Menghadapi Masalah Kawan

Assalamu’alaikum wr. wb.

Bu, ini kali ketiga saya harus menghadapi kawan dengan masalah yang hampir sama. Dulu, dua orang teman saya, seorang gadis, berhubungan dengan lelaki yang sudah bersuami. Mereka dijanjikan untuk dinikahi tanpa dimadu. Tetapi, seiring berjalannya waktu, ternyata, sang pria terus mengulur2 waktu. Salah satu teman saya akhirnya meminta putus. sedangkan, teman saya satunya, akhirnya menerima untuk dinikah siri oleh si pria. Perjalanan hubungan mereka sungguh membuat saya miris Bu. Sering berantem. Sering menangis. Saya tidak tega. Setiap kali mereka curhat, saya selalu berpihak kepada mereka. Saya tidak tega mencegah mereka untuk terus mencintai si pria, meski saya tahu itu menyakiti istri para pria tersebut.

Sekarang, ada lagi seorang kawan saya mengalami masalah serupa. Kenapa ya Bu, para pria itu selalu mau menang sendiri? Selalu saja menjanjikan mau menikahi padahal mereka tahu bahwa masih punya istri yang mungkin setia menunggu di rumah. Para lelaki itu juga bilang, hanya berat ke anak2 mereka saja, sedangkan, kalau pun istri mereka tahu hubungan gelap mereka dan meminta cerai mereka mau melakukannya? Bagaimana sikap saya kepada kawan saya Bu? apa yang harus saya sarankan kepada mereka? Jazakillah atas sarannya Bu.

Wassalamu’alaikum warohmah.

Sdr Iz yang dimuliakan Allah,
Pelajaran hidup dapat datang dari manapun, antara lain dari pengalaman sahabat kita. Semua itu adalah ilmu yang bukan berasal dari teori dalam buku, namun dari hal empiris di lapangan. Semoga pelajaran dari kisah para sahabat Anda menjadi pelajaran bagi kita semua.
Sdr Iz yang dimuliakan Allah,
Alhamdulillah, Allah menurunkan kita di dunia ini dengan syariat yang lengkap, yang adil kepada semua hambaNya, tanpa diskriminasi dan mengutamakan satu dibanding lainnya. Termasuk membedakan laki-laki dan wanita. Syariat menjamin bila ia dilaksanakan, kemuliaan dan kebahagiaan akan melingkupi pelakunya.
Pengalaman yang sudah dialami oleh teman-teman Anda, sudah membuktikan bahwa, hubungan antara laki-laki dan wanita yang tidak disertai dengan keterbukaan dan kejujuran, akan mengakibatkan kerugian bagi salah satu fihak.
Sdr Iz, manusia adalah makhluk Allah yang sempurna. Allah membekalinya dengan akal untuk membedakan baik dan buruk, Allah juga mengkaruniakan hati agar ia dekat dengan tali Allah, Allah juga membersamainya dengan hawa nafsu agar kemanusiaannya terjaga. Semua itu harus ditundukkan di jalan Allah. Bila salah satu lebih dominan dibanding yang lain, maka keseimbangan kita sebagai manusia tidak akan terjaga.
Sebagai contoh, dalam kasus teman-teman Anda, nampak bahwa godaan hawa nafsu menjadi awal semua cerita selanjutnya. Hawa nafsunya membujuk mereka untuk mencintai pria beristri dan ia tergoda dengan rayuannya. Manusia tak hanya harus menuruti perasaan ini, bukan? Jika ternyata ia adalah bola api yang panas. Maka dorongan afektif harus dikendalikan oleh daya kognitif, yakni akal; bila akalnya dioptimalkan, mestinya ia akan berhati-hati. Akal akan memberi sinyal peringatan bahwa pria itu sudah beristri, bisa jadi akan banyak problema bila ia meneruskan rasa jatuh cintanya itu dan ia tak berusaha untuk menahan atau mengendalikannya. Moralitas akan beradu dan akan menjaganya agar ia tetap berada dalam rambu-rambu syariat, jangan sampai rasa jatuh cinta menjerumuskannya untuk meninggalkan aturan Allah, seperti berpacaran, bersentuhan atau menjalin hubungan tak legal dengan seseorang yang tak aman untuk menjalin hubungan dengannya.
Dilihat dari sisi para laki-laki tersebut, memang agama tidak melarang seorang pria menikah lagi asalkan ia sanggup memikul beban-beban pernikahan, seperti memberikan nafkah dan menjaga keutuhan keluarganya. Selain itu, ia juga harus berlaku adil terhadap kedua istrinya. Kalau tidak bisa memenuhi syarat tersebut, haram hukumnya menikah lagi. Allah berfirman Aq S An Nisa:3.
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil. Maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti makan, minum, pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah. Bukan adil dalam hal kecenderungan hati yang berada di luar kemampuan manusia. Allah berfirman dalam Al Qur’an Surat An Nisa :129.
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Yang dimaksud “terkatung-katung” di sini ialah tidak berstatus istri yang masih sah dan juga tidak berstatus istri yang sudah resmi diceraikan.
Perkawinan adalah ikatan suci dan perjanjian yang kuat. Itu sebabnya ketenangan jiwa, kecintaan hati dan kasih sayang yang dasarnya moralitas adalah beberapa rukun kehidupan pasangan suami istri di dalam al Qur’an. Bila pernikahan didasari dengan kebohongan oleh salah satu fihak terhadap yang lainnya, tidak akan ada kebaikan di dalamnya.
Untuk teman-teman Iz, sarankan untuk lebih hati-hati terhadap rayuan lelaki, berlatihlah mengelola emosi karena cinta adalah rasa yang bisa dikendalikan. Sebagai seorang yang masih remaja atau pemuda, perlu selektif memilih lingkungan dan kedekatan kita dengan Allah akan mampu membimbing cinta kita ke arah yang tepat. Beri support pada yang sudah terlanjur menjadi istri kedua, agar lebih dewasa menghadapi persoalan dalam rumahtangganya. Teiring do’a Anda diberi kemudahan menjadi sahabat yang bermakna bagi mereka.
Wallahu a’lam bisshawab,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu

Bu Urba