Hukum Mahar yang Masih Hutang

Assalamualaikum wr. wb.

Uztadz yang saya hormati. Kemarin saya sudah menulis pertanyaan seputar mahar, namun saya belum melihat jawabannya, dan kali ini saya ingin mengajukan pertanyaan yang sama, dan saya harap surat saya kali ini mendapat respon. Terima kasih sebelumnya.

Uztadz, bagaimana hukumnya mahar yang masih hutang? Apakah ada jangka waktu pelunasannya?

Lalu bagaimana jika mahar itu adalah hutang pribadi terhadap isteri, maksud saya, jika ketika di dalam akad nanti dikatakan "tunai" (karena memang ada barangnya/maharnya), namun ternyata uang yang dipakai untuk membeli mahar itu adalah uang si calon mempelai wanita yang dipinjamkan kepada sang calon suami. Bagaimanakah hukumnya? Apakah tetap di ijab-qabul walimah dikatakan hutang? Lalu jika dikatakan tunai, apakah sah pernikahan tersebut?

Dan kalau ustadz tidak keberatan saya ingin tahu dalil-dalil tentang mahar.

Saya harap, saya bisa mendapatkan jawaban secepatnya dari ustadz. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih. Jazzakallah khairan khatsiran.

Wassalamu’alaikum,

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Jangka waktu pembayaran hutang mahar tidak punya masa yang baku. Semua bergantung pada kesepakatan antara suami dan isteri. Bisa saja setahun, lima tahun, sepuluh tahun bahkan sepanjang hayat hingga wafat. Maka hutang itu menjadi tanggungan ahli warisnya.

Atau boleh saja kemudian pihak isteri membebaskan hutang tersebut. Sebab hutang itu hak isteri. Terserat pada phak isteri, apakah dia tetap menuntut haknya ataukah melepaskannya. Bila dilepaskan haknya, maka mahar itu pun tidak perlu ditunaikan. Sebab yang berhak sudah merelakannya.

Sebab pada prinsipnya, masalah mahar ini memang sangat tergantung pada isteri sebagai pihak yang berhak menerima. Kalau dia rela, maka nilai berapapun bisa dijadikan mahar. Termasuk bila mahar itu hanya berupa sepasang sendal atau benda-benda lain.

Dari Amir bin Robi`ah bahwa seorang wanita dari bani Fazarah menikah dengan mas kawin sepasang sendal. Lalu Rasulullah SAW bertanya, Relakah kau dinikahi jiwa dan hartamu dengan sepasang sendal ini?" Ia menjawab," Rela." Maka Rasulullahpun membolehkannya. (HR Ahmad 3/445, Tirmidzi 113, Ibnu madjah 1888).

Dari Sahal bin Sa`ad bahwa nabi SAW didatangi seorang wanita yang berkata,"Ya Rasulullah kuserahkan diriku untukmu", Wanita itu berdiri lama lalu berdirilah seorang laki-laki yang berkata," Ya Rasulullah kawinkan dengan aku saja jika kamu tidak ingin menikahinya." Rasulullah berkata, "Punyakah kamu sesuatu untuk dijadikan mahar? Dia berkata, "Tidak, kecuali hanya sarungku ini" Nabi menjawab,"Bila kau berikan sarungmu itu maka kau tidak akan punya sarung lagi, carilah sesuatu." Dia berkata, "Aku tidak mendapatkan sesuatupun." Rasulullah berkata, "Carilah walau cincin dari besi." Dia mencarinya lagi dan tidak juga mendapatkan apa-apa. Lalu Nabi berkata lagi," Apakah kamu menghafal qur`an?" Dia menjawab,"Ya surat ini dan itu" sambil menyebutkan surat yang dihafalnya. Berkatalah Nabi, "Aku telah menikahkan kalian berdua dengan mahar hafalan Quranmu." (HR Bukhari Muslim).

Dari Anas bahwa Aba Thalhah meminang Ummu Sulaim lalu Ummu Sulaim berkata, "Demi Allah, lelaki sepertimu tidak mungkin ditolak lamarannya, sayangnya kamu kafir sedangkan saya muslimah. Tidak halal bagiku untuk menikah denganmu. Tapi kalau kamu masuk Islam,
ke-Islamanmu bisa menjadi mahar untukku. Aku tidak akan menuntut lainnya." Maka jadilah ke-Islaman Abu Thalhah sebagai mahar dalam pernikahannya itu.
(HR Nasa`i 6/ 114).

Dari Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Nikah yang paling besar barokahnya itu adalah yang murah maharnya." (HR Ahmad 6/145)

Wallahu a’lam bishshawab wasssalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.