Hukum Waris Islam tidak Memiliki Keadilan?

Assalamualaikum wr. wb.

Selamat siang bapak ustadz. Nama saya Nurwahyu, saya sekeluarga sedang menghadapi masalah tentang waris. Ada beberapa pertanyaan yang akan saya ajukan, dengan situasi dan kondisi sebagai berikut: 1961 kakak saya mendapat hibah tanah dari kakek saya, 1987 kakak saya wafat dengan meninggalkan isteri dan 3 orang puteri, 1993 ayah kami wafat, dan 1999 ibu kami wafat.

Pertanyaannya:

1. Apakah status tanah hibah tersebut harusnya kembali kepada ayah kami?
2. Apakah dengan kondisi di atas, kakak saya masih berhak mendapat waris?
3. Apakah ahli waris dari kakak saya dapat menjadi ahli waris pengganti? 4. Apakah benar bahwa ketiga puteri kakak saya terhijab oleh pamannya?
5. Adakah dalam Al-Quran dan Hadits yang menyatakan bahwa kakak saya tidak berhak mewaris? Mati waris kata orang Betawi.
6. Jika memang kakak saya tidak lagi berhak mewaris, bagaimana dengan kompilasi hukum Islam pasal 185 (Bab Waris)?

Pertanyaan ini saya ajukan, karena saya dilaporkan sebagai pemberi keterangan palsu di hadapan pengadilan agama, karena saya tidak mencantumkan nama kakak saya sebagai salah satu ahli waris. Saya menjadi prihatin dengan hukum waris Islam yang sudah dianggap tidak memiliki keadilan. Ustadz dapat memberikan petunjuk dan solusi yang terbaik bagi kami sekeluarga.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

1. Harta yang diterima kakak anda sebagai hibah dari sang kakek, atau dari siapa pun, merupakan harta milik kakak sepenuhnya. Sama statusnya dengan harta yang didapat dari bekerja dengan keringatnya. Tidak boleh diganggu gugat lagi semenjak dia menerima hibah itu dari kakek.

Tanah yang telah dimilikinya tidak berpindah semuanya kepada ayah anda, namun kepada ahli waris kakak anda. Dan dalam jajaran ahli waris kakak anda, ayah anda termasuk salah satu yang menerima bagian sebesar 1/6 bagian saja. Isteri kakak anda mendapat 1/8 bagian. Lalu sisanya menjadi hak anak-anaknya.

2. Kakak anda memang tidak mendapat warisan dari ayah atau dari ibu anda. Tapi alasannya bukan karena pernah menerima hibah dari kakek. Alasannya karena beliau wafat terlebih dahulu dari ayah atau ibunya.

Sebagaimana sudah menjadi ketetapan bahwa dalam syarat terjadinya pemberian warisan, pihak yang memberi warisan (al-muwarrits) harus sudah wafat dan pihak yang mendapat warisan (al-warist) harus masih hidup.

Isteri dan anak-anak kakak anda tidak mendapat warisan dari harta ayah dan ibu. Sebab posisi isteri kakak anda dari ayah atau dari ibu adalah sebagai menantu. Dan menantu tidak pernah ada dalam sejarah orang yang menerima warisan. Sedangkan posisi anak-anak kakak terhadap ayah atau ibu anda adalah sebagai cucu yang terhijab, lantaran almarhum dan almarhumah punya anak, yaitu anda dan saudara-saudara anda.

Namun demi keadilan dan kerukunan, dalam kasus seperti ini, ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan.

  • Pertama, hakim mewajibkan kepada ayah atau ibu anda untuk membuat wasiat. Intinya, bila mereka wafat, mereka mewasiatkan agar cucu-cucu mereka diberikan bagian dari harta yang mereka tinggalkan. Dalam sistem hukum warisan di Mesir dan Suriah, cara ini diistilahkan dengan wasyiah wajibah.
  • Kedua, bisa juga anda dan saudara-saudara anda bersepakat untuk bersedekah dan membagi keponaan anda bagian dari harta. Sebab mereka sebenarnya juga masih keluarga, yang disebut dengan istilah dzawil arham, atau juga anak yatim atau juga bisa dikategorikan fakir miskin.

3. Ahli waris kakak anda tidak bisa menjadi pengganti posisi ayahnya sebagai penerima waris.

4. Benar, anak-anak kakak anda terhijab dengan adanya paman-pamannya. Kami sudah jelaskan di pada jawaban nomor dua.

5. Sudah dijelaskan.

6. Kompilasi hukum Islam di Indonesia masih rancu. Namanya saja kompilasi, pastilah banyak problem. Apalagi pelaksana dan aparat hukumnya termasuk orang awam terhadap ilmu syariah, maka akan semakin tidak karuan saja.

Tapi kalau mereka pernah belajar syariah, minimal pernah ngaji kitab fiqih, perkara seperti itu bukan hal yang aneh lagi. Yang namanya orang sudah meninggal, tidak mendapat warisan dari orang yang meninggalnya belakangan. Dan tidak ada istilah perwakilan dalam menerima warisan.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.