Tantangan Waktu

Ada beberapa kawan yang saya amati. Bukan mencari kekurangan atau hal negatif lainnya. Tapi sekedar untuk bahan berkaca bagiku. Apakah mereka sama denganku atau ada sesuatu yang bisa saya petik hikmahnya. Karena saya pikir semua teman adalah sumber hikmah yang sayang bila diabaikan begitu saja.

Seorang ibu, yang hidupnya termasuk diatas rata-rata orang kebanyakan, Tentu yang saya bicarakan ini seorang ibu rumah tangga dengan beberapa anak. Penghasilan suami yang lumayan, membuatnya punya beberapa fasilitas yang memudahkannya untuk melaksanakan pekerjaan kerumahtanggaan.

Seperti umumnya saat ini. Memasak nasi dengan menggunakan jasa rice cooker, mencuci dengan fasilitas mesin cuci, yang membuat pekerjaan mencucinya hampir tidak menggunakan tangan, karena dia hanya perlu menjemur.

Mobil pun siap digunakan untuk antar jemput anaknya bersekolah atau pun hal lainnya. Ada pembantu khusus setrikaan pakaian. Jika tidak sempat masak tinggal beli. JIka dilihat sepintas enakkan? Karena ibu rumah tangga model begini, banyak yang menginginkan. Karena semuanya serba ringan.

Kemudian ada seorang ibu yang sekaligus seorang pekerja. Setiap pagi dia juga pergi ke tempat kerjaan dengan memboncengkan kedua anaknya yang telah ABG. Hidupnya termasuk kelas pertengahan, Suami istri bekerja untuk memenuhi kebutuhan yang semakin mendesak.

Mencuci dengan fasilitas mesin cuci yang bilas pakaiannya dengan tangan. Saat dia melangkahkan kakinya keluar rumah, itu menandakan dia telah mengerjakan sekian puluh “job”.

Ibu yang saya namakan saja B ini, sebelum azan subuh sudah memasak untuk makan pagi dan siang ( bila anak-anaknya pulang sekolah saat siang ), mencuci, beres-beres rumah. Keluar rumah tetap ceria disetiap paginya. Padahal dia meninggalkan anak balitanya, yang dititipkan kepada orang lain.

Saat sore masih bisa menyapu halaman dan menyapa tetangganya. Wajahnya tak pernah terlihat murung, senyum selalu menghias wajahnya. Subhanallah. Tak terlihat helaan nafas yang menandakan dia kelelahan. Padahal dia pulang dari kantor sekitar pukul empat atau lima sore hari.

Perbedaan keduanya ada pada sikap mengelola waktu. Ibu yang pertama, karena di manjakan oleh fasilitas, maka untuk menjemur pakaian saja dia kadang merasa berat. Padahal seharusnya dia bisa bersyukur, karena tidak ada pekerjaan yang termasuk dalam kategori berat yang dilakukannya, seperti ibu-ibu yang umumnya lakukan. Semuanya serba mudah didapat. Kalo lagi malas memasak, bisa langsung membeli. Mudahkan?

Sementara ibu B, karena merasa uang pas-pasan dan waktu yang ada sangat terbatas, maka dia menyikapinya dengan cara “semangat 45”. Saat fajar, pekerjaan mencuci dan memasaknya selesai. Sementara setelah shubuh dia menjemur pakaian dan beres-beres rumah. Maka saat dia keluar dari rumah untuk bekerja, maka tentu saja dia tersenyum karena tidak ada pekerjaan yang menumpuk yang akan menunggunya saat dia pulang nantinya.

Hikmah yang saya dapat dari pengamatan ( sebenarnya ada lebih dari empat ibu ) adalah ternyata untuk urusan pekerjaan rumah, memang susah-susah gampang. Jika kita merasa waktu selalu ada, dan tidak merasa ada tantangan waktu yang sangat minim. Atau dalam benak tersimpan memori, “nanti masih bisa saya kerjakan,” artinya menunda mengerjakan pekerjaan karena merasa tidak begitu penting, akhirnya saat waktu terus berjalan dan dititik yang seharusnya sudah selesai dikerjakan, kita baru tersentak. Maka saat kepepet yang kita buat sendiri, membuat kita menjadi “tak nyaman”. Padahal tersedia waktu sangat luas, untuk mengerjakan segala sesuatunya. HIngga sekecil dan seringan apapun pekerjaan itu akan menjadi berat dilaksanakan

Kebiasaan menunda-nunda pekerjaan ( walau tak ada udzur ), membuat kita menjadi orang yang tak mampu mengelola waktu dengan sebesar-besar manfaat. Padahal sungguh bila kita sadari, waktu yang ada sesungguhnya disediakan oleh Allah Awt. untuk digunakan seoptimal mungkin. Karena setiap waktu yang kita lewati di dunia ini akan ada pertanggung-jawabannya dihadapan Pencipta Waktu.

Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan ), tetaplah bekerja keras ( untuk urusan yang lain ).” QS. : Al-Insyirah – 7.

Sengata 27 Mei 2010

Halimah Taslima

Forum Lingkar Pena ( FLP ) Cab. Sengata

[email protected]