Mengawal Ke-Ikhlasan

Ikhlas sebuah bentuk yang lahir dari nurani yang jernih. Ikhlas adalah manifestasi dari sebuah keimanan yang baik, yang percaya bahwa disetiap uluran tangan harus semuanya bersandar hanya pada Sang Pencipta Hidup.

Ikhlas sebuah perbuatan mulia, yang bisa dirasakan tapi tak berwujud, seperti barang-barang. Ikhlas adalah kata yang indah, yang akan selalu bernyanyi di hati sang pemberi pertolongan bila ikhlas yang dilakukan hanya bukan di bibir saja.

Saya yakin, kita semua akan berusaha menjadi orang yang ikhlas, karena ikhlas dalam membantu sesama merupakan tabungan amal yang akan kita petik hasilnya. Ikhlas membuat hati kita menjadi lapang, dan sebuah senyum di hati akan selalu mengiringinya.

Tapi…

Benarkah ikhlas yang dimaksud hanya harus kita hadirkan saat kita berbagi kepada sesama? Benarkah kita ikhlas, bila kita mengurangi beban saudara kita, dan kita mengatakan, “aku ikhlas kok membantumu?” Apakah memang ikhlas itu selalu harus diucapkan, agar yang menerima tahu bahwa kita ikhlas.

Seringkali saya mendengar ucapan ; “ikhlas kok!” tapi perkataannya dengan suara Beta. Terlihat ada penekanan, dan terasa pengucapannya bergelayut dengan “greget”. Ih… benarkah mereka memang ikhlas?

Menurut saya…

Ikhlas itu memang dibutuhkan diawal, seperti yang kita tahu sebuah hadits, bahwa setiap amal ( perbuatan ) yang kita lakukan berdasarkan dari niatnya.

Ikhlas itu indah. Ikhlas itu mengurangi ketegangan, tekanan jantung, membuat pembuluh darah menjadi lebih lancar, karena aura dari rasa senang melihat bantuan kita diterima oleh oranglain dan mereka menjadi berhasil mengurai masalah atau mengurangi bebannya.

Jadi, jika ikhlas kita diawal saat membantu oranglain, adalah sebuah rasa yang harus dihadirkan, maka jangan berfikir setiap bantuan akan diterima oranglain yang kita anggap oranglain memerlukannya dapat mereka terima dengan gembira.

Adakalanya, keikhlasan kita menjadi cair, bahkan hilang, karena rasa terimakasih dari mereka tak terucap, atau wajah mereka datar-datar saja, saat menerima setitik bantuan kita. Jangan dipikirkan, jika saat itu ada. Itulah salah satu dari “godaan” untuk membuat kita menjadi TIDAK IKHLAS.

Ikhlas diperlukan sepanjang perjalanan hidup kita di dunia ini. Selama kita menghirup oksigen di bumi, disaat itulah kata IKHLAS harus selalu ada. Ikhlas itu memerlukan pengawalan yang ketat, dan kita harus menyadari, bahwa ikhlas itu tidak mudah untuk selalu digenggam.

Tidak percaya?

Seorang lelaki yang telah membantu satu dua orang, mencarikan pekerjaan. Dia memang termasuk seorang muslim yang selalu dengan tangan terbuka mencoba mengurangi beban hidup oranglain. Dia tipe peramah dan selalu berpikiran positip. Tapi pada suatu waktu, di sebuah perjalanan, di dalam mobilnya, dia melihat seseorang, yang ternyata seorang lelaki di pinggir jalan.

Dia itu, seperti kacang yang lupa kulitnya. Masa sudah dibantu kerja, tapi sekalipun tak pernah silaturahmi ke rumah?’

Bagaimana menurut pembaca? Dia memang telah membantu orang itu, kira-kira sepuluh atau sebelas tahun yang lalu.

Orang yang dibantunya, sebelumnya seringkali ke rumahnya karena minta tolong untuk bisa bekerja. Tapi saat dia telah bekerja dan mapan, memang sepertinya dia lupa bahwa setiap bantuan yang kita terima, kita tak boleh melupakan jasa oranglain.

Ada juga saat, dimana seorang ibu muda berkata kepada saya, bahwa dia saat ini membantu seorang janda untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Ibu ini mengatakan ;

Dunia ini bagaikan roda yang berputar. Saya tidak tahu nantinya kehidupan saya dimasa tua. Memang saat ini saya berkecukupan, tapi dimasa tua, akan kah saya tetap dengan kondisi begini? Mungkin nanti jika saya tidak berkecukupan lagi, mereka akan membantu saya juga.”

Perkataan ibu muda ini menunjukkan tidak ikhlasnya dia membantu seseorang. Pemberiannya bertendensi untuk minta balas budi. Masih berkecukupan, kok ya sudah berdoa, jika tuanya akan dibantu orang yang dibantunya saat ini.

Jika ibu ini mengerti, bahwa itu adalah doa, maka dia akan menyesalinya.Secara tidak disadarinya dia berdoa agar menjadi miskin dimasa tuanya, dan anak-anaknya pun akan dibantu oranglain. Dan tentu bantuan yang diberikannya bukanlah sebuah amal baik. Rugi kan?

Amal Ikhlas = Harus Dikawal

Beramal itu susah-susah gampang. Karena saat kita melakukan kebajikan kepada oranglain dan saat yang bersamaan kita sangat ikhlas, maka syaitan akan memantapkan rencananya ;

Tunggu saja saatnya, amalmu saat ini akan terbakar habis, aku tak rela kamu melakukan kebajikan dengan ikhlas!”

Memang benar, syaitan tak akan rela anak adam masuk kedalam syurga. Dia tak ingin semua manusia berada permanen di titik ikhlas. Dia ingin manusia-manusia itu menemaninya di neraka, yang merupakan sebuah tempat yang pasti baginya kelak di hari kemudian. Maka dia akan sangat gigih, dengan berbagai cara, agar manusia-manusia yang dalam “pengawasannya” akan selalu melunturkan catatan “tinta” keikhlasan sepanjang hidup manusia itu.

Memang, amal yang dibarengi ikhlas, yang telah merupakan catatan kebaikan di hadapan-Nya memerlukan ujian, seberapa lama ikhlas itu mendampinginya. Tanaman amal kita yang berkilau itu, sepanjang hidup kita akan selalu menemui rintangan. Akan selalu ada bisikan, terbersit dihati, agar orang lain tahu bahwa kita telah berbuat baik. Atau amal yang telah kita tabung itu akan selalu ada godaan agar kita marah dan terluncurlah kata-kata seperti seorang lelaki yang saya kisahkan diatas.

Sungguh sayang, jika kita tak menyadari bahwa semua kebaikan yang telah kita usahakan baik dengan mudah maupun dengan bersusah payah, akan menjadi bagaikan butiran debu yang tertiup angin, karena kita tak mampu mengawal semua keikhlasan dalam amal kebajikan sepanjang hidup kita.

( Hujan mengunjungi pagi ini, dan saya merasa memerlukan energi berupa menulis agar badan dapat terhangati. )

Sangatta, 9 Februari 2011

Halimah Taslima

Forum Lingkar Pena ( FLP ) Cab. Sangatta

[email protected]