Antara Amerika Dan Kematian

as kalahSiapakah yang mengaku Islam tetapi tidak ada rasa geram akan kebijakan pemerintahan Amerika Serikat? Sampai-sampai ada seorang teman, saking bencinya sama Amerika dia dengan latah berujar,” Andai saja Amerika musuhan dengan Israil, aku akan membela Israil”.

Tentu itu hal yang mustahil. Mana mungkin Israil yang merupakan anak emasnya akan dimusuhi, dan mustahil pula teman saya akan membela Israil. Itu hanya latah. Canda semata! Canda dalam keputusasaannya menghadapi arogansi Amerika yang selalu mengadu domba, memfitnah, menindas dan mendholimi ummat Islam.

Tetapi aku punya keyakinan, kemegahan Amerika yang digunakan untuk mendholimi ummat Islam itu suatu saat akan runtuh. Aku yakin, seyakin-yakinnya. Meskipun demikian ingin sekali aku menyaksikan keruntuhan Amerika. Keyakinanku ini seperti keyakinan Nabi Ibrahim akan kekuasaan Allah yang mampu membangkitkan orang yang sudah meninggal. Meskipun Nabi Ibrahim yakin akan kekuasaan Allah yang mampu membangkitkan kembali orang yang sudah meninggal tetapi beliau berdoa ingin melihatnya di dunia ini. Dan doa Nabi Ibrahimpun dikabulkan Allah.

Bercermin pada kisah Nabi Ibrahim tersebut, aku pun pernah berdo’a pada Allah hal yang serupa. Akupun berdoa pada Allah agar diberi kesempatan menyaksikan kehancuran Amerika, atau dengan kata lain aku ingin melihat Amerika hancur sebelum ajal menjemput. Dan aku yakin doaku dikabulkan Allah.

Hal tak terduga olehku, terjadilah tragedi 9 September. WTC dan Pentagon diserang ‘teroris’. Aku menganalisa bahwa perekonomian telah hancur dan pertahanan telah jebol, pasti tak lama lagi Amerika runtuh. ’Deg’, jantungku berdetak keras. Jika itu benar, pasti ajal sebentar lagi menjemputku.

Namun sebentar kemudian aku bernafas lega. Ternyata Amerika tidak hancur, tetap jaya disebut dunia sebagai negara adidaya, meskipun WTC dan Pentagon hancur diserang ’teroris’. Bahkan tak sediktpun nampak oleku tanda yang menunjukkan kehancuran Amerika. Itu berarti, ajalku masih lama. Tenang!

Selanjutnya kejadian 9 September dengan dholimnya Amerika tanpa bukti menuduh beberapa ummat Islam sebagai pelaku penghancuran kedua gedung kebanggaannya dan menghukum mereka dengan hukuman yang keji tanpa memakai dasar hukum apapun. Bukan hanya tersangka pengeboman saja yang mendapat hukuman. Keluarga dan siapa saja yang dianggap melindungi para tersangka penghancuran WTC akan diserang Amerika. Puncaknya ketika Amerika menyerang Afganistan, karena pemerintahan Afganistan melindungi Osama yang dianggap sebagai dalang penghancuran itu.

Ketika Amerika bertekad akan menyerang Afgansitan, aku kembali berharap Amerika akan hancur di bumi Afganistan. Bagaimana mungkin angkatan bersenjata Amerika mampu melawan mujahidin yang tak takut mati bergerilya di kampungnya sendiri? Bukankah mujahidin Afganistan telah mampu mengusir tentara komunis Sovyet? Tentu hal yang sama akan terulang untuk Amerika. Amerika runtuh di Afganistan, kemudian ajalku pun tiba saatnya! Lagi-lagi, kengerianpun muncul. Seolah terpidana mati menunggu eksekusinya.

Rupanya grasi masih diberikan padaku, hukuman mati batal. Afganistan hancur berantakan, meskipun Osama tidak ketemu. Dan bisa jadi memang Amerika itu tidak semata ingin mencari Osama tetapi hanya ingin melumatkan Afganistan dan ummat Islam di sana. Osama hanya kambing hitam saja. Sekian lamanya aku kembali menghirup udara bebas dengan tenang, seolah ajal masih jauh sekali karena belum ada sekitpun tanda akan keruntuhan Amerika.

Belum cukup Afganistan Amerika serang, Irakpun mendapatkan gilirannya. Dengan dalih senjata pemusnah masal yang dimiliki Sadam Husien, Amerika menyerang Irak. Dalam hitunganku pasti Amerika akan kalah di Irak, dan itu berarti pertanda Izroil akan segera datang. Ternyata meleset, Amerika dibantu sekutunya dan banyak penghianat negeri Irak yang bersedia menjadi pembantu Amerika, dengan mudah membumi hanguskan Irak. Amerika masih kukuh dan angkuh.

Akhirnya aku menjadi takut sendiri. Jangan-jangan aku akan selalu menganggap kematain masih sangat jauh karena Amerika selalu menang dalam kedholimannya. Aku berhenti berharap pada Allah agar dapat melihat jatuhnya Amerika sebelum ajal. Aku merubah pola pikirku. Aku tetap yakin Amerika akan runtuh dan tentu saja aku yakin aku akan mati. Hanya saja antara kematianku dan kehancuran Amerika mana yang datang terlebih dahulu, aku serahkan pada Allah.

Kini, tanda-tanda keruntuhan Amerika semakin bertubi datang. Semakin banyak sekutunya tidak mendukung kebijakannya atas Irak. Dunia semakin mau membuka kekejian anak emasnya –Israil- yang mau tidak mau menumbuhkan sentimentil anti produk Amerika/ Yahudi. Bagaimana ketika Bush dilempar sepatu Zaidi –yang mungkin saja sepatu itu telah dipakai Zaidi untuk menginjak tahi unta-, langkah serupa dilakukan juga di gedung Putih.

Tanda keruntuhan Amerika yang paling jelas adalah krisis ekonomi tak terelakkan lagi. Langkah presiden baru belum membawa hasil. Benarkah ini awal kehancuran Amerika? Kembali aku teringat akan doaku dulu, doa yang pernah aku cabut. Aku ingin melihat Amerika hancur sebelum mati, yang berarti kehancuran Amerika sebagai pertanda kematianku akan datang.

Doa itu telah aku cabut. Tapi bisa jadi doa itu dikabulkan di sekarang. Tapi bagaimanapun juga Amerika akan runtuh dan aku juga akan mati. Mana yang datang dahulu, Allohu’alam bishowab!