Jangan Jadi Da'i Bermental Kerupuk

Apa yang akan Anda lakukan jika secara tiba-tiba saat Anda dan beberapa teman yang ikut bersama Anda berdakwah ke jalan Allah di sebuah kampung -yang mayoritas penduduknya orang-orang nonmuslim- beberapa orang dari mereka mendatangi Anda lalu dengan kasar mengusir Anda semua sambil menghujani dengan kata-kata kotor dan menghalau dengan senjata tajam? Apakah setelah itu semangat dakwah Anda menjadi ciut, kendor lalu meninggalkan dakwah karena takut mati, takut menderita dan sebagainya, atau bagaimana?

Kalau orang-orang kafir meneriaki atau memaki dan seterusnya seorang atau sekelompok orang muslim yang berdakwah ke jalan Allah itu adalah suatu hal yang biasa, malah bukan suatu hal yang luar biasa jika jalan dakwah tidak penuh onak dan duri, karena dakwahnya para nabi dan rasul tak lepas dari itu. Disanalah ujian kejujuran, ketulusan, keikhlasan, keyakinan, ketakwaan itu dinilai dan derajat seorang hamba dinaikkan. Kita bisa membuka kembali sejarah perjuangan para nabi dan rasul, terutama rasul-rasul ulul azmi (Nuh AS, Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS, Muhammad SAW)

Setelah Allah perintahkan kita beriman, lalu beramal saleh, kemudian saling berwasiat pada kebenaran, Allah perintahkan kita untuk saling berwasiat pada kesabaran, kenapa? Karena jalan keimanan, jalan amal saleh, dan jalan berbuat kebenaran memang penuh dengan ujian, godaan, dan onak-duri, disanalah perlu untuk selalu dipupuk jiwa yang teguh dan sabar.

Dan kalau orang muslim ikut-ikut pula meneriaki/ memaki/ menertawakan/ mencemooh/ dll. saudara-saudaranya seislam yang menyampaikan dakwah, itu memang aneh. Keimanan di hatinya mungkin perlu ia cermati dan kaji ulang. Bukankah ketika ia mendapatkan saudara-saudaranya berlaku khilaf, misalkan, diluruskan dengan cara yang bijaksana.

Dalam hal penilaian tentang sebuah amalan, Allah telah sangat jelas menyebutkan dalam al-Quran, bahwa Allah memerintahkan kita untuk beramal, dan biarkan Allah, Rasul dan orang-orang yang beriman yang melihat amalan itu. Apakah semua orang yang mengatakan dirinya beriman dengan lisan mereka? Tentu tidak!! Orang yang beriman dengan hati, dengan lisan dan dengan amalan mereka.

Adapun orang kristen dan orang yahudi, yang di dalam hati mereka telah tertanam kebencian terhadap kaum muslimin, tidak akan pernah ridha sedikitpun dengan apapun yang dilakukan orang muslim, sampai kaum muslimin mengikuti ajaran mereka, dan hal ini tentu telah maklum bagi kita sebagaimana termaktub dalam Alqur`an.

Lalu apa sebab pengusiran juru dakwah yang mungkin banyak terjadi? Mungkin karena satu hal sebelumnya yang membuat orang kampung itu marah dan mungkin juga memang orang kampung itu tidak suka dengan kehadiran mereka karena diprovokasi pihak tertentu, wallahu a`lam.

Kalau mereka diusir dan diteriaki dengan ungkapan di atas tanpa sebab yang jelas, karena faktor benci, tidak suka, dsb (misalkan), ya itu hal yang lumrah dalam jalan hidup seorang da`i, tidak hanya manusia biasa, nabi dan rasul saja dikatakan gila, penyihir dll, bahkan Allah SWT yang telah menciptakan dan mencurahkan nikmat-Nya pun tak luput menjadi objek pelecehan orang-orang kafir.

Bahkan Nabi saja sewaktu berdakwah ke Thaif juga ditolak, diperlakukan secara kasar, biadab, sampai beliau diusir dari sana oleh penduduk Thaif sambil melempari beliau dengan batu dan kata-kata penuh ejekan. Lemparan batu yang mengenai Nabi Saw demikian hebat sehingga tubuh beliau berlumuran darah. Dalam perjalan pulang Rasulullah Saw menjumpai suatu tempat yang dirasa aman dari gangguan orang-orang jahat tersebut, kemudian beliau berdoa,

"Wahai Tuhanku, kepada Engkaulah aku adukan kelemahan tenagaku dan kekurangan daya upayaku pada pandangan manusia. Wahai Tuhan Yang Maha Rahim, Engkaulah Tuhannya orang-orang lemah dan Engkaulah Tuhanku. Kepada siapa Engkau menyerahkan diriku? Kepada Musuh yang akan menerkam aku atau kepada keluarga yang keluarga yang Engkau berikan kepadanya urusanku, tidak ada keberatan bagiku asalkan Engkau tidak marah kepadaku. Sedangkan afiat-Mu lebih luas bagiku. Aku berlindung dengan cahaya muka-Mu yang mulia yang menyinari langit dan menerangi segala yang gelap dan atas-Nyalah teratur segala urusan dunia dan akhirat Dari Engkau menimpakan atas diriku kemarahan-Mu atau dari Engkau turun atasku azab-Mu. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha. Tidak ada daya dan upaya melainkan dengan Engkau."

Demikian sedihnya doa yang dipanjtakan kepada Allah oleh Nabi Muhammad Saw sehingga Allah mengutus malaikat Jibril untuk menemui beliau. Setibanya di hadapan Nabi, Jibril memberi salam seraya berkata, "Allah mengetahi apa yang terjadi padamu dan orang-orang ini. Allah telah memerintahkan malaikat di gunung-gunung untuk menaati perintahmu." Sambil berkata demikian Jibril memperlihatkan para malaikat itu kepada Rasulullah Saw.

Malaikat itu berkata, "Wahai Rasulullah kami siap untuk menjalankan perintah tuan. Jika Tuan mau, kami sanggup menjadikan gunung di sekitar kota itu berbenturan, sehingga penduduk yang ada di kedua belah gunung ini akan mati tertindih. Atau apa saja hukuman yang engkau inginkan, kami siap melaksanakannya."

Mendengar tawaran malaikat itu Rasulullah Saw dengan sifat kasih sayang nya berkata, "Walaupun mereka menolak ajaran islam, saya berharap dengan kehendak Allah keturunan mereka pada suatu saat nanti akan menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya." Sungguh sebuah sikap yang patut untuk diteladani seorang dai yang senantiasa mengajak manusia ke jalan Allah.

Tapi kalau kesalahan itu terletak pada diri dai`-nya janganlah pula kita ikut menertawakan mereka, orang-orang beriman itu bersaudara, satu tubuh, satu jasad, perbaikilah kesalahan mereka dengan penuh cinta, kasih sayang dan penuh hikmah. Dan tunjukanlah mereka jalan dakwah dan metode dakwah yang tepat dan akan diterima itu bagaimana. Dakwah yang dicontohkan oleh Rasul SAW.

Itu jugalah tantangan kita selaku umat islam. Terutama yang tengah menuntut ilmu agama. Bagaimana ketika kita kembali ke tengah masyarakat nanti mampu menghadirkan dakwah yang menyejukkan hati masyarakat, melembutkan hati mereka, mencerdaskan mereka, semakin mengikat silaturahmi diantara mereka, dan memperkuat keimanan mereka.

Karenanya kita perlu persiapkan bekal yang cukup. Bekal ilmu dan metode dakwah. Bekal iman dan takwa, bekal ikhlas, bekal mental, dan bekal-bekal penting lainnya. Ilmu yang mencakup segala sisi dan dimensi kehidupan beragama, berbangsa, bernegara, mencakup dunia dan akhirat, dan utamanya tentu pengusaan kita di bidang kita masing-masing. Seperti bidang hadits, tafsir, fiqh, sejarah, dakwah, aqidah, dst. Jika saja setiap tahun Universitas-universitas Agama di Indonesia dan luar negeri melahirkan 100 bahkan 1000 sarjana yang betul-betul mengusai bidangnya masing-masing (poinnya disini adalah: menguasai, karena nilai mungkin bisa dikejar dan didapat dengan SKS( sistim kebut semalam atau seminggu atau sebulan), tapi penguasaan itu tentu harus melewati lorong-lorong proses yang cukup panjang, melelahkan, menguras keringat, tenaga, menguji keikhlasan, dan kesabaran untuk tidak cepat-cepat naik di pentas kepopuleran, ilmu yang fiss-shuduur la fis-sutuur, serta adanya taufik dan inayah dari Allah Sang Pemilik Ilmu ), insya Allah sekembalinya mereka ke masyarakat, mereka akan memberi pencerahan pada masyarakat kelak. Apalagi jika sudah menyabet gelar MA dan DR.

Pada Intinya seorang dai harus betul-betul menyadari bahwa tugas dakwah itu adalah tugas yang cukup berat, tugas yang memerlukan energi ketegaran yang cukup tangguh menghadapi berbagai ujian dan cobaan di jalan dakwah. Betapa banyak orang yang terjatuh dan meninggalkannya. Dan betapa banyak pula yang tetap istiqamah walau badai cobaan menghadang, walau kemiskinan, kesulitan menghambat, tapi hati telah teguh dan mantap seteguh karang di lautan yang akan senantiasa kokoh walau diterjang apapun, sampai ia meninggal di jalan dakwah. Tinggal kita mau pilih yang mana, mau pilih mental seteguh batu karang atau mental kerupuk.

[email protected]