Mempercantik Rumah Abadi

Oleh Syeikh Abdul Hamid Al Bilali

Tatkala seseorang tinggal di rumah yang baru, ia akan mencatnya dengan warna yang indah, melengkapinya dengan permadani, menghiasnya dengan bunga atau lukisan kaligrafi juga perkakas lainnya yang menjadi kebutuhan dan pengisi kelengkapan sebuah “rumah’. Perkakas dan perhiasan itu seringkali berganti apalagi jika ia merasa akan tinggal lama di rumah tersebut.

Berapakah lamanya kita tinggal di sebuah rumah , tentu ada batas akhirnya..dan kita akan menempati sebuah rumah lain yang menjadi tempat “tidur panjang” kita.

Orang yang cerdas adalah orang yang senantiasa ingat dengan rumah abadi yang akan ditinggalinya sehingga ia tergerak untuk mengisi dan menghiasnya sejak masih di dunia. Maksudnya,  tentu bukan sebagiamana yang dilakukan orang terdahulu yaitu dengan membawakan perangkat dalam kubur, ataupun mengenakan marmer, emas dan barang berharga di kuburan sebagaimana yang dilakukan raja-raja Mesir kuno terdahulu dan orang-orang yang mengikutinya pada zaman sekarang. Tetapi yang dimaksud mempercantik rumah adalah dengan memperbanyak shalat, ditambah dengan shalat yang sunnah, puasa, dzikir, bacaan Al Qur’an dan akhlaq yang luhur seperti kesabaran, ketaqwaan, keyakinan, juga khauf (takut) dan raja’ (berharap), tawakal dan lain sebagainya.

Hendaknya juga akhlak tersebut keseluruhan dipagari dengan ikhlas. Inilah yang dimaksud mempercantik rumah yang diperintahkan itu, agar senantiasa kita  bahagia di dalamnya. Apabila ada azab yang akan menghancurkan kebahagiaan itu, maka amal-amal akan berdiri kokoh dihadapannya untuk membelanya dan menghalangi terpaan azab yang akan membakar dinding yang kokoh itu. Sebagaimana termaktub dalam hadis sahih tentang orang mukmin, ketika dimasukkan kedalam kubur :

Di datangi dari kepalanya , maka shalat berkata,’ Tidak ada pintu masuk dariku.’Kemudian di datangi dari arah kanannya, maka shiyam berkata” tidak ada pintu masuk dariku’ Kemudian di datangi dari  arah kedua  kakinya, maka berkatalah amal kebajikan yang berupa sedekah, kebajikan dan kebaikan kepada orang lain, “ tidak ada tempat masuk padaku”  (HR Thabarani , dalam kitab al Ausath, Majmu as Zawaid , III/51  dinilai Hasan oleh Al Haitsami)

Demikianlah itulah keadaan orang mukmin yang selalu mempersiapkan diri menghadapi kehidupan akhirat. Pantang menyerah pada rasa lemah ketika puasa, tangguh melawan kantuk saat qiyamul lail, kokoh saat menghadapi bujuk rayu syetan dan keras dalam melawan musuh-musuh Islam. Sebab ia sadar bahwa hanya dengan amnlan-amalan itu ia dapat mempercantik dan menghiasi  rumah yang akan ditempati selamanya yaitu di syurga.