Suami Enggan Memenuhi Kebutuhan Keluarga Karena Istri Bekerja

 Assalamualaikum,

Bu ustadz, saya ibu dari 2 orang anak, sekarang sedang hamil anak ketiga. Saya dan suami bekerja, alhamdulilah kehidupan kami cukup. Tapi ada yang mengganjal di hati saya, suami saya tiap bulan hanya memberikan saya sebagian gajinya saja, padahal yang dia berikan itu tidak cukup untuk membiayai kebutuhan keluarga dan sekolah anak2. Kalau saya coba konsultasikan dengan suami suami selalu bilang karena ada penghasilan saya untuk memenuhi kekurangannya, pertama2 saya terima itu karena memang penghasilan suami cuma mampu ngasih segitu karena dia juga harus membayar cicilan ke bank. Tapi pada saat ini setelah suami saya cukup penghasilannya karena naik jabatan dikantornya suami masih tetep memberikan nafkah segitu dengan alasan gajinya emang sama saja walaupun naik jabatan, dan setelah cicilan ke bank ga ada pun dia enggan memberikan jatah cicilan ke bank kepada saya, padahal kalo saya liat rekening tabungannya (karena saya bisa akses internet bankingnya) tabungannya cukup besar, berarti gajinya masih sisa.Memang kebutuhan keluarga masih tetap tercukupi tapi sebagian ngambil penghasilan saya dan apabila ada kebutuhan mendadak misalnya ke dokter, membeli baju anak tetap harus dari tabungan saya. Lama kelamaan saya jengkel kenapa koq jadi saya yang harus kerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang harusnya merupakan tanggung jawab suami, suami enak2an makan ditempat2 yg enak, beli baju, membelanjakan uangnya untuk hobinya, sedangkan saya penghasilah saya harus saya atur sedemikin rupa untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan tabungan untuk masa depan anak2, sehingga saya tidak bisa memenuhi keinginan saya untuk beli baju misalnya, karena klo ingin beli baju saya harus ngambil dari jatah tabungan. Apa yang harus saya lakukan kalo saya komplen klo uang yg dia berikan ga cukup pasti jawabannya kan ada gaji kamu, jangan ditabungin aja klo mau beli baju. Terus terang lama2 saya jengkel, koq jd saya yg harus memikirkan masa depan anak2 sedangka dia hanya memikirkan dirinya sendiri. Apa yang harus saya lakukan Bu? terus terang saya bingung harus berbuat apa.

Terima kasih atas perhatiannya.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu

Ibu Rere yang semoga dicintai Allah swt.,

Banyak wanita luar biasa di dunia ini, berperan ganda bahkan multi peran, sukses sebagai istri yang dikagumi wanita lain dan menginspirasi mereka, bahkan diam-diam suaminyapun mengaguminya karena kelebihannya. Ibu Rere mempunyai kelebihan itu, punya dua anak, kini sedang hamil dan punya pekerjaan dengan gaji cukup.

Satu sisi ini karunia yang tak semua wanita mendapatkannya. Banyak wanita yang mendambakan anak namun tak kunjung mendapatkannya, banyak wanita yang ingin membantu kebutuhan rumah tangga karena penghasilan suami yang pas-pasan namun mencari pekerjaan tak gampang. Ibu diberi kemudahan itu semua, alhamdulillah….lantunkan kalimat syukur ini pada sang Maha Pemberi Rizki…semoga ditambahkan ni’matnya yang lain.

Ibu Rere yang shalihat,

Apa yang sudah Ibu lakukan pada keluarga tak akan hilang tanpa arti, semua akan menjadi tabungan Ibu di akhirat jika Ibu ikhlas dan meniatkan semua itu untuk ibadah pada Allah swt. Apakah ibu masih sangsi? Ibu yakin adanya jaza’ atau balasan berupa pahala yang akan menjadi tabungan dalam yaumil hisab nanti, kan? Memang Ibu, sepertinya ini tidak adil karena beban nafkah ini bukan tanggungjawab anda sebagai istri. Sikap suami adalah masalah lain yang harus diatasi mungkin tidak dalam waktu pendek.

Dalam jangka pendek, jika muncul perasaan yang tidak nyaman dan mengganggu Ibu, nah..ini mungkin stres sudah Anda rasakan. Mengelola stres harus dilakukan dengan cara-cara yang positif. Diskusi dengan suami, komunikasi dua arah yang mana masing-masing harus mau mendengar dan berhak didengar pendapatnya, kemudian manajemen emosi. Ibu, tumpahkan seluruh kesal dan amarah dengan hal yang positif, menangis kadang menyembuhkan dan melegakan meskipun harus diikuti dengan sikap lapang dada.

Ibu Rere yang shalihat,

Suami sebaiknya menyadari sikapnya yang salah karena tidak ma’ruf dalam masalah keuangan. Tanggungjawab suami adalah mempergauli istri dengan ma’ruf, termasuk dalam masalah sandang, pangan dan kebutuhan lain. Memang wajar jika suami juga punya kebutuhan sendiri. Namun yang tidak wajar dan tidak ahsan jika suami beli baju, makan enak di luar tanpa mengingat anak dan istri di rumah. Mungkin forum keterbukaan antar suami-istri harus dilakukan, termasuk dalam mengatur keuangan bersama, perancangan tabungan pendidikan anak, cicilan, dll.

Nah, Ibu…tingkatkan pemahaman keluarga anda pada islam, ajak suami mengikuti kajian islam untuk meningkatkan pemahaman agama. Semoga secara bertahap suami akan tercerahkan untuk menjadi suami yang sholih dan ma’ruf dalam menafkahi keluarganya. Teriring salam dan do’a untuk Ibu tetap shalihat, ya bu. Amin…

Wallahu a’lam bisshawab,

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu

Bu Urba