Secoret Kisah Muslimah Turkey

Hari itu kami mulai mengulang kajian ayatNYA, tentang makna surat Al-Fatihah. Sedari awal, kami sudah merasakan getaran cinta makna ayat pertama, Bismillahirrahmanirrahim , “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”. Merasakan betapa besar kasih sayang Allah SWT kepada kita semua, membayangkan semua nikmat yang telah kita terima dariNya. Nikmat udara saat bernafas, nikmat penglihatan, nikmat pendengaran, adanya keluarga, teman-teman, nikmat sehat jiwa dan raga.

Apakah kita sudah berterima kasih padaNya ? Benar-benar berkaitan dengan kondisi kami saat ini, merasakan kasih sayang dan sifatnya yang maha pengasih serta pemurah, dengan skenario hebatNYA nan terindah kami dipertemukan satu-persatu sehingga dapat merasakan jalinan cinta persahabatan yang paling indah, ukhuwah Islamiyah. Rasakan pula getaran itu dihati anda, hingga dapat timbul dorongan untuk menangis. Merasakan bahwa rasa syukur kita hanyalah setitik bila dibandingkan dengan selangit anugrah dan rahmatNYA selama ini.

Kemudian setelah berlanjut pada ayat demi ayat indahNYA, Yasmin, sahabat kita dari Turkey (Turki) ikut berbagi kisah. Beberapa hari lalu adalah puncak “hot news” di Turki, yang mana pemerintah akhirnya mencabut “Larangan Memakai Kerudung (menutup aurat) Bagi Mahasiswi”. Yasmin dan semua muslimah Turki tentunya bersujud syukur dan merasa sangat bahagia dengan keputusan tersebut. Allahu Akbar!

Beberapa tahun lalu, suami Yasmin yang merupakan salah satu mahasiswa berprestasi, berombongan dengan puluhan mahasiswa lainnya yang berbeda bangsa di seluruh dunia, mengikuti study banding ke Indonesia dan Malaysia (jadi lucu juga kalau membaca berita tentang ibu pertiwi, koq malah anggota dewan sedang berebutan study banding ke eropa…padahal yang dari Eropa malah “mupeng banget”(muka kepengen,maksudnya) ingin mengunjungi Indonesia, termasuk untuk study banding).

Dalam lawatan itu, brother kita yang dari Turki sungguh merasa terkaget-kaget melihat semaraknya pendidikan di kedua negara. Anak-anak di sekolah TK, SD, SMP, SMU sudah memakai pakaian yang sangat islami lengkap dengan kerudung (yang sering dikenal masyarakat sebagai jilbab), sedangkan sahabat kita itu menyebutnya “scarf”, karena memang kain kerudung yang biasa dipakai sering pula dijadikan syal. Mereka di Turki selama ini memang tidak memiliki kebebasan memanjangkan kain kerudungnya, jadi bentuk jilbabnya yah yang sebatas leher, urusan bentuk tubuh lainnya “diakali” dengan pakaian yang longgar dan tetap syar’i. Jadi kita ini sebagai muslimah Indonesia jangan malah “jadi mundur” dong, koq dulu kerudungnya panjang dan bebas menutup aurat, eh…sekarang malah bahannya menciut, kainnya transparan, diikat sebatas leher bahkan bisa sesak nafas lho, malah sering kebanyakan hiasan dengan alasan “modis, modern, dan trend sesuai fashion”. (naudzubillah…)

Jadi usai suaminya study banding tersebut, Yasmin juga merasa “what a really great Indonesian”, dia masih belum percaya dengan situasi yang “sangat islami” di negeri kita, sampai suatu hari lalu dia melihat sendiri foto-foto TK sulungku bersama teman-temannya, anak-anak TK di foto itu memakai busana muslim yang rapi dan berwajah ceria. Anak-anak perempuan memakai jilbab semua. Cetusnya, “Alangkah indahnya kalau anak-anak Turki juga nanti bisa seperti ini…”, mari kita amiin-kan sama-sama. “będzie … może być” (jawab kami dalam bahasa Polish yang berarti “akan terjadi”). Insya Allah…

Selanjutnya kami sampai tertawa bercampur air mata keharuan mendengar Yasmin berbagi kisah, “Sewaktu Saya sudah mantap menggunakan hijab ini, Saya dan teman-teman muslimah yang tetap berhijab saat kuliah selalu mendapat tekanan. Sebenarnya di tahun awal kuliah, sikap para dosen masih biasa-biasa saja, namun sejak naik ke tingkat dua, professor memanggil kami dan menjelaskan bahwa kami tidak menaati aturan. Ada aturan Undang-Undang yang telah melarang penggunaan hijab di lingkungan pendidikan (kampus dan sekolah-sekolah). Kami pun harus memilih untuk kehilangan bangku kuliah atau melepaskan hijab ini…banyak sekali muslimah Turki yang pindah kuliah ke luar negerinya demi tetap berhijab…”, astaghfirrulloh… Saya jadi teringat perjuangan kakak-kakak akhwatfillah senior di Indonesia, yang mana di awal ’90-an penuh gelora, di masa itu perjuangan untuk tetap mengenakan hijab saat SMA sering mendapat tekanan.

Ada yang nilai sekolahnya diubah jadi jelek (padahal faktanya bernilai bagus) oleh guru yang anti-hijab, dicemooh, bahkan ada yang sampai kasusnya dibawa ke pengadilan, mereka “wajib pindah sekolah” yang tadinya berprestasi di sekolah negeri favorit, lalu pindah ke sekolah swasta di sudut kota. Sampai tahun 2001 pun di SMU-SMU (saat nama SMA sudah berganti), termasuk SMU Saya, kami muslimah yang berhijab harus menandatangani sebuah surat pernyataan bermaterai karena pasphoto yang terlampir di ijazah menggunakan hijab. Namun beberapa tahun setelah itu, kala era reformasi, diberitakan bahwa kakak-kakak muslimah senior yang “pindah sekolah” itu melanjutkan naik banding atas sidang kasus mereka (padahal mereka sudah bukan anak SMA lagi, sudah lulus kuliah malah). Dan atas kuasa Allah SWT, mereka menang! Pihak sekolah terutama Kepsek—yang dulu menyeret ke pengadilan, harus meminta maaf dan membersihkan nama mereka. Subhanalloh… perjuangan mereka merupakan inspirasi dan aliran semangat baru buat para junior, termasuk bagiku.

Kudengar kembali Yasmin melanjutkan, “Tiba-tiba ada ide dari bebarapa sahabat, lalu kami jalankan ide itu… Saat professor masuk kelas dan mengajar, kami memakai wig (rambut palsu), hehehehe…Sungguh masa itu teramat lucu, memalukan, tapi juga ada rasa bangga karena kami bisa menyiasati hal itu”, urainya, kami yang mendengarnya turut tertawa bersama, kami bayangkan repotnya, Yasmin dan teman-teman tetap menggunakan hijab dengan membawa wig di tas kuliah, lalu tiap jam kuliah mulai, wig di tempelkan ke hijab di kepala, selanjutnya bila jam kuliah selesai, wig dibuka lagi (tentunya karena tidak nyaman memakainya), begitu seterusnya. Duuuh, terbayang merepotkan, lelah dan bercampur kesal.

Allah SWT memang selalu mengingatkan kita untuk bersabar, “Dan bersabarlah dirimu untuk selalu bersama orang-orang yang menyeru kepada Rabb-nya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhoan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (Karena) mengharap perhiasan dunia…” (QS. Al-Kahf : 28).
Yasmin saat ini telah menjalani beberapa tahun pernikahan nan bahagia, menjadi seorang ibu, sekaligus sudah 3 tahun menjadi guru sekolah “setingkat SD” di sebuah kota kecil di Turki. Kota tempat tinggalnya adalah kota kecil yang mayoritas muslimah disana menggunakan hijab, berbeda dengan Istanbul atau Ankara yang “fashion”nya sama dengan Amerika, tidak bisa lulus sensor buat negeri kita. Jeda beberapa semester lalu, Yasmin mengambil cuti panjang untuk menemani tugas suaminya di Krakow, Poland.

Dan beberapa bulan saat musim panas lalu, Yasmin membaca surat dari kepala sekolah tempatnya mengajar. Diberitakan bahwa ada orang yang melaporkan dirinya telah “melanggar aturan UU”, menggunakan hijab di sekolah. Sehingga laporan orang tersebut sedang ditelusuri oleh pihak pemerintah kota, dan bagi Yasmin, “hal ini bukan kejutan yang sangat mengagetkan, dear…Semua muslimah yang teguh berjuang pasti ada saja tantangannya, ada penghadang dan segala tekanan. Kisah kita cuma contoh segelintir perjuangan saja…”, mantap kata-katanya.

Hibur-NYA, “…Dan para malaikat masuk kepada tempat-tempat mereka dari semua pintu. (sambil mengucapkan); keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian. Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar-Ra’d : 23-24)
Duhai Yasmin serta saudari kami lainnya, do’a-do’a ini mengiringi, semoga dengan kewibawaan PM Erdogan yang menyatukan suara kaum muslimin, perlahan namun dengan langkah pasti, kelak di Turki juga “bebas berpakaian muslimah” di manapun, semua “PNS”, semua pelajar SD, SMP, SMU, semua mahasiswi, semua guru, semua muslimah Turki dapat merasakan kebebasan berbusana muslimah seperti kami di Indonesia, amiin.

Sungguh ironis jika di negeri kita ada saudari yang rela melepas jibab hanya demi gaji beberapa juta rupiah di sebuah perusahaan tempatnya bekerja, masih ada yang rela melepas hijab demi kebaya pengantin di hari pernikahannya, bahkan ada yang menanggalkan hijab demi sesosok pria yang seharusnya menjadi imam dalam meniti rodhoNya—namun malah membutakan hati dan mengusir sikap istiqomah bahkan bisa berpindah agama, naudzubillah…

Sabar termasuk akhlak yang paling utama yang banyak mendapat perhatian dalam Al-Qur’an. Imam al-Ghazali berkata, “Allah swt menyebutkan sabar di dalam al-Qur’an lebih dari 70 tempat.”

Ibnul Qoyyim mengutip perkataan Imam Ahmad: “Sabar di dalam al-Qur’an terdapat di sekitar 90 tempat.”

Dan Abu Thalib al-Makky mengutip sebagian kata-kata para ulama: “Adakah yang lebih utama daripada sabar, Allah telah menyebutkannya di dalam kitab-Nya lebih dari 90 tempat. Kami tidak mengetahui sesuatu yang disebutkan Allah sebanyak ini kecuali sabar.”

(bidadari_Azzam,
Krakow, 14 nov’2010, kuhadiahkan tulisan ini buat semua muslimah yang senantiasa bersabar dalam berjuang meniti keridhoan-NYA)