Prasangka Buruk terhadap Suami

Assalamualaikum, Wr. Wb.

Ibu Anita yang budiman, Ibu saya senang sekali membaca jawaban-jawaban ibu atas segala problema rumah tangga yang dimuat di situs ini, sungguh menyejukkan. Karenanya saya mengirimkan cerita saya, dengan harapan yang sama.

Langsung saja ya Ibu, pernikahan kami sudah berjalan 1, 5 tahun, kami juga sudah dikaruniai seorang putra yang lucu. Dulu kami hampir tidak jadi menikah sebab calon suami tergoda dengan perempuan lain, tapi saat itu saya memang naif Bu, saya sangat mencintai dia, dan atas nama cinta itu saya berjuang jungkir balik supaya dia kembali, saya juga berdoa siang malam, sholat sunnah ini dan itu meminta kepada Allah supaya Dia mengembalikan calon suami saya

Dan saat itu saya punya janji sama Allah, bila Allah mengembalikan calon suami saya, saya akan menerima dia apa adanya dan tidak akan mengungkit sedikitpun kesalahan yang pernah dia perbuat. Akhirnya dia kembali pada saya. Delapan bulan setelah itu kami menikah.

Saya tidak pernah berpikir bahwa ternyata menjalankan janji saya kepada Allah seperti yang saya sebutkan di atas tidaklah mudah Bu. Bahkan hingga sejauh ini, saya masih tidak bisa mempercayai 100% suami saya, apalagi ia bekerja di kota lain dengan waktu tempuh 2-3 jam ke kota saya. Saya selalu berpikiran buruk terhadapnya, saya selalu berpikir bahwa dia di sana punya hubungan khusus lagi dengan perempuan lain, setiap sehabis jam kantor (saya juga kerja) saya selalu berpikir, dia sekarang ada di mana, sama siapa, dan lagi ngapain.

Pernah saya SMS dia, bertanya lagi ngapain, waktu itu sekitar jam 9 malam, dia bilang masih di kantor, masih lembur, ibu tahu apa? Saya tidak percaya. Bayangan saya dia sedang berduaan dengan perempuan lain, atau sedang telpon-telponan dengan perempuan lain.

Itulah bu, gambaran ketidakpercayaan saya terhadap suami saya, parah ya Bu? Memang pernah saya menemukan dalam print out pemakaian HP, bahwa dia masih kirim SMS dengan perempuan yang dulu itu, dan itu sungguh menyakitkan bu, itulah awal mula hancurnya lagi kepercayaan yang sudah saya bangun dengan susah payah. Waktu saya cecar, dia bilang tidak ada SMS yang khusus cuma mau ‘say hi’ itu terjadi sekitar 7 bulan yang lalu. Nah Bu, bagaimana saya bisa mempercayai dia kalau dia sendiri tidak ada itikad baik untuk dapat dipercayai. Bahkan yang paling parah di dalam otak saya ini yang ada cuma pikiran cerai, cerai dan cerai, padahal kalau hal itu terjadi saya mungkin bisa gila, naudzubillah min zalik. (Ya Allah jauhkanlah pernikahan ini dari perceraian).

Kemarin malam saya tidak tahan lagi bu, karena saya menemukan dia menyimpan sim card lain di dalam HP-nya, yang lagi-lagi saya curigai dipakai untuk berhubungan dengan perempuan lain. Saya bangunkan dia dari tidur saya cecar lagi dengan pertanyaan tentang sim card itu, dia bilang ‘saya pakai nomor sim card itu untuk berhubungan dengan rekan-rekan kerja, karena tarif untuk telepon murah sekali, sebagian besar rekan-rekan kerja pakai nomor dari provider itu’. Lantas apakah saya percaya bu? Masih tidak, bahkan sampai saya menulis ini, keraguan masih ada koq di batin saya.

Malam itu dia bilang begini bu, ‘saya mencintai ke luarga ini, saya tidak ingin ke luarga ini hancur. Tapi semua sikap kamu yang buruk sangka, keusilan kamu, membuat rasa cinta saya terhadap ke luarga ini seolah tidak dihargai. Saya sekarang masih sabar, tapi bila suatu saat kesabaran saya hilang, saya bisa menjadi tidak peduli dengan ke luarga ini, saya bisa meninggalkan ke luarga ini, ini jujur saja. Saya memang pernah berbuat salah, tapi apa pantas kalau kamu mencap saya salah terus, kamu menganggap saya tetap seperti yang dulu?’ dia bilang begitu sambil mengeluarkan air mata Bu. Duh Bu Anita, separah itukah saya? Bukankah apa yang saya lakukan adalah sebagai wujud karena saya tidak mau kehilangan dia lagi?! Koq malah jadi runyam begini?

Bu bila apa yang saya perbuat ini memang keliru. Saya mohon bantuan Ibu bagaimana mengatasi prasangka buruk itu. Dan bila ada doanya, tolong beritahu doa-doa yang perlu diamalkan. Saya juga mencintai ke luarga dan pernikahan ini, saya ingin bersama dia menjalani hidup dalam cinta sampai tua sampai mati. Saya ingin membesarkan anak(-anak) kami bersama. Dan satu keinginan besar saya, saya ingin hidup tenang. Saya tidak mau menjadi terlalu pencemburu, saya ingin menghilangkan prasangka buruk terhadap suami, saya juga ingin mengabdi kepada suami. Yang pasti saya ingin menunaikan janji saya kepada Allah itu yang utama.

Lega rasanya bisa curhat kepada Ibu, apalagi bila saya membaca advis dari Ibu nantinya. Dan tolong bantu kami dengan doa ya Bu, supaya bisa segera ke luar dari keadaan yang tidak mengenakkan ini.

Terima kasih banyak Ibu dan sukses selalu untuk Ibu.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Dekamilia

Assalammu’alikum wr. wb.

Ibu D yang sholehah,

Wah susah juga ya bu hati kita kalau selalu dipenuhi prasangka dengan suami. Bisa dibayangkan bagaimana penderitaan hati ibu karena senantiasa dibayangi perasaan cemburu. Cemburu sebenarnya baik karena bagian dari kita mencintai seseorang, namun ketika berlebihan tidak lagi menjadi ekspresi cinta tapi menjadi duri dalam hubungan kita dengan orang yang kita cintai.

Ibaratnya seperti garam dalam masakan, ketika sesuai dengan porsinya akan menambah sedap makanan yang kita makan tapi ketika berlebihan bisa menyiksa orang yang memakannya. Jika suami ibu sudah mengatakan beratnya menerima sikap cemburu ibu itu, maka itu tanda bahwa kecemburuan ibu tidak lagi memberikan rasa yang menyenangkan tapi sudah menyakitinya.

Hal tersebut berbahaya jikadibiarkan sajakarenaperasaan negatif terhadap pasangan yang dibiarkan bertumpuk memang akhirnya akan mengikis perasaan cinta yang pernah ada. Karena cinta bukanlah hal yang abadi sehingga perlu pemeliharaan untuk membuatnya tetap subur di dalam rumah tangga kita. Dan ibu yang sangat mencintai suami tentu berharap bahwa cinta suami tidak layu dan mati tapi tetap subur untuk ibu dan anak tercinta.

Untuk itu makamemang perlu usaha dari ibu untuk mengatasi kecemburuan yang melukai suami ibu. Bagaimana caranya? Mungkin banyak cara untuk atasi kecemburuan dan ibu bisa mencari tahu hal ini dengan berdialog dengan orang lain yang pernah mengalami kasus serupa dan sudah bisa mengatasinya ataupun mencari artikel dan pengetahuan tentang itu.

Di antara beragam cara yang ada maka saya mencoba membantu ibu dengan beberapa saran saya yaitu, kuatkan keimanan dan keyakinan kita kepada Allah sehingga menambah rasa tawakal kita terhadap semua yang kita miliki. Keimanan akan membuat kita tenang terhadap apa yang kita punya sekarang. Termasuk mencintai suami kita, ketika kita yakin bahwa jodoh itu sudah ditentukan dan suami kita memang jodoh kita maka tidak ada didunia ini yang dapat merebutnya tanpa izin Allah.

Kepasrahan akan membuat kita berbuat sebaik mungkin tapi berlapang dada ketika itu memang bukan milik kita. Jadi bu, mencintai suami pun perlu kepasrahan agar tidak diliputi ketakutan akan kehilangan. Jika takdir ibu bersamanya sampai akhir hayat maka yakinlah bahwa tak seorang wanitapun yang akan dapat merebutnya, namun jika tidak maka sebaik apapun usaha ibu maka tidak dapat mengembalikannya.

Dengan demikian maka hati ibupun tenang dan tak perlu selalu mengawasi suami di manapun dia berada. Cukup menjadi isteri yang baik di mana dia merasakan besarnya cinta ibu, sedangkanapa yang tidak ibu ketahui tentang beliau maka serahkanlah urusan itu kepada Allah. Jika ibu yakin memiliki Tuhan yang bisa mengabulkan semua permintaan maka berdoalah kepada-Nya agar ibulah yang menjadi pilihan terakhir suami ibu dalam membina rumah tangga. Allah memahami semua permintaan hambanya dengan bahasa apapun, jadi berdoalah dengan hati dan bahasa doa yang ibu bisa.Wallahu’lambishshawab.

Wassalammu’alaikum wr. wb.

Rr Anita W.