Allah Memberikan Kami Ujian Praktek

Pemahaman tentang sebuah duka lara yang selama ini di emban oleh seorang janda beranak tiga menjadikannya selalu menangis saat mengikuti pengajian mingguan kami. Seringkali tak terasa dia mengalirkan air di pipinya yang tirus dan wajah yang terlihat ‘lemah’. Kondisi fisiknya tidak begitu baik, dari dulu dia selalu mendapatkan cobaan penyakit, bahkan penyakit hati melalui perlakuan suaminya semasa masih hidup ( suaminya telah meninggal beberapa tahun lalu).

Dia  telah mendapatkan pemahaman bahwa tiada sesuatupun yang menimpa kita, pastilah semuanya atas kehendak-Nya. Dan diapun mampu menjalani hari-harinya dengan tanggungjawab sebagai ibu sekaligus ayah bagi anak-anaknya. Tentu beban ini sangat berat untuk dipikulnya karena mengingat anak-anaknya sedang tumbuh-tumbuhnya ditambah kesehatannya yang selalu bermasalah. Untungnya, dia rajin mengikuti kajian islam, dan dari tempat itulah dia memahami semua kisah hidupnya di masa lalu, dan banyak sekali penyesalan, diantaranya betapa dia telah berbuat dzalim terhadap suaminya, di saat akhir hidupnya, karena merasa suaminya telah menghancurleburkan harapan dan cinta sekaligus bahtera kehidupan mereka beserta anak-anak yang mereka cintai. Kisah pahit sang janda ini sedikit banyak merupakan kisah hidup yang menjadikan aku selalu berusaha memfokuskan perhatianku padanya.

Kisah hidup yang akan banyak sekali tertuang dalam kalbuku, tentang bagaimana cara Allah menguji iman hamba-Nya dan bagaimana Allah mencintai hamba-Nya yang selalu bersandar pada-Nya. Kisah hidup yang merupakan hidayah bagiku dalam menapaki kehidupanku selama ini, dan bagaimana aku harus menapaki kehidupan rumahtanggaku yang kami bangun dari nol bersama suami dan Allah pun memberikan tiga putra yang kami cintai bersama pula. Kadang dengan kisah wanita ini, aku seringkali merenungi tentang  betapa berbedanya jalan yang kami tempuh dalam menerima ujian Allah. Dan tanpa dia sadari, aku sering berguru kepadanya melalui ceritanya.

Berbicara tentang wanita ini, beberapa bulan lalu, dia mendapati anaknya, siap membunuh dirinya dengan meminum racun serangga di kamarnya. Padahal selama ini dia mendapati anaknya seorang yang sangat santun, dan berbakti kepada ibunya, mencintai kedua saudaranya. Dia anak laki-laki, putera pertama dari wanita tersebut, membantu keluarganya dengan bekerja sebagai tenaga honorer di sebuah instansi pemerintahan.

Apa yang kita bisa bayangkan, jika sang anak yang dikira ibunya, adalah seorang anak yang sudah mandiri dan berkepribadian tangguh, ternyata memiliki sifat rapuh. Hanya karena sebuah persoalan yang tidak terlalu berharga menurut ibunya, ternyata mampu membuatnya nekat untuk menghabisi nyawanya. Padahal ibunya selama ini selalu berusaha menanamkan akidah yang benar kedalam jiwa-jiwa anaknya. Perasaan wanita yang menjadi orangtua tunggal adalah sangat tertohok, dan merasakan bumi seperti terbelah untuk siap menerima jasadnya. Hatinya sangat hancur, dan berkeping-keping karena tidak disangka, putra sulung yang sangat diharapkannya, ternyata memiliki aqidah yang sangat lemah.

Disaat yang genting, datanglah keluarga dan beberapa tetangga untuk memaksa sang anak tersebut untuk dibawa ke rumah sakit. Walaupun sampai di rumah sakit, dia menolak untuk diobati, bahkan meronta untuk mengeluarkan racun melalui cara cuci perut. Sementara sang ibu yang terhenyak di dalam rumah, tak mampu mengantar sang putranya, hanya bisa mengambil air wudhu dan menyerahkan dirinya kepada sang Pencipta Hidup, dalam sujudnya yang lama dihiasi dengan uraian airmata yang tak henti membasahi sajadahnya.

Ibu yang telah mengikuti pengajian rutin berbilang tahun, dan telah diuji dengan beberapa ujian yang sangat berat ( menurutku)beberapa tahun sebelumnya, menangis dan menghiba bagaikan seseorang yang tak punya tulang belulang lagi, lemah lunglai tubuhnya, terbang jiwanya, kepada Allah Swt. tentang ujiannya kali ini, agar dia bisa ikhlas menerima semua takdir yang diperuntukkan baginya.

Sujud lamanya dan tangisannya akhirnya berhenti dan termenung untuk beberapa saat, memikirkan kejadian saat itu.

Beberapa hari setelah kejadian, dan anaknya telah pulih dari usaha bunuh diri itu, aku bertemu dengannya, dan akupun siap untuk menerima ‘transfer’ ilmu yang didapatnya.

Dia berkata kepadaku dengan nada riang, : “Mbak, kejadian anakku itu merupakan ujian praktek dari Allah Swt. Allah mengujiku, apakah dengan kejadian yang sangat dahsyat itu,  akankah aku akan panik dan menyalahkan Allah,  atau aku akan berpasrah kepada-Nya….”

Sahabatku, nikmatnya iman yang kau emban saat ini. Semoga iman tersebut  tetap tertancap hingga ke liang lahat. Amin

 

Sangatta, 12 April 2013

 

Halimah taslima

[email protected]