Kecenderungan Hati (khitbah Langsung Vs Melalui Perantara)

Kasus 1:

Assalamualaikum wr wb

Wahai ibu yang di rahmati Allah, Bu, dalam tujuan hidup sya yang telah saya rencanakan, sya berniat untuk menikah inysa Alllah 6 bulan-satu tahun lagi. Alhamdulillah saya berkomitmen untuk tidak pacaran dan sebenarnya saya telah menyukai seorang akhwat yang luar biasa shalelahnya.
Dalam suatu kesempatan saya membaca situs Islami bahwa apabila kita sudah siap untuk menikah maka lakukan dengan cara yang baik, yakni bisa dengan cara langsung, atau dengan perantara.

Pertanyaan saya bu, apakah benar Islam memperbolehkan kita untuk menyatakannya secara langsung kepada pihak perempuan. Syukron

Erik

Kasus 2:

Assalamualaikam,  Bu Siti yang saya hormati, Langsung saja ya bu,

  1. Bolehkah saya menentukan sendiri/memilih saya calon isteri saya? Maksudnya bolehkah tanpa dicarikan guru ngaji (tentu saja tidak pacaran).
  2. Boleh kah saya mengajak akhwat taaruf atau bahkan khitbah secara langsung? Tanpa perantara.

Terimakasih ya Bu, Wassalamualaikum wr.wb

Ibadurahman

Kasus 3:

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Ustadzah rahimahullah, saat ini saya sedang dihadapi sebuah masalah. Saya sudah siap untuk menikah, tetapi ada kendala yang membuat saya belum mantap untuk menjalaninya.

Saya memiliki kecenderungan dengan seorang wanita/akhwat dan saya menganggap bahwa dia mungkin adalah pasangan yang cocok buat saya. Selama ini saya tidak pernah berhubungan yang menjurus kearah percintaan dalam bentuk komunikasi apapun.

Yang saya tanyakan, bolehkan saya langsung mengungkapkan perasaan saya dan mengajak beliau menikah. Atau mengikuti saran guru ngaji saya, untuk menikah melalui biro samara; saya sudah terlanjur jatuh cinta, khawatir jika melalui biro samara tidak mendapatkan apa yang saya inginkan.

Jazakallah atas jawabannya, Syukron

wassalamu’alaikum wr. wb.

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh

Sdr Erik, Ibadurrahman & Awan yang disayang Allah, Alhamdulillah, mari kita bersyukur kepada Allah swt. karena  atas kasih sayang-Nya kita telah mendapat jalan hidayah, yakni jalan Islam yang lurus. Semoga kita tetap istiqomah.

Di dalam sunnah terdapat beberapa cara mengkhitbah akhwat/ wanita, di antaranya :

  1. Lamaran melalui fihak keluarga wanita, ”Dari Urwah bahwa nabi saw melamar Aisyah kepada Abu Bakar, lalu Abu Bakar berkata, ”ssungguhnya aku adalah saudaramu.” Nabi menjawab, ”Engkau adalah saudaraku dalam agama Allah dan kitabNya dan dia halal bagiku.” (HR Bukhori)
  2. Meminang dengan berbicara langsung kepada si wanita. Dalam kitab-kitab fiqh hal ini diistilahkan dengan: ”meminang wanita dewasa langsung kepada yang bersangkutan sendiri.’ Contoh peristiwa ini adalah saat Anas bin Malik menceritakan proses khitbah ibunya, ”Abu Thalhah melamar Ummu Sulaim, lalu Ummu Sulaim berkata, ”Demi Allah, orang yang sepertimu ini tidak patut ditolak, wahai Abu Thalhah. Tetapi engkau orangkafir sedang aku wanita muslimah, dan aku tidak halal kawin denganmu.Jika engkau mau masuk Islam, maka yang demikian itu sudah cukup sebagai maskawinku, dan aku tidak meminta yang lain lagi kepadamu…” (HR Nasai)
  3. Orang tua si wanita atau kerabatnya menawarkan kepada orang-orang yang mereka ridhai Akhlak dan agamanya. Contoh peristiwa ini adalah saat Umar bin Khattob menawarkan Hafshah, putrinya yang menjadi janda karena suaminya Khunais bin Khudzafah as Sahmi wafat di Madinah. Ia menawarkannya kepada Utsman bin Affan, lalu karena Utsman menolah, ia tawarkan ke Abu Bakar. Mereka berdua menolak karena telah melihat isyarat bahwa Rasulullah menginginkannya.
  4. Pihak laki- laki melamar wanita melalui pemuka masyarakat, guru ngaji atau tokoh. Rasulullah SAW pernah menjadi perantara di mana beliau mengutus seorang shahabat datang kepada keluarga wanita untuk melamar putrinya, dan lamaran ini atas saran beliau SAW.
  5. Wanita menawarkan dirinya kepada laki-laki yang shalih, Anas berkata, ”Seorang wanita datang kepada Rasulullah saw menawarkan dirinya secara langsung seraya berkata, ”Wahai Rasulullah, apakah engkau berhasrat kepadaku?”

Sdr Erik, Ibadurrahman & Awan, sesungguhnya, permasalahan yang Anda hadapi itu sudah pernah dialami di zaman Rasul dan para sahabat. Pernikahan saat ini sering diwarnai pendahuluan berupa pilih sana-sini, coba ini-itu, lirik sana-lirik sini, dan para aktivis menyebutnya virus merah jambu. Kalau hal ini terjadi pada masyarakat yang masih awam agama, tentu dimengerti. Para aktivis islam seyogyanya membersihkan hatinya dalam hal ini; agar pilihan pertama dalam kriteria calon pasangan benar-benar semata karena agamanya, baru yang lain. Tentang bagaimana agar hati tetap bersih dan tidak terkotori nafsu, secara teknis bisa melalui perantara maupun dengan cara lain, termasuk memilih akhwat yang Anda tahu keshalihahannya secara langsung. Meskipun begitu, Anda tetap harus memperhatikan kaidah syar’i, misalnya tidak membicarakannya dengan berkhalwat (bersendirian tanpa disertai orang ketiga), seriusnya agenda pertemuan, tidak dalam kondisi yang mencurigakan dan menimbulkan fitnah.

Adapun dengan murabbi (pembina/guru mengaji), usahakanlah melakukan komunikasi yang santun dengan beliau. Bagaimanapun beliau tentu memiliki pAndangan tertentu yang didasarkan pada pengalaman dan hikmah. Dengarkanlah pendapatnya, lalu berterus teranglah bahwa Anda sudah memiliki pilihan. Melibatkan beliau sejak awal, tentu lebih baik daripada Anda melakukan segala sesuatunya sendiri dan mengundang beliau setelah undangan jadi. Ini tentu tidak baik dan akan menimbulkan prasangka yang berujung pada fitnah, kelurusan dakwah Anda dan keikhlasan niat. Demikian, semoga Anda tetap dinaungi dengan cahaya petunjuk-Nya, amiin…
Wallahu a’lam bissshawab.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Ibu Urba