Malu

Ustadz Samson Rahman

Timbulnya kerusakan di dunia yang menimpa berbagai negeri adalah karena susut atau menipis dan hilangnya rasa malu. Banyak manusia yang kehilangan rasa malunya untuk melakukan dosa secara terbuka yang dengan gampang bisa disaksikan oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Banyak penguasa dengan kentara melakukan tindakan korup, zhalim dan durjana pada rakyatnya, mengekang kebebasan dan kemerdekaan mereka. Memakan harta kekayaan rakyatnya, tanpa malu.

Banyak wanita yang menamakannya dirinya selebriti yang dengan tanpa malu mengumbar auratnya dibiarkan tersingkap yang membuat orang yang sehat akal dan bening hati dan nuraninya merasa malu dan risih. Banyak orang yang dengan sengaja membuat situs-situs porno dengan gambar-gambar tak senonoh yang juga membuat orang yang masih waras miris dan marah. Banyak lelaki yang selingkuh dengan wanita lain yang menjadi kabar dan berita, namun dia menanggapinya tanpa rasa malu. Ada anggota dewan yang (tidak) terhormat secara kolektif menjarah harta negara atas nama kepentingan partai dan kelompoknya.

Malu adalah rasa segan dan ketakutan yang muncul dalam diri seseorang apabila kelakukan buruknya diketahui oleh orang lain. Sesungguhnya orang yang kehilangan rasa malunya laksana kehilangan air kehidupannya. Malu adalah sebuah sifat yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkannya untuk meninggalkan semua prilaku buruk dan mencegahnya dari melakukan perbuatan-perbuatan hina dan tak bermakna.

Rasulullah SAW menempatkan malu sebagai salah satu cabang iman dalam sabdanya yang sangat terkenal: "Iman itu ada enam puluh lebih cabang, dan malu adalah salah satu cabangnya." (HR. Bukhari)

Rasulullah SAW juga memerintahkan kepada kita agar benar-benar menjaga rasa malu kepada Allah SWT agar jalan lapang menuju surga menjadi mudah. Jalan menuju surga akan terhambat kalau rasa malu tidak menjadi hiasan hidup kita dan sirna dalam kehidupan keseharian kita. Rasulullah SAW bersabda:

اسْتَحْيُوا مِنَ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ ، احْفَظُوا الرَّأْسَ وَمَا حَوَى ، وَالْبَطْنَ وَمَا وَعَى، وَاذْكُرُوا الْمَوْتَ وَالْبِلَى، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ كَانَ ثَوَابُهُ جَنَّةَ الْمَأْوَى

"Malulah pada Allah SWT dengan rasa malu yang sesungguhnya: Jagalah kepala dan apa yang ada padanya, jagalah perut dan apa yang dikandungnya. Ingatlah kematian dan ujian. Maka barangsiapa yang melakukan itu balasannya adalah Surga Ma’wa." (HR. Ath-Thabrani)

Menjaga kepala dan apa yang dikandungnya adengan cara tidak mendengarkan hal-hal yang haram, seperti ghibah, gosip dan rumor picisan yang hanya membuang-buang waktu. Sedangkan menjaga perut adalah dengan mensyukuri nikmat Allah SWT dan senantiasa meniti sunnahnya dan senantiasa memakan makanan yang halal dan senantisa ingat akan kematian yang pasti datang tanpa disangka.

Orang yang memiliki rasa malu pasti memfungsikan semua organ tubuhnya untuk kebaikan dirinya di dunia dan akhirat. Dan untuk menjadikannya taqarrub kepada Sang Mahadekat.

الْحَيَاءُ زِينَةٌ وَالتُّقَى كَرَمٌ وَخَيْرُ الْمَرْكَبِ الصَّبْرُ وَانْتِظَارُ الْفَرَجِ مِنَ اللَّهِ عِبَادَةٌ

"Malu itu adalah hiasan diri yang indah, takwa adalah kemuliaan, dan sebaik-baik kendaraan adalah sabar sedangkan menunggu jalan keluar dari Allah SWT adalah ibadah." (HR. Hakim al-Tirmidzi)

Sesungguhnya barang siapa yang tidak memiliki rasa malu, dia telah kehilangan imannya, karena sebenarnya orang-orang yang beriman pastilah memiliki rasa malu. Dia pasti malu untuk foya-foya dalam kehidupannya di dunia, malu untuk berdusta pada anak-anak bangsanya, malu untuk menipu sesamanya, malu untuk mengatakan sesuatu yang dia sendiri tidak pernah berniat untuk melakukannya. Sebagaimana disebutkan Rasulullah SAW: "Malu dan keimanan itu senantiasa berbarengan. Maka apabila salah satunya diangkat, yang lain akan dicabut pula." (HR. Muslim)

Hilangnya rasa malu yang membuat seorang pejabat berjanji lalu ingkar janji, mengganyang anggaran negara demi perut sendiri dan anak isteri, memelintir undang-undang untuk mendapatkan uang yang haram.

Padahal andaikata mereka malu untuk melakukan pekerjaan yang hanya akan merendahkan dirinya sendiri itu, maka kebaikan-kebaikan yang berlimpah-limpah akan datang menyambanginya. Kebaikan-kebaikan akan terus mengalir baik pada diri, keluarga, sanak famili dan mungkin kelompok dan partainya. Sayangnya mereka tidak sadar dan bahkan mungkin tidak tahu bahwa ada jaminan pasti dari Rasulullah SAW bahwa:

الْحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّه

"Malu itu semuanya baik." (HR. Bukhari Muslim)

Orang-orang yang minim rasa malunya adalah sebagai gambaran past i bahwa agamanya juga tipis, sisi-sisi religiusitasnya juga kecil volumenya. Sebagaimana Rasulullah SAW sabdakan:

قِلَّةُ الحَيَاءُ مِنْ قِلَّةِ الدِّيْنِ

"Minimnya rasa malu menunjukkan mimimnya agama." (HR. Hakim, Tirmidzi)

Sesungguhnya rasa malu itu adalah sebuah sifat berani yang ada dalam hati untuk tidak tercebur dalam maksiat. Sebab orang yang memiliki rasa malu pastilah orang yang jujur pada dirinya, pada rakyat dan bangsanya. Sebab dusta adalah sebuah sifat yang memalukan yang tidak mungkin dilakukan oleh orang-orang yang memiliki rasa malu. Orang yang memiliki rasa malu tidaklah mungkin untuk berlaku khianat karena khianat adalah sifat yang pasti dihindari oleh orang-orang yang memiliki rasa malu.

Malu itu bukan sifat negatif atau sifat lemah, dia adalah sikap berani. Orang yang memiliki rasa malu adalah orang yang paling berani dan paling galak untuk mempertahankan kebenaran. Dia tidak akan pernah surut untuk menjadi tameng kebenaran walaupun banyak orang yang mencelanya. Dia tidak akan takut untuk menjadi martir kebenaran walaupun demikian banyak tantangan dan rintangan. Perlu disadari oleh kita semua bahwa membela kebenaran sama sekali tidak berbenturan dengan sifat malu. Bahkan sebaliknya orang-orang yang memiliki rasa malu dengan volume yang memadai akan semakin kuat pembelaannya pada kebenaran.

Seorang yang memiliki rasa malu, bukan saja akan melakukan kebaikan di tempat-tempat terbuka namun dia juga akan melakukan kebaikan dimanapun dia berada. Dia akan malu melakukan kejahatan walau tidak ada seorangpun yang menatapnya, karena dia yakin bahwa Sang Mahasegala dan Mahamelihat itu pasti sedang menyorot tajam apa yang dilakukannya.

Rasa malu kita kepada Allah SWT akan terus terjaga apabila kita menyadari tiga hal berikut: Pertama, senantiasa merasakan kebaikan Allah SWT kepada kita, namun sering kali kita berbuat buruk dan durjana pada-Nya. Kedua, menyadari sepenuhnya bahwa mata Allah SWT demikian awas menyoroti kita dimanapun kita berada. Ketiga, hendaknya kita semua merasakan apa yang akan kita katakan tatkala kita berada di hadapan Allah SWT di hari pertanggungjawaban di akhirat kelak, tatkala tidak terlewat sekecil apapun dosa yang kita lakukan.

Maka latihlah diri kita untuk malu ketika mendengar ghibah, mengungkap aib tetangga, untuk tidak berkata jujur setiap waktu, berkata jorok dan kotor, untuk dengki pada sesama, malu untuk congkak dan sombong, malu untuk makan makanan haram, untuk tidak mengingat kematian setiap saat, malu untuk tidak berbuat baik pada sesama, untuk tidak menjaga pandangan mata dari yang haram, malu mengangkat suara keras, malu untuk tidak marah tatkala melihat kemungkaran, malu untuk tertawa terbahak-bahak di saat manusia lain menangis sesenggukan.

Malu saat ini sangat urgen dimiliki oleh para elit dan penguasa agar mereka tak menginjak-injak harkat dan martabat rakyatnya sendiri, merampok harta bangsanya sendiri. Malu saat ini sangatlah urgen untuk dimiliki bangsa ini yang tercabik oleh kepentingan-kepentingan sempit yang hanya menjepit bangsa sendiri.

Kita butuh pemimpin peminpin yang malu untuk korupsi dan manipulasi! Mengkhianati anak negeri sendiri!