Berapa Bulan Sekali Kita Wajib Membayar Zakat?

Assalamu’alaikum Wr.Wb…

Ustadz kira2 berapa bulan sekali kita harus membayar zakat perusahaan? dan disalurkan kemana saja jika kita tidak sempat menyalurkan langsung sendiri? 

Wassalamu’alaikum

Wa’alaikum Salam Wr.Wb… Terima kasih bu Anisa atas pertanyaannya yang baik.

Menurut Syeikh Abdurrahman Isa dalam kitabnya “al-Mu’âmalah al-Hadîtsah Wa Ahkâmuha”, mengatakan cara pengeluaran zakat perusahaan yaitu apabila perusahaan/perdagangan telah mencapai nisab (85 gram emas) dan haul (satu tahun) sehingga dapat mengeluarkan zakatnya pada setiap akhir tahun. Dr. Yusuf Qordhowi dalam kitabnya “Fiqhu az-Zakat” menjelaskan zakat perusahaan itu bisa dilaksanakan setahun sekali atau sebulan sekali, atau berapa bulan sekali, terserah kepada kita. Sekiranya takut memberatkan kalau ditotal selama setahun, zakat bisa diangsur perbulan sekali. Al-hasil, jika ditotal setahun besar zakat yang dikeluarkan akan sama. Namun ingat, ia baru wajib mengeluarkan jika pendapatannya/keuntungannya, seandainya ditotal setahun setelah dikurangi kebutuhan-kebutuhannya selama setahun melebihi nisab. Jika tidak, tidak wajib zakat.

Para ulama peserta muktamar internasional menganalogikan zakat perusahaan kepada zakat perdagangan, karena dipandang dari aspek legal dan ekonomi kegiatan sebuah perusahaan intinya adalah berpijak pada kegiatan trading atau perdagangan. Oleh karena itu, nishabnya adalah sama dengan nishab zakat perdagangan yaitu 85 gram emas.

Dasar perhitungan zakat perdagangan adalah mengacu pada riwayat yang diterangkan oleh Abu ‘Ubaid dalam kitab al-Amwal dari Maimun bin Mihram. “Apabila telah sampai batas waktu untuk membayar zakat, perhatikanlah apa yang engkau miliki baik uang (kas) atau pun barang yang siap diperdagangkan (persediaan), kemudian nilailah dengan nilai uang. Demikian pula piutang. Kemudian hitunglah hutang-hutangmu dan kurangkanlah atas apa yang engkau miliki”.
Adapun pendistribusian zakat dapat disalurkan kepada delapan asnaf (kelompok) berdasarkan firman Allah Swt:
“ Sesungguhnya sedekah-sedekah (zakat-zakat) itu hanyalah untuk orang¬orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang di bujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak. Orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. al-Taubah/9:60).

Dari penjelasan ayat di atas, jelaslah bahwa zakat hanya boleh didistribusikan kepada delapan asnâf (kelompok), yaitu : pertama; fakir, kedua; miskin, ketiga; Amil, keempat; muallaf, kelima; ar-riqâb (budak), keenam; al-ghârimûn (orang yang berhutang), ketujuh; fi sabilillah, kedelapan; ibnu sabil.

Setiap penyaluran zakat semuanya berharap agar dapat disalurkan langsung sendiri kepada para mustahiknya (orang yang berhak menerimanya) namun model ini memiliki sisi kelemahan lebih banyak konsumtif. Penyaluran paling ideal sangat dianjurkan melalui lembaga yang amanah dan transparan baik BAZ (Badan Amil Zakat) –sebut saja BAZIS DKI dan BAZDA-BAZDA—maupun LAZ (Lembaga Amil Zakat) –sebut saja Dompet Dhuafa Republika, LAZIS Al-Azhar dsb– agar bantuan yang diberikan tidak menumpuk kepada satu orang/beberapa orang saja dan lebih berdaya lagi dengan program empowering/pendayagunaan yang efektif dan kreatif. Waallâhu A’lam. (MZ)