Intelijen NII KW IX dan Bagaimana Menyadarkan Orang Yang Terlanjur Masuk Ke Jama'ah Mereka?

Assalamu ‘alaikum wrwb

Ustadz, saya ingin bertanya seputar sepak terjang NIIKW9. Sempat heboh di antara tahun 2001-2002.

Benarkah bahwa "aliran" ini merupakan bentukan intelijen yang digunakan untuk memberangus kekuatan Islam dari dalam? Doktrin – doktrin apa sajakah yang biasa mereka gunakan dalam merekrut anggotanya dan bagaimanakah cara menyanggahnya? Bagaimanakah cara menangani orang-orang yang sudah "terlanjur" masuk kedalam jamaah mereka ataupun yang baru saja didoktrin?

Jazakumullah

Wa’alaykumsalam wr.wb. Jazakallah saudaraku Hubb yang dirahmati Allah atas pertanyaannya. Semoga masalah NII KW IX ini tidak menggetarkan semangat dan niat kita untuk berjuan menegakkan Syariat Islam di muka bumi ini.

Saudaraku, memang betul Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah IX (NII KW IX) itu sangat terkait Ponpes Al Zaytun dan memang sengaja dibentuk Intelejen. Menurut saya banyak terjadi kebohongan dari Panji Gumilang yang mengelak ketika dirinya dikaitkan dengan NII KW IX. Saya pun mengenal Panji Gumilang ketika di kampus. Kebetulan Panji Gumilang menjadi Ketua Ikatan Alumni. Beliau memiliki akses kuat terhadap NII KW IX.

Kaitan NII dengan Intelejen memang bukan isu baru. Al Chaidar, yang pernah bergabung di NII KW IX mengungkapkan, NII pimpinan Panji Gumilang adalah NII palsu dan merupakan bentukan intelijen pada tahun 1992.

Berbeda dengan Al Chaidar, Imam Supriyanto, Mantan Menteri Peningkatan Produksi Negara NII KW IX mencatat bahwa badan intelijen menghidupkan kembali NII pada tahun 1971 atau tepatnya di era kepemimpinan Ali Murtopo. Tujuannya adalah untuk kepentingan politik, pendidikan dan ekonomi.

Para pembesar NII ini mau berkolaborasi karena diiming-imingi jabatan politik dan ekonomi sehingga terus berjalan. Melalui jalur dan kebijakan Intelijen, pihak militer memberikan santunan ekonomi sebagai bentuk welfare approach (pendekatan kesejahteraan) kepada seluruh mantan "mujahid" petinggi NII yang menyerah dan memilih menjadi desertir sayap militer NII.

Selain itu tujuan lain intelejen mensusupi NII adalah sebuah bentuk program deteksi pemerintah untuk mengkonter gerakan radikalisme di Indonesia. Dan hal itu terbukti efektif. NII palsu juga dibentuk untuk meredam gerakan dan ekspansi NII asli pimpinan Kartosoewiryo. Padahal, menurut Irfan S. Awwas, yang menulis Buku Trilogi NII, menjelaskan bahwa misi NII yang diperjuangkan SM. Kartosuwiryo dan NII KW IX versi AS Panji Gumilang sangat kontradiktif: berbeda dalam tujuan, dan bertentangan secara aqidah.

NII atau DII/TII Kartosuwiryo berjuang menegakkan Negara Islam Indonesia berdasarkan Quran dan Sunnah. Sebaliknya, NII KW IX yang dipimpin AS Panji Gumilang dengan Ma’had Al-Zaytun sebagai sentral aktivitasnya, melakukan penipuan, dan pemerasan atas nama NII. Pemahaman keagamaan, dan prilaku pengikutnya yang sama sekali tidak bisa dikategorikan Islami

Doktrin NII Palsu

Berdasarkan data-data yang telah tertuang di atas dari beberapa kesaksian dan laporan para mantan pengikut Panji Gumilang, maka syirik yang diciptakan NII KW IX dalam kurun 1984 sampai sekarang adalah menyusun sistematika tauhid secara serampangan, dengan membaginya kedalam 3 substansi Tauhid, di antaranya ialah: Tauhid Rububiyyah, Tauhid Mulkiyyah, Tauhid Uluhiyyah tanpa dasar disiplin ilmu sedikit pun (sangat liar). Antara lain:

1. Menjadikan Tauhid Mulkiyyah, sebagai alat, alasan, isu (tema) sentral untuk menjadikan politik (pencapaian kekuasaan/kedaulatan) sebagai panglima dari pemikiran, kesadaran dan gerakan. Sehingga menimbulkan kerancuan, dan berakhir pada ketidak-ikhlashan, keluar dan menyebal dari disiplin ilmu yang telah baku dan standar.

Oleh komunitas NII, Tauhid Mulkiyah dijadikan isu (tema) sentral yang menekankan mutlak-absolutnya menghadirkan dan memiliki keimanan akan wajibnya mencari dan menghadirkan Kerajaan Allah serta kepemimpinan yang membawa amanat Kerajaan Allah.

Seharusnya, konsep Tauhid Mulkiyah digunakan untuk menyadarkan kepada eksistensi Rububiyatullah, sehingga yang mutlak dan wajib adalah menerima dan menjalankan kepatuhan, keta’atan dan ketundukan serta kepasrahan hanya diberikan kepada Allah semata, sebagai konsekuensi keimanan terhadap Uluhiyah Allah dalam bentuk dan wujud kesadaran Tauhid al Ibadah dan bukan Tusyrik al Ibadah. Inilah kesalahan NII dalam menerjemahkan Tauhid Mulkiyyah.

2. Meyakini –dan berusaha meyakinkan kepada jamaahnya, bahkan kepada kita semua– tentang belum berakhirnya Nubuwwah, sekaligus mendakwakan diri sebagai pemilik derajat kenabian, serta menjadikan nama-nama nabi sebagai gelar atau pangkat (jenjang kepangkatan) di lingkungan mereka, yang semata-mata dilandasi oleh kepentingan serta seleranya sendiri.

3. Meyakini kerasulan itu tidak akan berakhir selama masih ada orang yang menyampaikan da’wah Islam kepada manusia. Kesimpulan mereka, bahwa setiap orang yang menyampaikan da’wah Islam pada hakikatnya adalah rasul Allah.

4. Menciptakan ajaran dan keyakinan tentang adanya otoritas nubuwwah pada diri dan kelompok mereka dalam menerima, memahami dan menjelaskan serta melaksanakan maupun dalam memperjuangkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul SAW hingga tegaknya syari’at dan kekhalifahan di muka bumi. Dengan menetapkan doktrin (redefinisi) tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah secara serampangan serta menyesatkan, antara lain:

a. Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada Muhammad SAW untuk menata dunia secara baik dan benar menurut yang dikehendaki dan ditetapkan Allah. Dengan demikian Al-Qur’an juga sebagai Undang-undang, hukum dan tuntunan yang harus diterima dan dilaksanakan manusia. Namun dalam prakteknya bagaimana mereka mensikapi, memperlakukan ataupun memahami Al-Qur’an, maka itu terserah manusia, yakni bebas melakukan ta’wil maupun tafsir, baik ayat yang muhkam ataupun yang mutasyabihat.

b. Sedang As-Sunnah adalah perilaku Nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan Al-Qur’an yang ternyata mengikuti millah (ajaran) dan tatacara pengabdian Nabi Ibrahim As. Selain itu Nabi Muhammad juga diyakini sebagai kader Nabi Isa bin Maryam yang dididik dan dibina oleh kaum Hawary yang notabene pengikut setia Nabi Isa As atau hasil transformasi ajaran Nabi Isa As.

Kesimpulannya, Sunnah Nabi SAW itu adalah sunnah yang dijalankan para nabi dan rasul sejak dari Nabi Adam As hingga Nabi Isa As. Oleh karenanya orang beriman itu tidak boleh memisah-misahkan antara rasul yang satu dengan yang lain, dan beriman kepada Al-Qur’an yang benar itu adalah menerima seluruh ajaran yang ada dalam Al-Qur’an yang berlaku sejak Nabi Adam As hingga Nabi Muhammad SAW. Sehingga mengamalkan dan menegakkan Al-Qur’an itu adalah menegakkan sunnah para Rasul dan Nabi sejak Adam As hingga Muhammad SAW.

Berdasarkan pemahaman inilah Abu Toto mencanangkan prinsip toleransi dan perdamaian serta menyatakan adanya kebolehan dalam memahami –melakukan ta’wil dan tafsir— terhadap Al-Qur’an menurut kemampuan masing-masing orang, demikian pula kebolehan untuk men-ta’wili dan menafsiri ulang terhadap keseluruhan ayat Al-Qur’an yang berisikan berbagai perumpamaan dan kisah-kisah, dengan catatan, sepanjang itu merupakan ajaran dan sunnah para nabi sejak Adam As hingga Muhammad SAW.

Maka kerancuan pun terjadi dalam menafsiri ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan kisah atau sejarah yang pernah terjadi pada masa para nabi sebelum Rasul SAW, seperti kisah Ash-habul Kahfi, menghadapi masa paceklik di masa Nabi Yusuf, dan periodesasi Makkah-Madinah yang dapat diterapkan kembali pada masa sekarang, sekalipun hal itu sangat inkonsisten dan sama sekali tanpa argumentasi.

Hanya dengan pemahaman yang seperti itulah menurut Abu Toto AS (Abdus Salam) Panji Gumilang, perpecahan yang terjadi dalam kehidupan umat manusia bisa diatasi, tanpa harus bertentangan dan bertempur antara satu dengan lainnya. Sehingga potensi maupun energi yang dimiliki oleh setiap kelompok masyarakat atau bangsa bisa diorientasikan kepada pembangunan ekonomi dan kesejahteraan.

Menciptakan struktur (jenjang) kepangkatan dalam organisasi pergerakannya dengan menjadikan nama-nama nabi bahkan nama malaikat sebagai nama tingkat kedudukan (kepangkatan), serta meyakininya sebagai hal yang benar dan absah. Merusak keimanan dan aqidah (keikhlasan) para pengikutnya melalui pembusukan pada niat dan tujuan serta iming-iming pangkat maupun jabatan serta futuh (kemenangan) terhadap penguasa RI, dengan meyakinkan melalui doktrin, bahwa secara diam-diam sekitar 50% dari kekuatan TNI-Polri telah berpihak kepada NII KW IX sehingga pasti menang yang dalam istilah mereka merujuk kepada sebuah ayat yang berbunyi: “Nashrun minallahi wa fathun qariib.”

Bagaimana Menyelamatkan Orang Yang Sudah Terindoktrinasi NII Palsu?

Menurut Saya kekuatan doktrin NII KW IX salah satunya berasal dari intensitas pertemuan mereka. Mereka bisa berbohong demi mengamankan identitas. Maka itu langkah pertama yang bisa kita terapkan ialah memutuskan rantai itu.

Untuk melumpuhkan kuatnya doktrin, kita bisa jelaskan kekeliruan, kesesatan, dan kebohongan NII IX dengan memberikan buku-buku mengenai track record kesesatan mereka. Jelaskan kitab-kitab Ulama otoritatif sebagai rujukan dalam mendudukan permasalahan ajaran Islam, seperti Ibn Taimiyyah, Imam Ghazali, sampai Sayyid Quthb.

Setelah doktrin sesat itu sudah hilang dalam dirinya, mulailah perkenalkan ia kepada majelis-majelis ilmu yang menjelaskan Islam secara benar. Bagaimana menegakkan syariat dan Negara Islam dengan tuntunan Qur’an dan Sunnah tentu juga lewat pemahaman yang bukan asal-asalan dan malah merusak citra Islam itu sendiri seperti dilakukan NII KW IX alias NII Palsu. Allahua’lam