Tiada Kata Selain Syukur

Masihkah Ada Alasan untuk Tidak Bersyukur?

Alhamdulillah,

Allah beri aku kesempatan untuk sedikit melihat “ke dalam”, pada diri yang hina ini.

Ini tentang kisah waktu kuliah. Dan nyaris, aku tersungkur waktu itu. Aku rasakan rembesan bulir bening itu, mengambang di pelupuk mata. Sungguh, Allah betapa agungnya Engkau yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya. Dengan sebaik-baik bentuk. Dengan penciptaan yang teramat sangat sempurna! Maha Agung Engkau wahai Allah! Betapa Maha Agungnya. Andai semua kata-kata yang menunjukkan kemuliaan, keagungan, dan kebesaran itu digabungkan jadi satu, sungguh masih belum dapat mewakili betapa amat sangat Maha Agungnya Engkau.

Tak ada satu amstrong pun di bagian tubuh ini, kecuali sebuah penciptaan yang luar biasa. Sangat luar biasa sempurnanya. Sesuatu yang sering terlupa. Maka, masih adakah alasan untuk tidak bersyukur?

“Ingatlah kamu sekalian kepada-Ku niscaya Aku ingat kepadamu, serta Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku.” (QS. Al-Baqarah [2] : 152)

Kesyukuran itu jarang sekali terucap ketika ni’mat itu masih meliput diri kita. Merasa itu hanyalah sebuah hal yang ‘memang begitu adanya’ teramat biasa-biasa saja. Tapi, jika sedikit saja tercerabut, maka, kita akan merasakan kehilangan yang amat sangat luar biasa.

Sekarang, mari sedikit mengamati apa yang menjadi sesuatu yang biasa-biasa saja itu.

Pernahkah kita membayangkan betapa beruntungnya kita bisa makan nasi?

Mungkin sebagian bilang, “ah, makan nasi mah lumrah. Biasa!”

Ah, tidak!

Bersyukurlah ketika kita masih bisa makan nasi. Mungkin kita tak bisa bayangkan, betapa tersiksanya orang yang alergi terhadap nasi. Ini kasus nyata! Seorang pasien di sebuah Rumah Sakit yang sedang diterapi terhadap penyakit alergi makan nasi. Maka, bukankah sangat pantas kita bersyukur ketika kita bisa makan nasi dengan mudahnya.

Mungkin, menghirup udara adalah hal yang biasa-biasa saja bagi kita. Kita boleh dengan sepuas-puasnya menghirup gratis. Tapi, bagaimana dengan orang yang tak mampu lagi bernafas sehingga oksigen itu harus dibeli? Bukankah tiada alasan bagi kita untuk tidak bersyukur ketika Allah masih memberikan kesempatan untuk menghirup udara-Nya dengan bebas?

Permisalan lain, ketika kita tertidur dengan mudahnya, pulas. Pernahkah kita membayangkan ada orang yang bahkan ia harus tersiksa setengah mati untuk dapat tidur? Bersyukurlah, ketika bisa tidur dengan pulas. Bersyukurlah. Aku pernah berada di fase ini. Ketika aku membutuhkan energi banyak untuk hanya sekedar tertidur! Betapa tidak enaknya. Betapa tidak enaknya ketika tidur harus dengan obat penenang. Maka, masih adakah alasan untuk tidak bersyukur?

Ketika kita bisa buang air besar dengan lancar pun, semestinya kesyukuran itu ada! Semestinya. Betapa tidak enaknya ketika saluran feses malah dialihkan melalui perut. Lalu, adakah alasan untuk tidak bersyukur?

Sungguh, setiap satuan terkecil komponen tubuh kita, adalah penciptaan luar biasa dan telah teroganisir dengan benar-benar sangat sempurna! Amat sangat sempurna! Andai saja, semua kerja tubuh ini, semua proses yang berjalan di dalamnya dikendalikan oleh kesadaran manusia, MAKA TAK ADA MANUSIA YANG SANGGUP HIDUP! TAK ADA! Maka, apakah masih ada alasan untuk tidak bersyukur?

Oh, kita bisa bayangkan bagaimana sempurnanya penciptaan diri kita! Betapa amat sangat sempurnanya. Dalam kuliah, kadang aku sering berpikir-pikir sendiri. Dari disiplin ilmu yang kuplajari, bahwasannya penyakit itu terjadi, ketika ada sesuatu yang tidak seimbang. Ada sesuatu yang kurang. Ada sesuatu yang hilang. Ada sesuatu yang tidak bekerja sesuai sistemnya. Kemudian berakibat, kekacauan sistem, sehingga tubuh tak dapat beraktivitas normal. Maka kemudian seorang Farmasis mendesain sesuatu obat yang dapat mengembalikan keseimbangan, kerusakan dan kehilangan dari tubuh itu untuk dapat kembali normal.

Tahukah engkau, bahwasannya belum ada satu obat pun yang dapat menggantikan secara spesifik ketidakseimbangan itu! Tak ada! Sekali lagi kukatakan, TIDAK ADA! Manusia tak sanggup untuk membuatnya, sebab sangat luar biasa sempurnanya penciptaan itu. Yang bisa manusia lakukan hanyalah membuat ia mendekati normal —yang kemudian dilengkapi dengan efek samping karena ia tak bekerja spesifik hanya pada satu tempat— untuk kemudian tubuh itu sendiri memperbaikinya. Me-regenerasinya. Atas kehendak-Nya.

Jika dijabarkan satu per satu mengenai keajaiban itu, takkan cukup lautan ini jadi tinta dan hamparan bumi ini jadi kertas. Sungguh, begitu banyaknya hal yang menakjubkan! Maka, apakah masih ada alasan untuk tidak bersyukur? Masihkah?

“Maka, nikmat Tuhan mana lagikah yang kau dustai?” (QS. Ar-Rahman [55] : 55)

Semoga ini memberikan sedikit wacana serta mengingatkan diriku, dirimu, dan kita semua agar tidak lupa bersyukur.

www.fathelvi.blogspot.com