereka yang menjadi pemimpin partai sekarang ini, hanya mengejar "rente’ dari kekuasaan dengan cara menjadi "makelar". Menjadi "makelar" di departemen-dapertemen atau menjadi "calo" anggaran di DPR. Mungkin juga mereka menjadi "makelar" para pengusaha yang membutuhkan proyek dari departemen, yang menjadi mitra kerjanya. Mungkin juga menjadikan "kursi" gubernur, bupati, walikota, dan jabatan di BUMN, sebagai sarana mendapatkan uang.

Maka, sama-sama satu dekade terlibat dalam mengelola kekuasaan AKP di Turki dengan Partai Islam di Indoneia, yang "nempel" kekuasaan sangat berbeda. Di Turki perubahan nyata dirasakan oleh rakyat dan negara. Sementara di Indonesia yang berubah baru nasib dan hidupnya para pemimpin alias "juragan" Partai Islam, yang lebih makmur dibandingkan sebelumnya.

Di Turki kalangan "Islamlis" ikut dalam demokrasi menghasilkan perubahan yang mendasar bagi kehidupan rakyat dan bangsanya, sementara itu di Indonesia Partai-Partai Islam ikut dalam demokrasi, yang terjadi justru menjadikan Indonesia sebagai rezim "kleptokrat" (maling), yang sangat menggetirkan. Wallahu’alam.