Konsultasi Zakat Penghasilan dalam Islam

Assalamu’alaikum WR.Wb.

Ustadz, Saya adalah seorang PNS yang penghasilan setiap bulannya sekitar Rp.2.250.000,-, dan dipotong sekitar Rp. 664.000,- utk pelunasan kredit di Bank BRI selama 4 tahun (sampai bulan Maret 2011) dan Rp. 284.000,- utk pelunasan kredit Mesin Cuci selama 9 bulan (sampai bulan Desember 2009).

Singkat kata : 1. Apakah saya harus mengelurakan zakat atas penghasilan tersebut ? sementara

                             masih banyak kebutuhan rumah tangga saya yang belum tercukupi.

                         2. Kalau memang harus dikeluarkan, apakah dikeluarkan setiap bulan / tahun ?

                             Dan bagaimana cara perhitnugannya ?

                         3. Mohon dalil atau dasar hukum yang kuat atas persoalan yang saya utarakan ini.

                         4. Terimakasih sebelumnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Abd.Karim

Ambon – Maluku

Wa’alaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaannya Bapak Abd. Karim yang baik.

Zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi pemerataan karunia Allah SWT sebagai fungsi sosial ekonomi sebagai perwujudan solidaritas sosial yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram, aman lahir bathin.

Untuk menjawab pertanyaan pertama bapak, apakah bapak harus mengeluarkan zakat atas penghasilan. Marilah kita cermati simulasi perhitungan zakatnya.

Contoh Perhitungan zakat Bapak Abd. Karim:
A. Pemasukan
Pemasukan Rp. 2.250.000,- x 12 = Rp. 27.000.000,-
Hutang
1. Rp. 664.000,- x 12 = Rp. 7.968.000,-
2. Rp. 284.000,- x 9 = Rp. 2.556.000,-
Total Hutang                                     = Rp. 10.524.000,-
Total Bersih Pendapatan:                  Rp. 16.476.000,-

B. Nishab
Nishab senilai emas 85 gram (harga emas sekarang @se-gram Rp. 300.000) = Rp. 25.500.000,-

C. Zakatkah?
Berdasarkan simulasi data pemasukan Bapak Abd. Karim tersebut (sebesar Rp. 16.476.000,-) berarti belum wajib mengeluarkan zakatnya sebab belum cukup nishabnya (85 gram emas = Rp. 25.500.000,-). Namun sangat dianjurkan untuk bersedekah.

Pertanyaan yang kedua kalau memang harus dikeluarkan, apakah dikeluarkan setiap bulan / tahun ?
Bapak Abd. Karim yang dirahmati Allah, kewajiban mengeluarkan zakat jika orang yang berzakat hartanya melebihi nishab 85 gram emas = Rp. 25.500.000,- pertahun maka ia wajib zakat 2,5%. Contoh: 2,5% x Rp. 25.500.000,- = Rp. 637.500,-. (berarti zakat yang dikeluarkan pertahun) atau Rp. 53.125,- (jika perbulan). Jika pendapatan bersih kita Rp. 50.000.000 x 2,5% = Rp. 1.250.000,-. (berarti zakat yang dikeluarkan pertahun) atau dikeluarkan Rp. 104.167,- (perbulan).

Mengenai zakat profesi apakah dikeluarkan setiap bulan atau setiap tahun, para ulama kontemporer menjelaskan membolehkan mengeluarkan zakat profesi bisa dilakukan setahun sekali atau sebulan sekali yang jelas jika ditotal pendapatan bersih melebihi nishab zakat sehingga zakat yang dikeluarkan tetap 2,5%.

Bahkan pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul (satu tahun) mengeluarkan zakat profesi, tetapi zakat profesi dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka mengqiyaskan dengan zakat pertanian yang dibayar pada setiap waktu panen. (haul: lama pengendapan harta).

Jadi, jika seorang muslim memperoleh pendapatan dari hasil usaha atau profesi tertentu, maka dia boleh mengeluarkan zakatnya langsung 2.5 % pada saat penerimaan setelah dipotong kebutuhan bulanannya atau menunggu putaran satu tahun dan dikeluarkan zakatnya bersama dengan harta benda lain yang wajib dizakati senilai 2.5 %.

Lebih jelasnya, menurut Yusuf Qardhawi perhitungan zakat profesi dibedakan menurut dua cara, yaitu:
1. Secara langsung, zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor secara langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 3.000.000 tiap bulan, maka wajib membayar zakat sebesar: 2,5% x 3.000.000 = Rp 75.000 per bulan atau Rp 900.000 per tahun.
2. Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil diterapkan bagi mereka yang penghasilannya pas-pasan. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 1.500.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap 8 bulan, maka wajib membayar zakat sebesar : 2,5% x (1.500.000 – 1.000.000) = Rp 12.500 per bulan atau Rp 150.000,- per tahun.

Adapun pertanyaan terakhir dasar hukum dalil tentang zakat (termasuk zakat profesi) yaitu berdasarkan Al-Qur’an, hadits, ijma dan qiyas. Istilah zakat dalam Al-Qur’an dapat ditemukan sebanyak 82 kali. (M. Fuadz Baqi dalam kitabnya “Al-mu’jam lialfadzil qur’an”) Ini menunjukkan hukum dasar zakat yang sangat kuat, antara lain : "Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Apapun yang diusahakan oleh dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya di sisi Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui kegiatan apapun yang kamu kerjakan". (QS Al-Baqarah (2): 110) "Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara – saudaramu seagama. Dan kami menjelaskan ayat- ayat itu bagi kaum yang mengetahui". (QS At-Taubah (9): 11) "…Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah maka beritahukanlah kepada mereka,bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih". (QS At-Taubah: 34) "…Dan makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berubah,dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan". (QS QS Al-An’am: 141) "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu…" (QS Al-Baqarah: 267) "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (QS At Taubah 103)

Adapun dasar hukum berdasarkan sunnah yaitu : "Dari Ibnu Abbas r.a ia berkata : Aku diberitahu oleh Abu Sufyan ra, lalu ia menyebutkan hadits Nabi saw, ia mengatakan : "Nabi saw menyuruh kita supaya mendirikan shalat, menunaikan zakat, silaturahmi (menghubungi keluarga) dan ifaf (yakni menahan diri dari perbuatan buruk)". (Bukhari II, 1993: 320) "Dari abu Ayyub ra. bahwasanya seseorang berkata kepada Nabi saw: "beritakanlah kepadaku amal yang dapat memasukkan saya ke surga". Ia berkata: "Apakah itu, apakah itu ?" Nabi saw bersabda: "Apakah keperluannya? kamu menyembah Allah, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, kamu mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, dan menyambung keluarga silaturahmi". (HR. Bukhari). Dari Ibnu Abbas ra, bahwasanya Nabi SAW pernah mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman,… Nabi bersabda: Sesungguhnya Allah telah memfardhukan atas mereka zakat harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka dan dikembalikan (dibagikan) kepada orang-orang fakir diantara mereka (HR Mutafaq alaih) Dari Abu Said Al Khudri ra, dari Nabi SAW,sabdanya: Tidak ada zakat bagi tanaman yang kurang dari lima wasaq, bagi unta yang kurang dari lima ekor dan bagi mata uang (perak) dibawah lima uqiah (HR Bukhari)

Ijma Ulama menyatakan bahwa orang yang menolak atau tidak melaksanakan zakat akan mendapatkan dosa atas apa yang dilakukannya. Dimana zakat merupakan sebagian dari fardhu-fardhu yang telah disepakati. Sehingga jika seseorang mengingkari kewajiban dalam menunaikan zakat tersebut, maka ia telah keluar dari agama Islam dan dianggap kafir kecuali jika seseorang yang baru masuk Islam/muallaf maka adanya keringanan dari hukuman karena ketidaktahuannya.

Dari uraian nash, hadits dan ijma di atas dapat dipahami mengenai kewajiban mengeluarkan zakat. Pemahaman ini berdasarkan pada kejelasan sighat berupa redaksi dalam bentuk fi’il amar yang berarti kewajiban/perintah dan dilalah berupa petunjuk dalil yang bersifat qothi’i. Sebab, zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia. Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu A’lam. (MZ)