Contoh Operasi Intelijen Hitam Dalam Isu Terorisme (Aktifis Dakwah Di Fitnah)

Contoh Operasi Intelijen Hitam Dalam Isu Terorisme (Aktifis Dakwah Di Fitnah)

Banyak media online yang sempat memuat berita statemen Ansyad Mbai (Ketua BNPT) terkait pandangan-pandangan para pengamat (pemerhati) dalam bidang terorisme.Diantaranya Ansyad Mbai mengatakan, para pengamat teroris yang tidak berada di lapangan justru memperkeruh situasi.

Ia meminta para pengamat teroris hendaknya berbicara sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. “Langsung tinjau TKP dan mengumpulkan data, jangan jadi pengamat di belakang meja yang asal bunyi seperti itulah,”. Bisa jadi seorang Ansyad gerah dengan kritik karena kritik tersebut adalah kebenaran tersembunyi. Atau karena kritik tersebut tidak sejalan dengan kemauan BNPT atas pengelolaan isu terorisme. Mengingat dilapangan juga ada “pengamat pesanan” yang bercerita mengikuti alur yang dikembangkan oleh BNPT dan tidak lagi obyektif.

Dalam beberapa kesempatan saya sampaikan aparat BNPT dan Densus88 kurang profesional bahkan tidak jarang melakukan tindakan arogan. Dalam ranah publik, media lebih banyak mengakomodir cerita-cerita sepihak dari aparat Densus88 dan BNPT terkait semua cerita terorisme. Dan nyaris tidak ada pembanding yang proporsional dan obyektif mendedah persoalan.

Di sini ingin saya buka satu contoh dari sekian fakta lapangan yang tidak terungkap di media dan bukan didapat dari balik meja. Karena kita juga sadar 100% bahwa berita-berita terkait terorisme yang sudah dipublish media sudah tidak lagi steril dari interprestasi media yang bersangkutan. Kerap kali, media tidak membeber fakta tapi sudah full dengan opini dan persepsi atas realitas dan fakta. Bahasa mudahnya, pak Ansyad Mbai ada benarnya bahwa kita akan tersesat dihutan belantara opini dan propaganda jika hanya dibalik meja dan mengikuti alur lalu lintas berita fakta dari sumber sekunder (yang terpublish media). Apalagi kalau sumber berita media itu dari satu pihak yaitu BNPT atau Densus88, masyarakat bisa dimanipulasi sedemikian rupa seperti yang dikehendaki.

Kalau inten memonitoring berita “terorisme” maka khalayak akan ingat tentang penemuan senjata di TMII. Berikut lengkapnya:

“Seorang pegawai Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Cipayung, Jakarta Timur, bernama Samit (36) menemukan sepucuk senjata api jenis FN bersama ratusan butir pelurunya. Tak jelas milik siapa, senjata api beserta peluru tersebut kemudian diamankan di Mapolsektro Cipayung.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Timur Ajun Komisaris Besar Dian Perri membenarkan penemuan senjata api di tepi Danau Museum Air Tawar, TMII, tersebut. Meski demikian, dia enggan merinci senjata api yang diamankan dengan alasan tengah dalam penyelidikan.

“Ya, benar, kemarin sore ditemukan. Senjata itu memang yang dimiliki anggota TNI, tetapi kami belum tahu itu siapa yang taruh. Pistolnya sudah diamankan di Polsektro Cipayung,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (7/9/2012) siang.

Berdasarkan data yang beredar di Polsektro Cipayung, senjata api jenis FN tersebut ditemukan saat Samit tengah membersihkan sampah di sekitar danau. Tak sengaja, ia menemukan plastik putih mencurigakan. Setelah diperiksa, ternyata plastik tersebut berisi senjata api lengkap bersama pelurunya. Perangkat yang ditemukan, antara lain, adalah satu pucuk pistol jenis FN tanpa magasin, plip kokang dan pelatuk, slot kokang dan peluru pistol yang terdiri dari tiga butir kaliber 45 mm, dua butir kaliber 30 mm, 22 butir kaliber 38 mm, 19 butir kaliber 9 mm dan 147 butir peluru laras panjang kaliber 65 mm.

Kini, senjata api berikut pelurunya telah diamankan di Mapolsektro Cipayung. Pihak kepolisian tengah menyelidiki siapa penaruh senjata yang menjadi senjata resmi anggota TNI tersebut.(http://megapolitan.kompas.com/read/2012/09/07/1411524/Karyawan.TMII.Temukan.Senjata.TNI.dan.Ratusan.Peluru)

Nah, dibalik berita diatas ada satu tragedi yang menimpa seorang aktifis dakwah salah satu gerakan Islam yang sangat eksis di Indonesia. Jumat tgl 8 agustus 2012 sekitar Pukul 10.00 Wib seorang bernama Herman pulang mengantar istrinya dari tempat kerja, saat di jembatan tol muncul ada 2 orang dengan berkendaraan motor meminta kepada Herman untuk menepi dengan mengatakan “minggir dulu Tadz”, setelah menepi Herman ditodong senjata api (pistol) dan diancam akan dibunuh jika tidak mau ikut.

Herman dibawa ke taman Mini Indonesia Indah (TMII) di pinggir danau. Di sana sudah ada 3 orang yang menunggu, sehingga seluruhnya ada 5 orang 7 mengaku anggota Densus88. Di pinggir danau tersebut Herman ditunjukkan senjata laras panjang dan diminta mengakui senjata itu miliknya, namun Herman tidak mau. Herman diminta menghubungi pimpinan gerakan Islam dimana Herman menjadi bagian didalamnya, agar Pimpinan Herman bisa datang dan membelanya. Saat itu Herman hanya SMS ke salah satu kawannya di daerah Ciracas yaitu Ustad Ilham bahwa dia telah ditangkap Densus 88. Ustad Ilham yang saat itu sedang bekerja meminta salah seorang aktifis yang lain keberadaan Herman, setelah dicek memang Herman tidak ada di rumah.

Herman diintimidasi dan mendapatkan kekerasan fisik karena tidak mau mengakui memiliki senjata api, anggota Densus 88 mengatakan kalau tidak mengakui senjata tersebut miliknya nanti bisa saja Herman ditembak, kemudian dituduh teroris dengan barang bukti senjata yang ada, karena masih tidak mau mengakui Herman di-injak kakinya dan di-pukul di bagian punggungnya. Hal itu terus berlanjut hingga sekitar Pukul 14.00 Wib, sehingga Herman tidak sholat Jumat. Karena Herman tidak mau juga mengakui, anggota Densus88 mencoba memancing emosi Herman dengan menjelek-jelekkan Islam, mulai dari menghina Nabi Muhammad, Al-Quran, dan lainya. Namun Herman diam saja, justru menurut penuturan Herman, dari 5 orang tersebut ada seorang yang muslim dan menyatakan tidak setuju kalo mengintimidasi dengan menghina-hina agama Islam, karena merasa dirinya muslim. Sehingga terjadi debat antara anggota Densus88, dan akhirnya anggota Densus yang muslim memerintahkan Herman pulang dan mengatakan biar teman-temannya menjadi urusan dia. Herman kemudian pulang dan diminta jangan keluar rumah selama 3 hari dan terus diintimidasi bahwa dia akan mati.

Dihari itu juga diberitakan telah ditemukan beberapa senjata api jenis FN dan pelurunya di pinggir danau museum air tawar TMII dan sedang diselidiki siapa pemiliknya. Dan bagaimana nasib Herman? Seorang aktifis yang menjadi korban, ditinggalkan begitu saja kehormatannya sebagai seorang manusia setelah di injak-injak harga diri dan fisiknya oleh orang yang ngaku Densus88 dan bahkan kemudian dimasa trumanya masih dalam “ancaman” untuk tidak membeberkan kasus ini.

Nah, BNPT bisa saja membantah kasus ini mungkin dilakukan Densus88 gadungan atau apalah. Tapi ini adalah fakta di balik berita yang tidak terungkap. Contoh kasus seperti ini memberikan indikasi, betapa rentannya isu terorisme menghadirkan operasi-operasi intelijen hitam. Melakukan kriminalisasi terhadap aktifis dakwah dan digiring kepada target tertentu.Dan masih banyak contoh lain, yang benar-benar khalayak tau Densus88 melakukan operasi dan bukan operasi tertutup sehingga orang-orang yang dekat dengan TKP meyaksikan arogansi dan kurang profesional dalam menangani masalah terorisme.

Saya kira seorang Ansyad Mbai tidak perlu panik dengan pandangan dari para pengamat, biarkan waktu yang akan menguji kebenaran semua analisa yang ada. Jika ada kritik kepada BNPT itu betul-betul salah, ngapain juga Ansyad Mbai seperti kebakaran jenggot? Masih banyak contoh kasus lain yang bisa kita beber jika mau. Wallahu a’lam bisshowab.