Tak Lebih Besar Dari Semut

"Hikmah adalah harta orang mukmin yang tercecer, maka di mana saja ia temukan, dia adalah orang yang paling berhak terhadapnya." (HR. Tirmidzi)

Kapan saja dan dimana saja ia boleh mengambilnya ketika ia menemukannya. Tak peduli apakah itu ditangan orang kafir. Karena ia merupakan milik orang mukmin.

Pagi itu sebagaimana pagi-pagi sebelumnya, juga sebagaimana rutinitas setiap orang, bangun tidur aku beranjak menuju kamar mandi. Tapi ada hal baru kutemukan. Sekawanan semut sedang berpesta menyantap sisa ikan bakar yang tercecer di kamar mandi tadi malam. Lama ku perhatikan mereka, membayangkan apa dan betapa bahagianya mereka saat itu, mencoba menerka apa yang sedang mereka bincangkan. Duh .. andai aku mampu sebagaimana Nabi Allah Sulaiman yang mengerti bahasa mereka.

Syaraf-syaraf otakku semakin bekerja tak menentu, aku pun semakin berfikir jauh. Pertanyaan-pertanyaan silih berganti dating mengisi ruang-ruang benakku.

Apakah mereka sadar ada yang sedang memperhatikan mereka?

Apakah mereka tahu betapa yang mereka santap itu hanya sisa ikan bakar yang tadi malam masih sebesar kakiku dan kini hanya tinggal sebesar kelingking?

Apakah mereka tidak takut karena aku bisa saja menyiram mereka dengan segayung air dan berakhirlah pesta mereka, mereka pun hanyut, tenggelam, menjerit-jerit seperti korban-korban tsunami di Nangroe Aceh Darussalam beberapa tahun lalu?

Apakah mereka tidak merasa bahwa mereka begitu kecil, lemah dan aku bisa saja menginjak-injak mereka dengan sepatu bututku sampai tidak ada lagi yang mampu tertawa-tawa dalam pesta singkat itu?

Apakah…? Apakah…?

Ah.. begitu banyak yang ingin ku ketahui saat itu, tanpa kusadari tiba-tiba otot-otot tubuhku mulai melemas, hatiku berguncang hebat, mataku mulai sembab.

Engkau tahu sebabnya sobat? Aku membayangkan "kita"

Di jagat raya ini apakah engkau tahu betapa kecil dan mungilnya kita?

Di alam semesta ini apakah engkau sadar bumi kita ini tak lebih besar dari sebutir pasir bahkan lebih kecil dari itu?

Kita jarang sadar jika dibandingkan dengan alam semesta, kita lebih kecil dan lemah dari seekor semut. Kita jarang merasakan ada Dzat yang maha kuat, maha kuasa, maha melihat, maha mendengar yang sedang memperhatikan kita.

Mungkin, betapa mudahnya bagi kita menyiram semut-semut tadi dengan air sehingga mereka mati seketika. Tidak kah kita sadar, hal yang sama pula lebih mudah dilakukan oleh Sang maha hebat itu terhada kita?.

Banyak orang mengeluh dengan kehidupannya yang serba kekurangan (menurut mereka), begitupun tidak sedikit pula orang yang menimbun harta dan berjalan penuh keangkuhan di muka bumi. Andai kita mau berfikir sedikit saja, sebagaimana halnya sekawanan semut tadi, mungkin tidak sulit bagi kita memberikan mereka ikan bakar "segede bagong" dan itu tidak mengurangi sedikitpun dari kekayaan kita karena kapan saja kita bisa membelinya beberapa ekor lagi. Betapa besarnya mungkin ikan itu bagi seekor semut tapi tidak bagi kita.

Nah.. Bagaimana dengan Dia? Sang maha kaya. Bumi, langit beserta isinya adalah milikNya. Fikirkanlah betapa mudahnya bagiNya memberikan kita "seekor ikan bakar" sebesar "gunung" sebagaimana semut-semut tadi.

Lantas.. kenapa kita masih saja berharap kepada selainNya? kenapa kita masih saja sombong, angkuh seolah kita adalah makhluk kuat di hadapanNya? mengapa kita gelisah, takut, padahal kita sedang berada dalam penjagaanNya?

Masalahnya adalah kita belum yakin dengan kekuasaanNya, kita belum sadar diperhatikan olehNya, mata hati kita sudah lama tertutup, buta, tertipu oleh tipuan-tipuan dunia. Betapa kecil, mungil, dan lemahnya kita.

Begitulah, kehidupan ini sudah sedemikian rupa diatur olehNya dengan pertimbangan yang begitu detail dan matang, dengan perhitungan yang tepat dan tidak meleset sama sekali. Andai kita mampu berfikir lebih dalam.

Semoga Allah terus membimbing kita agar selalu menjadi hambanya yang bersyukur, rendah hati dan tidak meminta dan berharap kecuali kepadaNya. Wallahu a’lam..

Cairo, 18 Juni 2010.