Teman-Teman yang Pemaaf

Tiga tahun lalu sewaktu saya baru pindah ke Bangkok, hari itu harus kembali ke Jakarta untuk ujian kuliah. Tiba-tiba ada info dari salah seorang ustadzah untuk mengadakan majelis ilmu di appartemen sederhana kami, dirasa cukup menampung ibu-ibu pengajian yang diperkirakan hanya sepuluh orang, sebab banyak yang sedang berlibur ke luar kota. Tentu saja hatiku senang menerima tawaran itu, alangkah indahnya bila rumah kita dipergunakan untuk belajar dan mengkaji ayat-ayatNYA.

Saya adalah ibu termuda di antara mereka, baru pindah pula, dan saat hari H kajian itu, rencananya Saya harus langsung ke bandara seusai acara. Buah hatiku tinggal bersama Abinya, menurut rencana di minggu depan sekembalinya Saya ke Bangkok, Abinya berangkat tugas ke Johannesburgh, Afrika Selatan.

Mengingat banyak sekali urusan yang harus diselesaikan dan tak disangka peserta hari itu ternyata lebih dari 20 orang, ditengah kepenatan Saya lupa untuk memasak nasi kedua kalinya (Saya menggunakan rice-cooker kecil), padahal biasanya ibu-ibu selesai mengaji saat jam makan siang, tentu lapar, kebetulan mendadak di hari itu pula, seorang ibu akan berpamitan pindah ke negara lain. Dan beliau membawa stok lauk pauk dari kulkasnya untuk dimasak di tempatku.

Setelah kajian tentang tata cara memandikan jenazah selesai, lalu sang ibu yang akan pindah telah menyampaikan salam perpisahan, semua makan bersama. Namun ternyata yang ada di dapurku tidak sebanyak jumlah peserta, apalagi nasi dan lauk pauk yang hanya secuil, akhirnya ada yang berbagi sepiring berdua, wah… Saya sebagai tuan rumah jadi amat malu, merasa tidak menjamu tamu dengan baik.

Dalam pikiran yang sedang berkecamuk, seorang mbak Ustadzahku mengerling, seolah tau apa yang kupikirkan, "jangan stress mikirin apa-apa, toh mau pulang ujian malam ini… yang penting adalah kajian ilmuNYA, bukan makan-makannya…", bisiknya, Saya terhibur, namun makin tersenyum malu. Sungguh beruntungnya, ternyata mereka adalah ibu-ibu sholehah yang pemaaf. Bahkan malam itu, seorang ustadzah lain meneleponku untuk mengantarkan sampai ke bandara agar Saya tak perlu repot mencari taksi. Subhanalloh…

Peristiwa yang membuatku malu pun terulang, dua tahun lalu. Saat itu Saya tinggal di Kuala Lumpur, di bulan ramadhan teman-teman IMC-KL mengadakan bakti sosial menghibur para TKW di shelter KBRI Kuala Lumpur. Pagi hari itu Saya mengirim sms kepada teman, menanyakan arah jalan ke KBRI, sebab kami baru pertama kalinya akan kesana. Saya kebagian tanggung jawab di divisi acara hari H, dan sudah merencanakan dengan baik berangkat sebelum ashar untuk menghindari macet.

Tak disangka, sepuluh menit sebelum berangkat, suamiku ditelepon oleh pihak kantornya, ada permasalahan yang besar dalam suatu sistem, harus dikerjakan saat itu juga. Saya berniat menelepon taksi jika suami tak jadi mengantar, namun malangnya, pada jam itu tak ada taksi di posisi yang dekat dengan appartemenku. Ketar-ketir menunggu suami yang sibuk di depan laptopnya, Saya minta izin menyetir sendiri, namun beliau tak memperbolehkan. Alasannya karena Saya sedang hamil, dan sejarah kehamilan sebelumnya, putri kami meninggal di rahim, maka kehamilan kali ini harus ekstra hati-hati.

Kucoba menelepon teman-teman panitia acara itu, tak ada yang bisa dihubungi, terdengar nada tidak aktif setiap menelepon mereka. Akhirnya satu jam lebih berlalu, suamiku menutup laptopnya, kami segera melaju. Namun selain karena terlambat, arah jalan kurang paham sampai memutar beberapa kali di jalan yang sama, dan mulai macet, akhirnya suamiku panik, menyetir dengan menabrak beberapa palang jalan, bahkan hampir menabrak pintu tol, juga beberapa kali mobil berada di atas trotoar, persis seperti film action, Saya pun berteriak panik seraya memegangi perut… Astaghfirrulloh. Dalam bayanganku, pasti teman-teman marah dan kesal sekali.

Akhirnya kami tersasar di "jalur tol" arah yang berlawanan, berhenti sebentar untuk mengatur emosi. Seorang sahabat yang juga dokter akhirnya dapat kuhubungi, beliau mengatakan bahwa sinyal terkadang hilang di dalam ruangan acara, lalu dia mengarahkan jalan mana yang harus kami lewati untuk sampai kesana, dan info darinya, Alhamdulillah seorang ustadzah telah menggantikanku "menghandle" acara.

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabb-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS Ali ‘Imran : 133-134).

Kami tiba beberapa menit sebelum adzan maghrib, teman-teman penasaran ada apa dengan keterlambatanku, dan mereka tak dapat menghubungi ponselku. Akhirnya kami baru mengetahui bahwa memang tidak ada sinyal hp di ruang tempat penampungan TKW tersebut. Dan hari itu memang sedang banyak gangguan jaringan komunikasi, smsku pagi itu pun tentang arah jalan kesana, tidak diterima oleh teman tersebut. Hikmah besar bagiku, harus menyediakan rencana lebih matang dengan beberapa alternatif rencana lain dan suamiku pun menyadari akan hal tsb, ia ikut merasa bersalah akibat kejadian itu, memang project akhirat sering mengalami gangguan dahsyat, pihak kantor sewaktu di KL selalu menghubungi nomor teleponnya terlebih dahulu saat ada gangguan sistem karena daftar abjad A namanya ada di urutan pertama, bahkan saat sahur atau sedang berbuka sekalipun.

Untunglah semua itu segera berlalu, teman-teman panitia telah memaafkan kami, dan acara bakti sosial ramadhan berikutnya berjalan lebih sukses. Kami tetap diberi kepercayaan dalam melaksanakan project amal jariyah bersama. Sungguh kenangan indah bersama teman-teman yang pemaaf, seraya teringat nasehat saudariku, "Kebahagiaan kita setelah memeluk Islam adalah Ukhuwah Islamiyah atau persahabatan, dan saat yang paling indah adalah tatkala bermaafan atas kekhilafan masing-masing sahabat". Terima kasih saudariku… "Allah pasti meningkatkan kemuliaan seseorang karena sifat pemaafnya."
"…dan memberi maaf itu lebih dekat kepada takwa" (QS. Al-Baqarah: 237)

Berkat doa mereka pula, sebulan setelah itu, saat diriku menghadiri wisuda program sarjana, perjalanan pesawat sangat lancar, kala itu kehamilanku memasuki bulan ke empat. Dan pihak universitas memberitahukan bahwa Saya dipercaya untuk mewakili para wisudawan berpidato di acara tsb.

Ketahuilah, pertemanan sering mengalami kejadian tak terduga, ikhlas hati dan "stok rasa saling memaafkan" harus selalu terselip di dada. Dan kurasakan saat bermaafan dan saling mendoakan adalah bertambahnya kepercayaan diri dan kecintaan pada teman.
“Jika kamu menyatakan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.” QS An-Nisaa’ : 149

Dari sudut Kota Tua Krakow, kusampaikan untaian doa padaMU, semoga teman-teman sholehah dimanapun berada selalu dalam lindungan, cinta dan kasih sayangMU…
jadikanlah cinta kami seluruhnya hanya kepadaMu dan amal perbuatan kami seluruhnya hanyalah untuk mencari keridhaanMu, “Allahumma innaka ta’lamu Ana hadzihil quluub…"

(bidadari Azzam, krakow, malam 29 ramadhan 1431 H)