Tradisi Pada Saat Bangun Rumah

Assalaamu’alaikum,

Alhamdulillah…, niat saya untuk memiliki rumah sendiri Insya Allah terwujud dalam bulan-bulan ini, kendati rumah tersebut masih menggunakan fasilitas KPR. 

Namun karena ini pertama kalinya saya membangun rumah, ada sebagian keluarga (ortu) yang mensarankan agar memilih hari baik, mengadakan selamatan peletakan batu pertama dan selamatan ketika pasang kuda-kuda dan lain sebagainya.  

Bagaimana pendapat bapak dan sarannya ? kalau toh cukup dengan berdoa, doa apa !!! 

Wassallam wr wb. 

Wa alaikumussalam Wr.Wb..

Saudara Anton rahimakumullah, Alhamdulillah wa syukurillah Allah telah memberikan karunianya pada anda sehingga niat anda untuk memiliki rumah sendiri insya Allah akan terwujud dalam waktu yang tidak lama lagi.

Sebenarnya pertanyaan anda ini salah alamat karena yang lebih tepat menjawabnya adalah Ustadz Sigit Pranowo di rubrik "Ustadz Menjawab", tetapi karena terkait dengan masalah rumah saya akan mencoba menjawabnya.

Kebiasaan memilih hari baik, mengadakan selamatan dengan perletakan batu pertama atau menanam kepala kerbau, memasang sesaji pada saat pasang kuda-kuda dan berbagai mitos lain yang dianggap menjadi syarat wajib pada saat membangun rumah sebenarnya sudah sejak lama dilakukan oleh orang-orang primitif dan kebiasaan tersebut tidak jelas kapan dimulai dan siapa yang memulainya.

Keyakinan ini bahkan hingga kini masih dianut oleh orang-orang modern dan terpelajar bahkan bangunan yang dibangun dengan teknologi canggih pun masih menjalankan ritual ini karena dianggap dapat menjadi ‘tolak bala’ dan akan memperkuat bangunan. Jika ada bangunan yang roboh pasti komentar pertama adalah “Itulah akibatnya jika tidak bikin selamatan”, atau “tidak ada tebusan kepala kerbaunya sih” dan sebagainya yang jelas-jelas sudah tidak masuk akal.

Pendapat mereka pun beragam dalam menghadapi ritual-ritual tersebut, ada yang mengatakan “ya kita ikuti aja tradisi yang sudah turun temurun daripada nanti disalahkan”, ada juga yang jelas-jelas mengatakan bahwa “supaya jin-jin penunggunya tidak marah dan mengganggu” ada juga yang mengatakan “inikan sarana kita untuk mendekatkan diri dan memohon pertolongan Allah” dan sebagainya.

Sikap kita sebagai seorang muslim menghadapi fenomena ini adalah :

  • Bertanya pada ulama sehingga kita tahu dasar hukumnya melakukan ritual tersebut sehingga kita tidak terjebak pada perbuatan syirik.
  • Meyakini hanya Allah yang wajib di ibadahi karena Allah yang telah menciptakan jin dan manusia, sehingga tidak ada dasarnya kita mengabdi atau meminta pertolongan pada jin dan makhluk-makhluk lain karena akan menambah kita pada kesyirikan.
  • Allah tidak butuh media perantara dan simbol-simbol karena Allah Maha Mengetahui dan Maha Mendengar bahkan segala keburukan dan kebaikan sebesar atom pun tidak luput dari hisab Allah SWT. Kesyirikan-kesyirikan di masa jahiliyah juga disebabkan mengikuti tradisi-tradisi turun temurun yang menggunakan perantara-perantara dalam mendekatkan diri pada Allah yang tidak ada dasar perintah Nya.
  • Meyakini asma Allah AL MAANI ‘ U “Yang menolak bahaya”, serta asma-asma Allah yang lainnya sehingga tidak patut kita memohon pertolongan pada selain Allah SWT.
  • Menggunakan logika kita bahwa tidak ada kaitannya kekuatan bangunan dengan kepala kerbau atau sesaji yang lain karena kekuatan bangunan tergantung dari konstruksinya. Perencanaan yang benar serta pelaksanaan yang sesuai dengan desain yang akan menentukan kokoh atau tidaknya suatu bangunan.
  • Menjelaskan dengan bahasa yang halus pada orang-orang tua kita sehingga tidak terjadi salah persepsi dan menganggap kita ‘sok tahu’ dan tidak mau mengikuti tradisi, ajaklah mereka bersilahturahim dengan para ulama agar bisa dijelaskan hukum syariahnya, dosa serta balasannya di dunia dan di akhirat kelak.
  • Membuat selamatan sebagai ganti ritual tersebut dengan niat sebagai bentuk syukur kita pada Allah SWT karena telah diberikan rizki dan kemudahan serta memanjatkan doa memohon ampunan dan pertolongan Allah agar dimudahkan dalam segala hal. Anda bisa membaca doa-doa yang terhimpun dalam Al Ma’tsurat atau yang lainnya karena setiap doa yang diniatkan dengan penuh keikhlasan dan hanya ditujukan untuk Allah semata, Insya Allah akan didengar dan diijabah oleh Allah SWT.

“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari menyukutukan-Mu padahal aku tahu, dan aku memohon ampunan kepada-Mu dalam hal yang aku tidak tahu. Amin.

Untuk dalil-dalil syar’i nya, silakan saudara Anton tanyakan pada Ustadz Sigit Pranowo, Lc di rubrik Ustadz Menjawab……, mudah-mudahan bermanfaat.

Wallahu a’lam bishawab

Wassalamu ‘alaikum Wr.Wb…