Jangan Tersesat Dengan Emansipasi, Bunda…

Bunda,
Sebentar lagi, 21 April yang biasa diperingati sebagai hari Kartini. RA Kartini, tokoh emansipasi di Indonesia, akupun menghormatinya. Bahkan waktu SD dulu, aku sering sekali diajak bapak atau ibu guru untuk berziarah ke makam RA Kartini, yang kebetulan tokoh sejarah itu dimakamkan di Bulu-Mantingan, yang kebetulan hanya sekitar 14 km dari Blora ke arah Rembang. Bahkan beberapa kali aku dan teman-teman naik sepeda untuk menuju ke sana. Suasana ziarah akan ramai sekali pada bulan April. Jujur, waktu itu aku hanya tahu yang aku ziarahi bersama teman-teman adalah seorang tokoh perempuan yang sangat terkenal di negeri ini.

Bunda,
Usia emansipasi di negeri ini jauh lebih tua dari usia negerinya sendiri. Emansipasi itu sudah dimulai dari zaman penjajahan Belanda. Dan tokoh-tokohnya adalah muslim-muslimah yang taat, Insya Allah. Karena memang seharusnya seperti itulah adanya. Agama kita tidak pernah membeda-bedakan pahala antara laki-laki dan perempuan dalam hal ketaatan kepada Allah. Begitu juga sebaliknya, kalau perempuan. Ataupun laki-laki berbuat maksiat kepada Allah, balasannya tetap sama. Tidak sedikitpun Allah membedakan balasannya, walaupun secara fisik wanita diciptakan dengan sisi kelembutannya.

Kalaupun ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan adalah dalam hal kodratnya. Karena memang dari penciptaannya pun berbeda. Kalau laki-laki diberi Allah kekuatan dari segi fisik, tetapi di sisi lain sebagai penyeimbang Allah menciptakan perempuan dengan jiwa yang lembut. Tapi justru di situlah letak keperkasaan seorang wanita, dalam kelembutannya. Jadi sangat wajar apabila dalam hal-hal tertentu harus ada pengecualian, karena memang beda. Akan sangat lucu kalau seandainya untuk mencapai kesetaraan seorang laki-laki berhak untuk memakai gaun perempuan dan menunjukkan kefeminimannya sementara sebaliknya sang perempuan harus tampil gagah dan garang seperti layaknya seorang laki-laki. Justru di situlah letak keadilan Allah, karena adil memang tidak mesti harus sama.

Bunda,
Jujur aku katakan, saat ini banyak emansipasi yang menyesatkan dan semakin jauh dari tuntunan Islam, walaupun tentunya tidak semuanya seperti itu. Masih segar dalam ingatan kita ketika pada hari Jum’at tanggal 11 Juni 2010 kemarin di Oxford, Inggris barat dilakukan sholat Jum’at dengan khotib dan dan imam seorang perempuan asal Kanada yang bernama Raheel Raza. Walaupun itu jauh terjadi di sana, efeknya seperti bola salju, menggelinding ke seluruh negara-negara muslim, tanpa bisa di filter informasi tersebut karena memang zamannya memang zaman keterbukaan informasi. Tentu tidak akan menjadi masalah seandainya dia menjadi imam sholat bagi sesama perempuan. Bukan berati menghalangi hak perempuan untuk menjadi pemimpin, tetapi memang area yang harus dipimpinnya sudah diatur jelas oleh Allah melalui Rasul-Nya yang tidak mungkin salah. Percayalah Bunda, pada saat seorang perempuan menjadi imam sholat bagi laki-laki di belakangnya, sangatlah mengganggu kekusyukan dan konsentrasi jamaah pria dibelakangnya, apalagi shaf pertama.

Masih lagi hak waris yang saat ini sedang ramai-ramainya digugat oleh mereka yang mengaku ‘aktifis perempuan untuk kesetaraan gender’. Kadang aku tersenyum sendiri kalau mendengar mereka selalu mendengung-dengungkan bahwa Islam memasung kebebasan dan kesetaraan bagi kaum wanita. Kalau dilihat dari sistem pembaginya yang 2 bagian bagi laki-laki dan 1 bagian bagi perempuan memang kelihatan tidak adil bagi otak kita yang memang diciptakan terbatas daya jangkaunya ini. Mereka menuntut pembagian yang adil adalah 1:1. Sayang mereka hanya menonjolkan satu sisi, tetapi tidak mau belajar di sisi yang lain. Dan mereka lupa, tidak tahu atau bahkan tidak mau tahu bahwa walaupun bagiannya hanya satu , tetapi oleh Allah bagian tersebut di atur hanya untuk wanita itu sendiri, tidak wajib baginya berbagi dengan yang lain. Beda sekali dengan 2 bagian bagi laki-laki yang harus dan wajib dipergunakan bersama istri dan anak-anaknya. Masihkah Allah salah mengaturnya?

Bunda,
Pernah dalam satu penerbangan Balikpapan-Surabaya yang kebetulan pesawat tersebut terbang malam hari, aku duduk dalam deretan bangku tengah yang kebetulan dua orang disebelahku adalah ibu-ibu paruh baya. Sesaat setelah duduk merekapun berkenalan dan menanyakan tujuan masing-masing. Rupanya keduanya mantan TKW yang baru berkunjung di tempat saudaranya di Balikpapan. Yang satu pernah bekerja di Arab Saudi selama 3 tahun dan yang satunya lagi bekerja di Malaysia selama 2 tahun, kemudian ke Brunei selama 1.5 tahun.

Yang menarik adalah, begitu pulang ke tanah air ternyata suaminya kawin lagi. Masya Allah. Saking kesalnya maka sisa uang yang didapat selama bekerja diluar negeri digunakan untuk jalan-jalan ke Balikpapan. Siapa yang salah? Suaminya jelas salah karena menelantarkan istri, tidak mau bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan satu lagi mengkhianati istrinya. Tapi juga alangkah indahnya kalau seandainya sang istri juga tidak berani bepergian selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun meninggalkan keluarga tanpa mahrom yang sebenarnya dilarang oleh Islam. Bagaimana bisa mendatangkan rahmat Allah kalau yang kita lakukan menyelisihi aturan-Nya? Terbalik rasanya kalau sang istri harus mencari nafkah sampai harus ke luar negeri menjadi TKW yang mungkin (maaf) dengan keterbatasan skill sementara sang suami enak-enak di rumah, merawat anak, sambil menikmati gaji kiriman dari sang istri? Adalah hak Bunda untuk menyampaikan hal tersebut ke suami, hak Bunda juga untuk mendapatkan nafkah dari suami, baik lahir maupun bathin.

Memang negeri ini jumlah pengangguran sangat tinggi sementara sepertinya para penguasa negeri ini masih bisa tersenyum di sela-sela rintihan rakyatnya yang tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari walaupun masih sebatas kebutuhan primer. Setidaknya itulah yang aku dan banyak orang rasakan saat ini. Satu-satunya jalan pintas yang dianggap mudah adalah memberi fasilitas/kemudahan warganya untuk menjadi TKI di luar negeri walaupun dengan jaminan keamanan dan kenyamanan bekerja yang tidak jelas. Akan sangat indah kalau seandainya yang dikirim adalah tenaga ahli, sehingga bangsa kita tidak menjadi bangsa yang bisa dianggap rendah oleh bangsa lain. Kadang aku miris setiap hari diberitakan tentang TKW yang pulang dengan kondisi kejiwaan yang terganggu atau bahkan menjadi korban perkosaan di tempatnya bekerja dan yang sebagian lagi harus menunggu hukuman mati karena sebenarnya mereka membela diri.

Bunda,
Sering kali di ekspose di media tentang ‘wanita-wanita perkasa yang kalau kita tidak jeli bisa membuat pemahaman kita tentang emansipasi menjadi keliru. Di sana ada wanita yang berprofesi sebagai petinju, pemain sepak bola, sopir bis, kondektur bahkan (maaf) tukang becak. Tidak ada maksud sedikitpun dari ananda untuk melecehkan profesi tersebut. Beberapa waktu kemarin aku naik bis Surabaya-Blora yang kebetulan kondekturnya perempuan . Bis itu jadwal berangkatnya jam 22:30. Tak lama setelah bis jalan, distop oleh 2 orang lelaki yang sepertinya baru selesai menenggak minuman keras. Dari bau mulut saat dia ngomong sudah sangat jelas mereka dalam keadaan mabuk. Pada saat di tarik karcis mereka malah marah dan hanya mau membayar 1 tiket. Semakin ditegur oleh ibu kondektur untuk membayar, mereka semakin marah. Akhirnya si ibu kondektur itupun mengalah.

Kalau hal seperti ini dianggap lumrah, tentu akan berbeda hasilnya ketika kondekturnya laki-laki, karena memang profesi itu sebenarnya cocok untuk laki-laki. Belum lagi kalau sopir bis nya juga perempuan. Masya Allah … Memang benar ada ungkapan bahwa sebenarnya apapun yang bisa dilakukan laki-laki sebenarnya bisa dilakukan oleh perempuan kecuali mengandung, karena laki-laki memang tidak mempunyai rahim. Dan itulah yang selalu didengung-dengungkan mereka yang mengaku membela perempuan. Dan itu dimanfaatkan oleh pemilik modal untuk mempekerjakan perempuan sebanyak mungkin. Mereka beranggapan bahwa dengan membayar murah dan tidak banyak tingkah seperti laki-laki, merupakan modal untuk mendapatkan keuntungan besar bagi perusahaan. Akan sangat cocok kalau perusahaan tersebut bergerak dibidang garmen, farmasi atau perusahaan bidang lain yang memerlukan ketelitian tinggi.

Mohon maaf kalau ini hanya idealisme ananda. Seandainya kaum hawa sedikit ‘merelakan’ beberapa pekerjaan yang memang seharusnya di lakukan oleh laki-laki mungkin pengangguran tidak separah ini. Contoh sederhana saja, saat ini banyak perusahaan kayu lapis yang sebagian besar pekerjanya adalah perempuan. Padahal di sana banyak memerlukan kegiatan/pekerjaan yang bersifat fisik. Belum lagi para pekerja di pompa bensin yang saaat ini sebagian besar dilakukan oleh perempuan. Pekerja-pekerja di toko material bangunan juga sebagian besar perempuan. Akan indah kalau sesuatu itu sesuai porsinya.

Mungkin sebagian besar akan sinis dengan hal di atas. Atau bahkan akan semakin menganggap bahwa dunia wanita adalah: sumur, dapur dan kasur. Bukan seperti itu maksudku. Wanita adalah mitra sejajar laki-laki. Bahkan Rasulullah SAW mengajari kita bagaminana mengukur kekuatan suatu bangsa. Ukuran kekuatannya terletak pada kaum wanita. Kalau kaum wanitanya baik Insya Allah baik dan kuatlah negara itu. Sebaliknya kalau kaum wanitanya rusak maka rusaklah seluruh negara itu. Di sini dituntut selain sholihah wanita juga harus pintar. Karena generasi sebuah bangsa berada dalam genggamannya. Islam tidak pernah membatasi kaum perempuan untuk sekolah dan menuntut ilmu setinggi-tingginya. Bahkan walaupun tidak diwajibkan untuk sholat Jum’at, seorang wanita boleh menuntut suaminya untuk menyampaikan ilmu yang didapat dari khotbah Jum’at sang suami.

Bunda,
Kadang hatiku gundah dan geram melihat eksploitasi wanita di semua lini. Coba kita lihat di televisi, iklan apapun akan menggunakan wanita sebagai ikonnya. Bahkan produk yang tidak ada hubungannya dengan wanitapun tetap menggunakan wanita sebagai daya tariknya. Belum lagi saat ini banyak ibu-ibu yang tidak merasa resah pada saat anak gadisnya belum pulang sementara sudah diatas jam 22:00. Justru mereka resah pada saat anak gadisnya yang berusia SMP belum mempunyai pacar. Astaghfirullah. Dan fenomena ini terjadi di depan mata kita, Bunda. Sebuah fenomena yang mungkin tidak terjadi pada saat Bunda masih muda dulu. Padahal mereka adalah generasi penerus kita kelak.

Kekuatan bangsa dimulai dari keluarga yang didalamnya peran Bunda sangatlah dominan. Jepang dikenal sebagai bangsa yang kuat karena kaum ibunya yang kembali ke rumah dengan modal pendidikan yang cukup. Pendidikan itu digunakan untuk mendidik anak-anaknya yang kemudian menjadi generasi yang unggul. Meraka tidak malu berkarir di rumah, sementara di negri kita akan disebut wanita yang sukses adalah yang berkarir tinggi di suatu perusahaan dengan ratusan karyawan pria di bawahnya, atau menjadi selebritis yang dielu-elukan di berbagai tempat. Padahal aku, yang dilahirkan dari salah satu Bunda sangat menantikan dan merindukan datangnya kaum ibu yang menghasilkan generasi yang berkualitas, generasi yang kuat ketakwaannya kepada Allah, sehingga tidak lagi aku harus menyaksikan profesi dokter ahli kebidanan dan kandungan yang saat ini justru masih didominasi oleh kaum pria. Aku tunggu baktimu dengan kerinduanku yang teramat dalam.

[email protected]