Bersegera dalam Kebaikan

alam tenangOleh: Anna Nur F

(Ibu RT, Pemerhati Masalah Sosial)

Suatu pagi aku  mengendarai sepeda motor, keliling menikmati pemandangan indah di kampung halaman. Setelah sekian lama hidup di rantau, rasa rindu sejuknya alam desa memanggilku. Namun tiba-tiba mataku tertumbuk pada seorang lelaki tua yang sedang berjalan di sisi kiri jalan. Sangat kurus hingga terlihat jelas lekuk-lekuk tulang tubuhnya. Beban berat kayu bakar yang dipikulnya, semakin membuat badannya terbungkuk-bungkuk. Aku benar-benar tertegun. Seharusnya orang seumuran itu adalah saatnya beristirahat. Berjuta tanya bergelayut di hati. Kemana anak cucunya, sehingga si kakek masih harus bekerja keras menguras tenaga? Atau ia sebatang kara? Hatiku miris, betapa di jaman modern seperti ini masih ada yang menjajakan kayu bakar. Saat gas elpiji sudah begitu praktis digunakan, pembeli kayu bakar pasti amat langka.

Motor yang dikendarai temanku semakin jauh melaju. Bayang-bayang kakek tua semakin samar dari kejauhan. Baru aku tersadar, betapa merasa diri amat bodoh. Seharusnya kami berhenti tadi. Menyambangi kakek tua, membeli kayu bakarnya. Meski aku pun tak tahu untuk apa dan bagaimana cara membawanya. Yang penting beban berat di pundaknya tak ada lagi. Tak tega rasanya. Dan ini membuatku merasa bersalah.

Saat itu juga langsung kami putuskan untuk berhenti. Menunggu kakek tua di pinggir jalan, sebelum akhirnya kami kembali balik arah menuju si kakek. Betapa kecewa hatiku karena si kakek telah ” menghilang”. Ditunggu hampir satu jam pun tidak kunjung muncul.

Besoknya aku menuju ke tempat yang sama di waktu yang sama. Namun hasilnya nihil. Sampai berhari-hari hingga waktu liburanku di kampung habis, aku tetap tak bisa menjumpai si kakek tua. Jujur, aku sangat menyesal. Penyesalan yang menyesakkan dada, bahkan tetap terpikirkan sampai sekarang. Penyesalan yang tiada guna.

Dari peristiwa itu aku belajar. Sebuah pelajaran hidup yang cukup menampar yaitu untuk tidak menunda-nunda dalam kebaikan. Menolong seseorang yang lemah siapapun ia, dimanapun dan kapanpun, haruslah dengan sesegera mungkin. Tidak perlu terpikir apa-apa. Niatkan semua karena Alloh. Betapa bodohnya, telah diberiNya kesempatan bertemu orang lemah, untuk berbagi dan berbuat baik tapi tersia-sia. Bukankah Islam telah mengajarkan untuk beramal baik tanpa mengulur-ulurnya: dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Bersegeralah kamu sekalian untuk melakukan amal-amal yang shalih, karena akan terjadi suatu bencana yang menyerupai malam yang gelap gulita dimana ada seseorang pada waktu pagi ia beriman tapi pada waktu sore ia kafir, pada waktu sore ia beriman tapi pada waktu pagi ia kafir, ia rela menukar agamanya dengan sedikit keuntungan dunia. (H.R. Muslim)

Bersegera dalam kebaikan sangat dianjurkan dalam Islam. Bisa jadi kesempatan berbuat baik akan terlewatkan jika tidak bersegera. Sebab waktu tak bisa diputar, kesempatan belum tentu datang dua kali. Betapa pentingnya manusia untuk selalu menghargai waktu. Sehingga bisa tergolong orang-orang yang beruntung.

Allloh telah berfirman, ” Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam mengerjakan berbagai macam kebaikan, dan mereka senantiasa berdoa kepada Kami dengan disertai rasa harap dan cemas. Dan mereka pun senantiasa khusyu’ dalam beribadah kepada Kami.” (QS. Al Anbiyaa’ [21] : 90).

Keutamaan untuk bersegera dalam kebaikan, dapat dilihat dari beberapa hadits berikut ini :

Sirwa’ah ‘Ukbah bin Al-Harist ra. Berkata, “Saya shalat Ashar di belakang Nabi saw. di Madinah setelah salam beliau terus cepat-cepat bangkit melangkahi leher barisan para sahabat menuju kamar salah satu istrinya. Para sahabat terkejut atas ketergesaannya itu kemudian beliau keluar dan melihat para sahabat terkejut atas ketergesaannya itu beliau bersabda, “Aku ingat sepotong emas dan aku tidak ingin terganggu karenanya maka aku menyuruh untuk membagikannya.” (H.R. Bukhari)

Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Saya akan benar-benar menyerahkan panji ini kepada seseorang yang mencintai Allah dan rasul-Nya, dimana Allah akan mengaruniakan kemenangan kepadanya. Umar ra berkata, “Saya tidak ingin memegang pimpinan kecuali pada hari ini, maka saya menunjukkan diri dengan harapan dipanggil oleh Nabi saw. untuk memimpinnya. Tetapi Rasulullah memanggil Ali bin Abu Thalib dan menyerahkan panji itu kepadanya seraya bersabda, “Majulah ke depan dan janganlah kamu menoleh ke belakang sebelum Allah memberi kemenangan kepadamu. Kemudian Ali melangkah beberapa langkah lantas berhenti tetapi tidak menoleh ke belakang dan berteriak: wahai Rasulullah, kepada siapakah saya harus berperang?” Beliau menjawab, “Perangilah mereka sehingga mereka menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah. apabila mereka telah menyaksikan yang demikian itu maka kamu tidak boleh lagi memerangi mereka baik darah maupun harta bendanya kecuali dengan haknya, adapun masalah perhitungan mereka adalah terserah Allah. (H.R. Muslim)

Dari Jabir ra. mengatakan bahwa pada perang Uhud ada seseorang bertanya kepada Nabi saw, “Apakah tuan tahu, seandainya saya terbunuh maka di manakah tempat saya? Beliau menjawab, “Si dalam surga. Kemudian orang itu melemparkan biji-biji korma yang ada di tangannya lantas maju perang sehingga ia mati terbunuh. (H.R. Bukhari-Muslim)

Dari Anas ra. bahwasanya Rasulullah saw. pada perang Uhud mengambil pedang seraya bersabda: siapakah yang mau menerima pedang ini? Maka setiap orang mengulurkan tangannya sambil berkata: saya, saya. Beliau bersabda lagi, “Siapa yang mau mengambilnya dengan penuh tanggung jawab? Maka semua orang terdiam, kemudian Abu Dujanah ra. berkata: saya akan menerimanya dengan penuh tanggung jawab. Maka pedang itu diberikan kepada Abu Dujanah kemudian ia mempergunakannya untuk memenggal leher orang-orang musyrik. (H.R. Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. mengatakan bahwa ada seseorang datang kepada Nabi saw. dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling besar pahalanya? Beliau menjawab, “Yaitu kamu sedekah sedangkan kamu masih sehat, suka harta, takut miskin dan masih ingin kaya. Dan janganlah kamu menunda-nunda sehingga bila nyawa sudah sampai di tenggorokan (sekarat) maka kamu baru berkata: untuk fulan sekian dan untuk fulan sekian, padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli waris) (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Bersegeralah kamu sekalian untuk beramal sebelum datangnya tujuh hal: apakah yang kamu nantikan kecuali kemiskinan yang dapat melupakan, kekayaan yang dapat menimbulkan kesombongan, sakit yang dapat mengendorkan, tua renta yang dapat melemahkan, mati yang dapat menyudahkan segalanya atau menunggu datangnya Dajjal padahal ia sejelek-jelek yang ditunggu, atau menunggu datangnya hari kiamat padahal kiamat adalah suatu yang sangat berat dan menakutkan. (H.R. Tirmidzi)

Hadits-hadits di atas lebih dari cukup sebagai bekal kaum muslim. Pahala tiada terhingga telah menanti siapapun yang bersegera dalam kebaikan menyambut seruan Alloh. Pelajaran berharga dari generasi para sahabat dan sahabiyah bisa dipetik. Tentang bagaimana mereka melaksanakan seruan Alloh dengan amat cepat. Ketika ayat tentang khamr turun, para sahabat dengan segera membuang khamr-khamr yang mereka miliki, bahkan yang telah berada dalam mulut. Sehingga jalanan saat itu berubah seperti sungai. Pun ketika turun ayat tentang kewajiban berjilbab dan berkerudung. Para sahabiyah segera menyambutnya meskipun dengan menjadikan gorden rumah sebagai penutup aurat.

Dalam era kekinian, kita pun bisa mengaplikannya dengan mudah. Di zaman serba digital sekarang ini, menuntut ilmu agama sangat mudah. Asal mau saja gampang sekali untuk tahu tentang hukum syara. Pengajian juga bertebaran di mana-mana, di televisi atau di majelis taklim lingkungan tempat tinggal/bekerja. Artikel keislaman pun sangat mudah diakses di dunia maya/internet. Jadi tak ada alasan “tidak tahu” atas suatu kewajiban yang diperintahkan Alloh atau atas suatu hal yang dilarang Alloh. Bukan jamannya lagi “tidak tahu” dijadikan sebagai alasan pembenaran atas suatu pelanggaran aturan syara. Sebagai contoh, saat sekarang rasanya tidak mungkin ada seorang muslimah yang tidak tahu kewajibannya menutup aurat. Apalagi bagi mereka yang tinggal di kota. Namun kenyataannya masih amat banyak muslimah yang justru memamerkan keindahan auratnya. Penyebabnya cuma satu: tidak bersegera dalam kebaikan dan menerima seruan Alloh. Jadi bukan karena “tidak tahu” tapi lebih karena “tidak mau tahu”.

Bersegera dalam kebaikan semoga bisa menjadi denyut jantung setiap muslim. Kala tahu ada kewajiban yang belum tertunaikan, ia segera melakukan. Saat tahu ada perbuatannya yang salah, ia segera bertobat. Tanpa menunggu tua. Karena usia adalah rahasia Alloh. Kematian bisa datang kapan pun tanpa pernah diduga. Cukuplah nasihat kematian sebagai motivasi untuk bersegera dalam kebaikan. Bersegera dalam menyambut seruan Alloh SWT. Semoga.