Zakat Untuk Piutang

Assalamualaikum wr wb

Ustadz, saya punya 2 pertanyaan

1. Apakah kewajiban zakat juga berlaku pada harta yang berupa piutang kepada saudara yang kebetulan membutuhkan uang?

2. Misalnya saya punya investasi 25 juta, 4 dinar emas, sepeda motor (harga misal 10 jt). Apakah kewajiban zakat mal nya pada masing-masing harta itu secara terpisah ataukah digabungkan menjadi satu (Karena apabila terpisah, masing-masing belum memenuhi nishob).

Demikian pertanyaan dari saya terima kasih.

Wassalamualaikum wr wb

Wa’alaikum Salam Wr.Wb.. Terima kasih Saudara &y atas pertanyaannya yang baik.

1. Piutang adalah sesuatu harta atau uang yang dipinjam oleh debitor untuk jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan bersama. Piutang terkena kewajiban zakat jika mencapai nishab, haul, dan adanya kemungkinan bisa mengembalikan dari debitornya.

Menurut Yusuf Al-Qardhawi bahwa piutang tidak dikenai zakat sepanjang masih belum dibayarkan oleh debitor, hal itu didasarkan pada prinsip bahwa harta yang tidak likuid memang tidak dikenai zakat. Dan dalam kasus piutang yang sudah jatuh tempo tetapi belum dibayar, Syafi’iyah mewajibkan zakat juga dengan alasan bahwa piutang yang sudah jatuh tempo hukumnya sama dengan harta likuid meskipun secara aktual belum dibayarkan.

Sesuai dengan hasil majelis ikatan ulama fiqh Islam dalam konferensi II di Jeddah, Saudi Arabia, tanggal 10 – 16 Rabi’ul Akhir 1406H/22 – 28 Desember 1985 tentang “Zakat Piutang”, maka diputuskan sbb.: Pertama, zakat piutang diwajibkan kepada pemilik modal (kreditur), setiap tahun sekali, jika debitur (peminjam/saudara yang kebetulan membutuhkan uang) mampu membayar hutangnya, dan kedua, zakat diwajibkan kepada kreditur setelah piutangnya mencapai haul sejak tanggal transaksi.

Lebih jelasnya, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dalam Fatawa Az-Zakah menjelaskan piutang apabila mudah menagihnya, maka harus menzakatinya setiap kali genap setahun. Adapun jika orang yang berhutang sulit membayarnya dan tidak dapat mengambil piutang darinya, maka tidak wajib membayar zakatnya.

Jika sang pengutang adalah orang miskin yang tidak punya apa-apa sehingga ia tidak bisa melunasi hutangnya. Tentang ini, Allah menyuruh kita untuk memberikan toleransi kepadanya. Allah berfirman: "Maka, jika ia memiliki kesulitan, maka berilah ia tenggang waktu hingga ia bisa melunasimu." Q.S. Al-Baqarah: 280. Dengan demikian, jika harta kita ada di tangan orang yang keadaannya seperti itu, maka sekali lagi tidak ada kewajiban zakat.

Persoalan kemudian; Bisakah piutang macet menjadi zakat?
Dalam hal ini ada dua pendapat ulama; Pertama, menggugurkan piutang dan menghitung hal itu sebagai pembayaran zakatnya adalah tidak boleh. Karena, apabila orang yang melakukan zakat dengan cara ini adalah orang yang sudah putus asa dari mengambil/menarik kembali piutangnya yang ada di tangan orang lain. Maka, dengan cara ini seakan-akan ia telah menyerahkan sebagian hartanya sebagai zakat sehingga terbebaslah dirinya dari tanggung-jawab zakat yang seharusnya ia berikan kepada orang fakir-miskin.

Kedua, menggugurkan piutang dan menghitung hal itu sebagai pembayaran zakatnya adalah boleh, dengan catatan harus dilakukan terlebih dahulu memberi tempo kepada orang yang berhutang hingga mereka memiliki kelebihan rizqi lalu melunasi hutang mereka itu. Maka, di saat itulah jika ia ingin memberikan zakatnya kepada orang fakir atau mengembalikan lagi kepada mereka untuk mengurangi hutangnya, maka hal itu boleh. Sebagai mana menurut sebagian ulama –diantaranya Al Hasan Al Basri, ‘Atha’ dan Ibnu Hazm lihat Al-Muhalla, 5/105—yaitu membolehkan membayar zakat dengan piutang, artinya jika seseorang mempunyai piutang pada orang lain sementara orang tersebut susah hidup, maka boleh piutang tersebut dibebaskan sebagai zakat yang dibayarkan kepada orang tersebut karena demikian itu sama halnya membayar zakat kepada orang yang sedang membutuhkan.

2. Rasulullah saw bersabda:
"Tidak ada ganda dalam zakat". (H.R. Bukhari dan Muslim)

Apabila harta setelah disatukan sudah mencapai nishab maka tentu saja wajib dikeluarkan zakatnya. Dalam sebuah hadits sahih riwayat Imam Bukhari menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Tidak boleh disatukan antara dua harta yang terpisah dan tidak boleh dipisahkan antara dua harta yang bergabung karena takut mengeluarkan zakat”. Meskipun hadits tersebut berbicara tentang syirkah (usaha bersama), boleh juga diterapkan dalam harta kita. Hal ini untuk menghindari terjadinya double zakat dalam mengeluarkannya. Jika harta kita telah sampai pada nisabnya, maka keluarkanlah zakatnya.

Firman Allah:
“Dan tegakkanlah shalat, dan tunaikanlah zakat.” Q.S. Al-Baqarah (2): 110. , “Dan jika mereka bertaubat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, maka mereka sudah menjadi saudara-saudara kalian dalam agama Islam ini.” Q.S. Al-Taubah (9): 11

Menurut Dr. Husein Sahata– Pakar Ekonomi Islam Mesir — dalam kitabnya Dalil Hisâb al-Zakât, prinsip penggabungan harta kekayaan yang sejenis diiperbolehkan menggabungkan 2 (atau lebih) macam kekayaan dari jenis yang sama. Seperti zakat profesi dengan barang dagangan, atau rental. Dan tidak boleh melakukan penggabungan harta kekayaan yang berlainan jenis, misalnya hewan ternak digabung dengan barang dagangan atau hasil pertanian dan buah-buahan yang berbeda nishabnya masing-masing.

Menurut ulama fiqih zakat ada yang dapat digabungkan dan ada juga yang dipisah.
Kalau motor tidak ada zakat, sebab sebagai kendaraan yang dipakai aktivitas pribadi sehari-hari, kecuali kalau motor tersebut dijual (sebesar Rp. 10 juta), maka perhitungan zakatnya bisa digabungkan dengan investasi yang lainnya. Adapun investasi 25 juta, dan 4 dinar emas dapat dijadikan satu yaitu dengan qias simpanan yang wajib dikeluarkan zakatnya.

Investasi diwajibkan berzakat dengan syarat cukup nishab dan sudah haul. "Bila engkau memiliki 20 dinar emas (simpanan, tabungan, investasi) dan sudah mencapai satu tahun maka zakatnya setengah dinar (2,5%)". (HR Ahmad). Bahkan Rasulullah mengecam bagi orang yang enggan berzakat sebagaimana dalam sabdanya: “Tiadalah bagi pemilik simpanan (investasi) yang tidak menunaikan zakatnya, kecuali dibakar diatasnya di neraka jahanam” (HR. Bukhori)

Adapun Perhitungan zakat Saudara & d dapat dicermati sebagai berikut:
A. Investasi
– investasi dalam bentuk tabungan Rp. 25.000.000,-
– investasi 4 dinar emas,- @asumsi 1 dinar Rp. 1300.000 X 4 = Rp. 5.200.000
Total Investasi: Rp. 32.000.000,-

B. Nishab
Nishab senilai emas 85 gram (harga emas sekarang @se-gram Rp. 300.000) = Rp. 25.500.000,-

C. Zakatkah?
Berdasarkan simulasi data Saudara & d tersebut (sebesar Rp. 32.000.000,-) berarti saudara wajib mengeluarkan zakat 2,5% x Rp. 32.000.000,- = Rp. 800.000,- sebab sudah melebihi nishabnya (85 gram emas = Rp. 25.500.000,-).

Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu A’lam.

Muhammad Zen, MA