Sayang Anak? Perbaiki Otak Kita!

Dering SMS menyapa kotak kecil telekomunikasiku. Isinya Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Kaum wanita datang menghadap Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bertanya: “Ya Rasulullah, kaum pria telah pergi dengan keutamaan dan jihad di jalan Allah. Adakah perbuatan bagi kami yang dapat menyamai ’amal para mujahidin di jalan Allah?” Maka Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Barangsiapa di antara kalian berdiam diri di rumahnya maka sesungguhnya ia telah menyamai ’amal para mujahidin di jalan Allah.” (HR Al-Bazzar)

Perlahan kubaca tiap baitnya, dan terpaku pada satu bait “Barangsiapa di antara kalian berdiam diri di rumahnya maka sesungguhnya ia telah menyamai ’amal para mujahidin di jalan Allah.” Sebenarnya saya sudah pernah mendengar hadits ini, tapi entah kenapa mataku terpaku pada kata-kata berdiam diri di rumah. Pikiranku penuh sesak dengan pertanyaan-pertanyaan, bahkan teman yang kutanyakan tak mampu “memuaskan” rasa penasaranku. Tiba-tiba teringat kisah para sahabiyah, hei lihatlah, disana ada ummu Khadijah, istri tercinta baginda Rasul, beliau seorang pengusahawati yang kemudian ketika menikah dengan Rasulullah menjadi seorang istri yang sangat sangat shalihah, ada juga ummu Nusa’ibah binti Ka’ab, seorang muslimah pejuang pemberani dari kalangan Anshar dan beliau jago beladiri. Beliau-beliau adalah contoh seorang istri yang sholihah dan berarti tidak diam di rumah saja kan. Begitu pikiranku saat itu.

Keesokan harinya, Allah menuntunku menemukan jawaban atas segala kegelisahanku. Disebuah acara seputar otak anak. Garis besar dari acara itu adalah jika sepasang suami istri ingin mendapatkan anak yang sholeh maka kitanya juga harus sholeh dan terdidik, makna terdidik disini bukan berarti pendidikan formal semata, orangtua yang baik harus mengetahui bagaimana mendidik anak yang baik jadi minimal tahu ilmu seputar pendidikan anak.

Loh lalu apa kaitannya dengan otak? ternyata anak-anak yang terdidik dilahirkan dari orangtua yang mengasuh dirinya dengan benar. Banyak contoh di sekitar kehidupan kita, ibunya tidak bekerja alias hanya ibu rumah tangga tapi anaknya akhlaknya kurang baik, kenapa bisa begitu? ternyata pola asuhnya yang salah. Ibu kurang dalam mengasuh anaknya, anak tidak hanya cukup sandang pangannya saja tapi otaknya juga harus bagus. Semenjak janin dalam kandungan seharusnya calon anak harus banyak berinteraksi yang baik dengan kedua orangtuanya. Ibu hamil harus lebih sering mengelus perutnya sebagai wujud rasa sayang pada buah hati, pun begitu dengan bapak, dia juga harus berkomunikasi mengucapkan salam, mendo’akan anaknya. Saat hamil, seorang ibu lebih baik sering tilawah dan memperdengarkan al-Qur’an yang direkam menggunakan suara Ibu sendiri lalu diperdengarkan kepada anaknya karena hal itu sangat merangsang otak calon buah hatinya. Subhanallah, lebih baik dan lebih bagus dari sekedar mendengarkan musik klasik.

Subhanallah, ternyata perkembangan otak anak itu dimulai sejak dalam kandungan. Ibu adalah madrasah bagi anak-anaknya dan benarlah bahwa anak sudah harus disekolahkan sejak dalam kandungan.

Banyak perkara-perkara yang bisa merusak otak anak, ditengah zaman yang penuh fitnah ini, zaman yang semakin “liar” dan mulai tidak berperasaan. Diantara perkara itu adalah penggunaan narkotika (narkoba dan zat adiktif lainnya), anak yang sering dimarahi atau dikasari Ibunya, tayangan-tayangan televisi yang tidak mendidik yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi dan ternyata pornografi dan pornoaksi inilah yang jahat sekali pada otak anak-anak, lebih jahat dari narkoba karena dia benar-benar merusak otak dan perilaku anak. Jangan heran jika kita melihat di televisi ada anggota dewan yang terhormat berkata yang tidak patut, tidak sopan dan tidak berpendidikan, bisa jadi otaknya sudah terkontaminasi dengan hal-hal yang kurang baik yang menciutkan otaknya.

Sekarang aku paham dan mengerti kenapa seorang Ibu adalah madrasah bagi anaknya. Ibu yang terdidik (dibantu oleh suaminya yang terdidik juga) saling bahu-membahu mendidik dan membesarkan anak. Apalah artinya gaji besar tapi anak terlantar. Aku juga tidak menafikan kebutuhan ekonomi, hanya disini kita harus lebih jeli bahwa anak adalah asset paling berharga yang kita miliki, karena bukan harta yang banyak yang akan menolong kita nanti di pengadilan Allah, tapi do’a anak yang sholeh-lah yang bisa meringankan dosa-dosa kita. Yakinlah akan pertolongan Allah. Jadi mari perbaiki otak kita agar kita nantinya bisa lebih siap mendidik anak-anak kita.

Segala puji bagi Allah, kita memuji, memohon pertolongan, serta ampunanNya.

Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu-nafsu kita dan dari kejahatan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang ditunjuki oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka tak seorangpun yang bisa menunjukinya.

(Semoga ku bisa mengamalkannya nanti, amin)