Sasaran dan Karakteristik Dakwah Ikhwan

Karakter Pertama: Ikatan Keimanan yang Kuat dalam Dakwah yang Dibangun di atas Ukhuwwah

HAL ini yang pernah disebutkan oleh Ustadz Hasan al-Banna rahimahullah dalam rukun kesembilan:

“Yang dimaksud dengan ukhuwah adalah, perpaduan hati dan ruh dengan aqidah. Aqidah merupakan tali pengikat yang paling kuat dan tinggi. Ukhuwwah adalah pasangan iman, sedangkan berpecah belah (tafarruq) adalah pasangan kekufuran. Kekuatan paling utama berpangkal pada kekuatan persatuan (quwwatul wihdah)."

Persatuan takkan terwujud tanpa rasa cinta. Tingkat cinta yang paling rendah adalah kedamaian hati (salamatu shadr), dan yang paling tinggi adalah mendudukkan orang lain lebih tinggi dari sendiri (itsar).

Allah swt. berfirman:

"Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin), dan mereka mengutamakan (orang- orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. al-Hasyr: 9).

Seorang ikhwan sejati memandang saudaranya lebih utama dari dirinya. Sebab, jika ia tidak berbuat demikian maka saudaranya yang lain pun tidak memandangnya lebih utama dari dirinya. Bila mereka tidak memandang dirinya lebih utama, maka ia tidak akan memandang mereka lebih utama.

“Sesungguhnya serigala hanya akan memangsa kambing yang memisahkan diri dari kelompoknya.” (Dikeluarkan oleh Ahmad (5/196;4/446); Abu Daud (548), Nasa’i (2/82-83). Dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)

“Dan orang-orang mu’minin dan mu’minat masing-masing mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian lainnya. Memerintahkan pada yang ma’ruf dan melarang yang mungkar.” (QS. at-Taubah: 71).

Ikhwan bersandar pada sesuatu yang dapat menjadikan ukhuwwah itu dapat lestari, yakni melalui sikap ta’at kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Tak ada yang dapat memelihara ukhuwwah sebagaimana pemeliharaan sikap ta’at kepada Allah dan menjauh dari semua kema’shiatan kepada-Nya. Ukhuwwah yang berdiri di atas taqwa akan terus berlaku baik di dunia hingga akhirat.

"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa." (QS. az- Zukhruf: 67)

Dan tak ada yang dapat memelihara ukhuwwah dari kehancuran sebagaimana keampuhan perisai iman dan amal shalih.

Allah swt. berfirman, “…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh, dan amat sedikitlah mereka ini…” (QS. Shad: 24)

Karena itulah, Iblis la’natullah tidak menyukai mekarnya rasa cinta dan ukhuwwah di antara para juru da’wah. Iblis selalu berupaya menyulut perselisihan antar mereka. Seorang Ikhwan hendaknya selalu berkata yang paling baik, dan perbedaan pendapat di antara mereka hendaknya tidak merusak wujud rasa kasih dan cinta antar-mereka.

Karakter Kedua: Ikatan Organisasi (Tanzhim) yang Kokoh Dibangun di atas Rasa Percaya (Tsiqah)

Inilah ikatan yang pernah diterangkan oleh Ustadz al-Banna rahimahullah dalam rukun kesepuluh:

"Yang dimaksud dengan tsiqah adalah ketenangan hati seorang jundi (prajurit) kepada pimpinannya dalam hal kemampuan dan keikhlasannya. Sebuah ketenangan yang dalam hingga menghasilkan rasa cinta, penghargaan, penghormatan dan ketaatan."

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. an-Nisaa: 65)

Pemimpin adalah bagian dari da’wah. Tak ada da’wah tanpa pemimpin. Tingkat tsiqah secara timbal balik antara pemimpin dan jundi, adalah parameter kekuatan organisasi sebuah jama’ah, kekuatan strategi, kesuksesannya dalam mencapai tujuan dan dapat mengalahkan semua kendala dan kesulitan yang menghalangi jama’ah mencapai tujuannya.

"Dan orang-orang yang beriman berkata, "Mengapa tiada diturunkan suatu surat?" Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka. Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad:20-21)

Beberapa Kesalahan dalam Membangun Tsiqah

  1. Pemimpin yang menuntut tsiqah dari para anggotanya, tanpa disertai penunaian mahar tsiqah itu sendiri.

    Tsiqah terhadap pimpinan takkan terwujud melalui tuntutan belaka, tapi melalui perasaan yang tumbuh dalam diri jundi tentang kemampuan pemimpinnya, kelayakannya, kebijaksanaannya, yang diperoleh melalui sentuhan hubungan secara langsung, beramal dan melalui sikap-sikap harian pemimpinnya. Inilah yang dimaksud dengan mahar tsiqah. 

  2. Pemimpin yang tak mampu menanam, memelihara dan membangun rasa tsiqah.

    Semakin banyak ia berhubungan dengan anggota, semakin lemah rasa tsiqah anggota kepadanya. Kondisi ini dapat terjadi, baik lantaran ketidaktahuan pemimpin tentang cara berinteraksi
    dengan jiwa manusia, karena kelalaiannya, atau karena ia tidak dapat membina orang-orang yang ada di sekelilingnya dan tidak mampu menjalin hubungan dengan mereka.

Beberapa hal yang dapat membantu tumbuhnya rasa tsiqah:

  1. Tidak terburu memvonis salah seorang anggota jama’ah secara tidak hak.
  2. Perasaan setiap anggota dalam harakah tentang kebenaran sebuah kebijakan dan tindakan pimpinan. Karenanya, setiap kebijakan dari pimpinan harus disertai latar belakarang atau
    alasan, terkecuali dalam kondisi darurat menyangkut keamanan jama’ah (amniyah).

(Buku Ikhwanul Muslimin; Deskripsi, Jawaban Tuduhan, dan Harapan Oleh Syaikh Jasim Muhalhil)