Mempraktekkan Islam, No Excuse for Shalat (2)

Ketika kami sedang mendaki Alpen, maka di tengah perjalanan saya menemukan air yang dialirkan pada setengah slinder terbuka yang terbuat dari kayu. Saat itu saya langsung berpikir bahwa ada baiknya saya mengambil wudhu untuk persiapan shalat ketika tiba pada tempat yang tepat. Rombongan kami kemudian berhenti ketika mendapati daerah yang bersalju untuk pertama kali. Betapa senang teman-teman saya melihat salju ini.

Mereka kemudian bermain lempar salju, meluncur tanpa peralatan, bahkan yang saya tidak habis pikir, banyak dari mereka kemudian membuka baju, dan bermain-main menikmati salju yang dingin itu. Di Jerman ini orang bisa melakukan apa saja. Guru les Jerman saya di universitas mengatakan bahwa ketika winter pun orang-orang Jerman juga ada yang berenang di danau.

Saya kemudian mengeluarkan kompas dari tas saya, dan mencari arah kiblat. Jaket pun kemudian saya lepaskan, dan saya jadikan alas sujud saya. Waktu itu saya shalat di bagian yang berumput tanpa salju, tetapi hawa pegunungan seolah menjadi bertambah dingin oleh nafas salju di sekitar kami. Sungguh, waktu itu terasa betul betapa kecil saya ini. Manusia ini sangatlah kecil. Kalaulah bukan karena ALLAH menciptakan langit yang indah sebagai tanda-tanda kebesaran-Nya, maka harusnya manusia itu tidak pernah mendongakkan kepalanya. Hanya menunduk lah yang pantas dilakukannya. Hanya ALLAH Yang Maha Besar. Dia Maha Jelas Melihat setiap butir salju yang bentuk kristalnya pun saya tidak tahu.

Ketika ada pameran CeBIT di Hannover, saya mengunjunginya bersama saudara saya Aulia yang menginap di tempat saya khusus untuk mengunjungi salah satu pameran terbesar di Jerman ini, bahkan di dunia. Waktu itu saya dan Aulia belum tahu bahwa sebenarnya ada tempat khusus yang disediakan bagi pengunjung muslim yang hendak shalat. Maka kami pun hanya shalat berjamaah di taman. Di kemudian hari ketika saya bersama saudara-saudara saya di Hannover mengunjungi Hannover Messe , tempat yang sama ketika dahulu CeBIT dilangsungkan, hari itu bertepatan dengan hari Jumat. Saudara saya Yudhi mengajak untuk melihat pengumuman di suatu bangunan kecil yang dijadikan mushala ini.

Di Pengumuman itu tertera waktu dan tempat menunaikan Shalat Jumat. Pada pengumuman, dikatakan bahwa Shalat Jumat dilakukan bukan di mushola ini tetapi pada lantai teratas salah satu Hall pameran. Setelah tahu Hall mana, maka kami pun menyesuaikan kunjungan kami ini dengan jadwal shalat. Pameran ini luar biasa, walau menurut saya CeBIT lebih menarik. Dalam hal memperagakan sesuatu, Jerman memang amat pandai mengemasnya. Kesederhanaan dalam menyampaikan pesan, itulah seolah motto mereka dalam memperagakan teknologi.

Mereka bisa memperagakan berbagai karya mereka dalam tampilan yang membuat kami mudah untuk sekilas menangkap cara kerja dari suatu perangkat teknologi. Yang masih saya ingat sampai sekarang dari Hannover Messe adalah pertunjukan mereka membuat petir buatan, mobil yang berjalan sendiri tanpa awak, dan robot-robot yang bermain bola.