Makan Bersama Keluarga Non-Muslim

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Semoga pak ustadz terus dipimpin oleh hidayah dan taufiq dari Alllah untuk menjawab segala permasalahan ummat.

Saya baru masuk Islam sekitar satu tahun yang lalu dan keputusan itu saya buat tanpa pengetahuan keluarga saya. Mereka sangat kecewa apabila mengetahui bahawa saya telah tukar agama, tapi setelah saya jelaskan sebab saya memilih Islam dan keyakinan saya padanya, mereka menerima keputusan saya dan malah sangat senang menerima saya di rumah.

Masalahnya ialah keluarga saya biasa makan babi. Memang mereka mengetahui keharaman babi bagi umat Islam dan tidak pernah menghidangkannya di hadapan saya tapi saya khawatir tentang penggunaan bekas makan dan minum yang digunakan apabila makan bersama mereka.

Apakah ada keringanan untuk saya menggunakan bekas makanan dan minuman yang telah mereka gunakan?

Apakah saya perlu membasuh bekas makanan sebanyak tujuh kali jika saya ingin menggunakannya.?

Apakah perlu untuk saya memiliki satu set bekas makanan dan minuman untuk saya seorang?

Bagaimana pula dengan perkakas memasak seperti periuk, kuali dan lain-lain?

Saya sangat khawatir kalau batas-batas ini menyusahkan mereka dan melonggarkan hubungan saya dengan keluarga. Sebab itu selama ini, saya makan dan minum saja dengan bekas yang mereka gunakan.

Mohon penjelasan yang seksama dari pak ustadz. Sekiranya perlu ada batasan bagaimanakah cara terbaik untuk saya jelaskan pada keluarga saya?

Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Kami ucapkan selamat datang di dalam hidayat dan petunjuk. Sungguh anda telah sukses menetapkan pilihan. Tidak semua orang mendapat hidayah seperti yang anda terima. Tentunya semua itu perlu disyukuri.

Terkait dengan hubungan anda dengan keluarga anda yang masih belum menganut agama Islam, kami sarankan sebaiknya anda tetap bermuamalah yang baik dengan mereka. Islam tidak mengajarkan anda harus memusuhi keluarga anda sendiri, hanya karenaberbeda keyakinan.

Anda tetap bisa berbakti kepada kedua orang tua, beramal shalih kepada kakak dan adik serta anggota keluarga lainnya. Dan untuk semua yang anda lakukan, anda tetap akan mendapat pahala dari Allah SWT. Jangankan kepada keluarga yang non muslim, bahkan anda memberi minum seekor anjing kehausan pun akan dibalas dengan pahala dari Allah SWT.

Bahkan kami menilai bahwa anda punya kesempatan untuk meraih pahala yang jauh lebih besar lagi. Dan kesempatan itu ada persis di depan hidung anda. Yaitu menjadi duta Islam di tengah keluarga anda sendiri.

Siapa tahu dengan misi mulia ini, Allah SWT berkehendak untuk memberi petunjuk kepada mereka. Kita tidak perlu memaksa, tetapi berusaha kan boleh. Siapa tahu usaha kita dihargai Allah dalam bentuk kongkrit, misalnya dengan tertariknya mereka masuk Islam. Atau minimal tidak memandang Islam dengan cara yang salah.

Untuk itu, tugas di pundak anda memang agak istimewa. Karena anda dituntut untuk menampilkan performa seorang muslim yang memang seharusnya rahmatan lil-‘alamin.

Bukankah Rasulullah SAW diutus untuk menyempurnakan akhlaq?

Maka tampilkan akhlaq anda yang paling mulia. ‘Beli’ lah simpati mereka dengan kejujuran, ketulusan hati, keikhlasan, pengorbanan, pertolongan yang tanpa pamrih serta wajah yang menyejukkan.

Kita tidak diperintahkan untuk berkeras hati kepada keluarga sendiri, meski mereka masih belum mendapat hidayah. Apalagi kalau kita mengingat bahwa hidayah urusan Allah SWT. Jangankan anda, bahkan seorang nabi Muhammad SAW pun tidak berhasil memberi hidayat kepada pamannya sendiri, Abu Thalib. Padahal semua jalur dan jalan sudah diupayakan, tetapi hidayah adalah urusan Allah.

Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.(QS.Al-Qashash: 56)

Namun kita tetap diwajibkan untuk berbaik-baik dengan mereka, sesuai firman Allah SWT:

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.(QS. Ali Imran: 159)

Salah satu rahasia sukses dakwah nabi Muhammad SAW adalah perasaan orang-orang kafir yang tersanjung oleh adanya dakwah itu, bahkan meski mereka belum tentu mau masuk Islam. Tetapi penghargaan nabi SAW kepada mereka sangat membuat mereka merasa dihormati, dihargai dan dimanusiakan.

Barangkali pada sisi ini kita perlu belajar lebih banyak lagi. Misalnya, bagaimana beliau SAW tetap memberi daging kepada tetangganya yang non muslim ketika menyembelih kambing. Atau ketika beliau memberikan harta dari baitulmal kepada para pemimpin kabilah musyrikin, agar mereka senang dan menghentikan permusuhan kepada beliau.

Bayangkan betapa kaum musyrikin Makkah masih mempercayakan penitipan harta mereka di tangan Rasulullah SAW, padahal hari itu adalah hari terakhir beliau SAW berada di Makkah menjelang hijrah ke Madinah.

Renungkan ketika beliau menulis surat kepada para raja dunia dan menjamin bahwa kekuasaan dan kerajaan mereka akan tetap utuh.

Semua itu menunjukkan bahwa Islam sangat dikagumi bukan hanya oleh umatnya, tetapi oleh pemeluk agama lain, bahkan oleh kalangan yang memusuhinya.

Sekarang, tinggal anda memainkan peranan itu.

Najis Babi pada Alat Makan

Memang benar bahwa babi termasuk najis mughollazhah (berat). Tidak bisa disucikan kecuali dengan cara mencuci bekas najis itu dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.

Namunketahuilah bahwa sesungguhnya keluarga anda itu pun pada dasarnya diharamkan memakannya. Sayangnya, para pemuka agama mereka telah melakukan penyimpangan ajaran, sehingga seolah-olah agama mereka menghalalkan babi. Padahal, semua agama yang Allah turunkan telah mengharamkan babi.

Jadi pada dasarnya anda tidak perlu merasa harus terlalu bersalah, ketika anda tidak makan babi di tengah keluarga anda. Bahkan seharusnya, mereka lah yang merasa bersalah, karena telah melanggar agama mereka sendiri.

Namun lepas dari masalah ini, ada baiknya bila anda juga tetap menjaga perasaan mereka. Anda tidak perlu secara demonstratif menunjukkan kebencian dan ketidak-sukaan anda kepada mereka.

Kalau anda tidak ingin makan dari alat-alat makan yang mungkin masih terkena najis babi, maka cobalah anda punya alat makan sendiri. Di mana anda yakin bahwa alat makan pribadi anda itu tidak tercemar dengan najis babi.

Tetapi sekali lagi, lakukanlah semua itu dengan sopan tanpa harus menunjukkan perbedaan sikap.

Bahkan tidak salah kalau anda sesekali ikut membantu urusan dapur, misalnya anda ikut mencuci semua alat makan. Dan karena anda yang mengerjakannya, anda bisa melakukannya dengan ritual pensucian, yaitu 7 kali dan salah satunya dengan tanah.

Tapi sekali lagi, lakukan tanpa harus menimbulkan ketersinggungan di hati keluarga anda. Semoga Allah membalas anda dengan pahala yang besar di hari akhir kelak, amin.

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc