Aku Mencintai Calon Istri Orang

Assalamu’alaikum Ibu…

Saya seorang jejaka 27 th dan alhamdulillah sudah bekerja. Bulan ramadhan yang lalu ketika berangkat ke kantor secara tidak sengaja saya bertemu dengan seorang gadis yang baru belakangan saya ketahui bahwa tinggal selangkah lagi ke jenjang pernikahan (sebut saja S)

Singkat cerita akhirnya lewat bantuan seorang teman, saya mendapatkan alamat dan nomor telponnya.

Setelah sering berkomunikasi (hanya via HP) akhirnya kami sama-sama saling merasa cocok. Tetapi saya tidak diperbolehkan untuk datang ke rumahnya. S mengaku kalau sudah bersuami. Setelah hubungan kami semakin dekat (tapi mungkin belum bisa dibilang pacaran) dan sudah tahu perasaan masing-masing, S terus terang kalau pengakuannya dulu adalah upayanya untuk bisa tetap setia walaupun dia merasa tidak cocok dengan calon suaminya (sebut saja B) yang bekerja jauh di luar propinsi.

Ketika B pulang, S menceritakan semuanya tentang keadaan kami. B tidak mau untuk melepaskannya. Dan karena merasa tidak bisa menyelesaikannya, B menceritaka hal ini kepada keluarganya dan keluarga S. Semua anggota keluarga S marah besar, S dicaci maki habis-habisan.

Karena kami merasa tidak ada lagi jalan lain lagi untuk bersatu, akhirnya kami sepakat untuk mengadu dan memohon untuk bisa dipersatukan kepada Alloh SWT. Kami merasa sudah benar-benar cocok dan kompak.

Pertanyaan saya :

  1. Apakah saya berdosa karena mencintainya dan ingin memilikinya?
  2. Apakah langkah yang kami tempuh sudah benar?
  3. Bagaimanakah cara kita berdoa (sholat) agar doa kita dikabulkan oleh Alloh SWT?

Demikan, atas jawaban Ibu saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh

Sdr Setya yang dirahmati Allah,

Saya bersyukur dalam diri Anda masih ada sikap kontrol diri dan ingin mendapat kepastian tentang keputusan yang tepat, bukan saja di mata Anda namun juga di mata Allah swt.

Sdr Setya yang dirahmati Allah,

Perasaan cinta Anda mungkin datang begitu saja setelah proses perkenalan yang awalnya tidak sengaja; si wanita itu telah membuka jalan Anda mendekat. Lampu kuningpun dinyalakan sehingga Anda siap-siap melanjutkan langkah. Kemudian lampu sign (tanda) wanita tersebut dinyalakan lagi dengan mengatakan bahwa dia sudah bersuami… sayang sekali Anda masih melanjutkan langkah itu, Sdr. Setya. Seandainya dia sudah bersuami betul, maka akhlak Anda berdua sudah di luar kepatutan. Nah..ternyata wanita itu baru dalam pinangan (khitbah) laki-laki lain. Sdr Setya, seorang laki-laki tidak boleh melamar wanita yang sedang dalam lamaran laki-laki lain, kecuali lamaran tersebut sudah dibatalkan. Demikianlah hukum Allah mengatur untuk penghormatan hak-hak individu. Nah kalau wanita tersebut ternyata tidak menyukai laki-laki yang melamarnya, maka ini masalah lain. Ada masalah besar yang sering terjadi dalam pernikahan, bahwa ketiadaan kerelaan dan cinta pada pasangan, dapat menggoyahkan hubungan pasca perniakahan. Tentu saja jika tanpa didasari iman, karena iman dapat mengarahkan cinta secara benar. ”Cinta” dalam pernikahan mengandung dinamika psiko-biologis yang berbeda dari apa yang dibayangkan dua anak muda yang mengaku saling mencintai sebelum pernikahan terjadi. Cinta sebelum pernikahan berkonotasi kedekatan fisik, setidaknya hal ini lebih dominan. Cinta seperti apa yang Anda rasakan saat ini, Sdr Setya? Apakah cinta yang mengandung pengorbanan, cinta yang mengandung pengendalian diri, cinta yang memberdayakan pasangannya, atau cinta yang berbaur adrenalin dan curahan hormon testosteron yang menderas, ingin bertemu, berduaan, memiliki fisiknya, semata? Memang ini menjadi sebagian respon dan ekspresi cinta, namun cinta juga bisa diekspresikan dengan cara yang lebih mulia dan santun, dan tanpa melanggar batas-batas syariat mengaturnya.

Sdr Setya yang dirahmati Allah,

Jika khitbah laki-laki tersebut dibatalkan, Anda baru berhak melamarnya. Maka jika si gadis tersebut merasa tidak menyukai pilihan orangtuanya, dialah yang harus menolak; karena seorang wanita dalam Islam juga berhak menolak jika dipaksa. Nah..masalahnya sekarang, wanita tersebut sudah berterusterang tapi malah dimaki-maki keluarganya. Kalau calon suaminya arif bijaksana, maka dia mestinya tahu bahwa calon istrinya tidak menerimanya dan hanya dipaksa. Mestinya dialah yang mundur secara bijak, karena kalau diteruskan, dia akan mengabaikan hak-hak psikologis istrinya kelak.

Sdr Setya yang dirahmati Allah,

Kewajiban seorang hamba adalah berikhtiar, jika ini sudah dilakukan tinggal bertawakkal pada-Nya. Usaha yang penting adalah dengan sholat dan do’a, mengiringi usaha secara langsung. Do’a manusia kadang tidak terkabul karena hamba tersebut masih ma’shiyat pada Allah swt. Jadi jauhi ma’shiyat semoga do’a Anda terkabul. Tidak  kalah adalah lakukan manajemen perasaan Anda sendiri (regulasi emosi) agar tetap tenang dan mengambil langkah secara tepat. Sdr Setya, jodoh manusia ada di tangan-Nya, jika dia kehendaki akan ada jalan keluar, insya Allah. Boleh jadi apa yang baik bagi pandangan manusia ternyata tidak baik dalam pandangan-Nya, begitupun apa yang seolah tidak baik bagi manusia malahan lebih baik di sisi Allah; karena manusia tidak mengetahui sedangkan Allah swt lebih mengetahui. Teriring do’a dari saya Anda tetap istiqomah. …Amin.

Wallahu a’lam bissshawab.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ibu Urba