Hadiah Itu Bermakna Cinta

Setiap tanggal terakhir di setiap bulan ada rasa bahagia yang membuncah di hati. Pada tanggal terakhir tersebut aku mendapatkan slip gaji yang artinya kartu ATM ku sudah kembali terisi full. Hasil kerja selama satu bulan seperti terbayarkan dengan bertambahnya saldo tabungan jika dibandingkan dengan hari sebelumnya.

Tapi bukan hanya sekedar pada waktu itu aku gajian. Ada hal lain yang membuatku bahagia. Hal in yang membuatku mengkhususkan untuk pulang tepat waktu dari hari biasanya. Mengingat pada hari itu mesin ATM akan penuh oleh para pekerja lainnya yang mempunyai tujuan yang sama yaitu menarik uang gajinya. Ya, aku pun bermaksud ingin mengambil bagian diantara antrian para pekerja yang hendak mengambil uang gajinya.

Sebenarnya tidak harus hari itu jika ingin mengambil uang di ATM. Masih bisa di hari yang lain dimana keadaannya bisa lebih sepi sehingga tidak perlu antri berlama-lama. Tapi entahlah antrian di depan ATM tidak membuat hasratku menurun untuk menunda mengambil uang. Bahkan membuat aku berfikir untuk mencari dimana mesin ATM yang sepi pengunjung agar aku mudah menarik uangnya.

Alasan kenapa tepat pada hari aku gajian aku menarik uang karena aku ingin dengan segera memberikan hasil keringatku untuk Ibu. Aku tidak sabar memberikannya karena aku ingin Ibu yang pertama kali merasakan uang hasil keringatku. Ada rasa bahagia yang tidak terkira ketika tangan ini memberikan uang tersebut kepada Ibu. Ada rasa syukur kepada Ar-Razzaq ketika Ibu mengucapkan alhamdulillah. Melihat senyum senang Ibu menerima uang hasil keringat ini hatiku merasa disinggahi sebuah nirwana yang penuh dengan kebahagiaan.

Aku hanya ingin berbakti kepada Ibu. Sedikit demi sedikit membalas kasih dan sayangnya meski sampai kapan pun tidak akan pernah terbayarkan.

Di lain waktu seorang teman pernah bercerita bahwa ia membeli sebuah sandal dari uang gajinya. Teman tersebut bermaksud ingin menghadiahkan sandal tersebut untuk ayahnya. Menurutnya ia sudah cukup lama tidak pernah memberikan apapun dari hasil keringatnya untuk diberikan kepada ayahnya. Maka dikirimkanlah sandal tersebut kepada ayahnya yang tinggal di kampung yang cukup jauh jaraknya.

Pada suatu hari temanku tersebut mendapat kabar dari adiknya bahwa ayahnya itu sangat senang dengan sandal yang dibelikannya. Bahkan berceloteh seandainya setiap bulan ayahnya itu diberikan hadiah maka sangat senang sekali beliau. Temanku yang mendapat berita tersebut terharu dan berkaca-kaca matanya. Sebuah sandal sangat menyenangkan hati ayahnya.

Ada hal yang aku tangkap dari cerita temanku ini. Rasa bahagia orang tua ketika menerima pemberian anaknya bukanlah karena benda yang diberikannya. Tetapi ada cinta dibalik benda yang diberikan. Cinta itulah yang diharap dan ditunggu oleh orang tua dari anak-anaknya. Sedikit perhatian yang diharapkan bisa mengisi sebuah ruang kosong di hati mereka.

Sebuah sandal dapat menyenangkan hati seorang ayah. Aku dulu pernah marah kepada ayah ketika tidak dibelikan sepatu bermerk dan mahal.