Sisi Peradaban yang Terabaikan

Siapa yang tidak kenal kota Cilegon. Kota yang akrab di telinga sejak saya masih kecil, ketika masih SD. Nama bagi jawaban yang klasik, yaitu di manakah pusat peleburan besi/baja terbesar di Indonesia. Meski tidak tahu persis lokasinya di mana waktu itu, saya begitu hafal dan berkesan. Bayangan saya, pasti pabriknya sangat besar dan proses didalamnya penuh dengan peralatan canggih modern.

Nah, beberapa pekan yang lalu, saya berkunjung ke kota Cilegon. Pernah beberapa kali di waktu-waktu sebelumnya, saya hanya sekedar melintasinya ketika saya bepergian menuju pelabuhan Merak guna menyeberang ke pulau Sumatera.

Ingatan saya pun kembali terkenang ke masa kecil. Tidak menyangka kalau pada akhirnya saya berkesempatan melihat kota Cilegon. Inilah barangkali momen bagi saya untuk mentafakkuri ayat-ayat kauniyah-Nya. Terutama berkait dengan benda fenomenal bernama besi.

Besi adalah satu unsur yang disebutkan Al-Qur’an dalam surah Al-Hadiid. Allah berfirman, ”Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama) Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS 57 Al-Hadiid: 25).

Bisa dibayangkan sekiranya Allah tidak menurunkan besi. Adakah jembatan yang bisa menghubungkan antar pulau atau negara? Adakah alat transportasi yang mampu memindahkan manusia dari suatu tempat ke tempat lain dengan kokoh? Adakah bangunan yang kuat melindungi penghuni di dalamnya? Besi adalah material yang sangat akrab dalam kehidupan manusia. Manusia tidak bisa membangun peradaban yang lebih maju dan modern tanpa menyertakan unsur besi di dalamnya. Namun manusia diingatkan untuk tidak berhenti kepada kekaguman materi semata. Dibalik semua itu adalah Allah yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

Peradaban material bersifat fleksibel mengikuti perkembangan zaman, sedangkan peradaban substansial bersifat konstan tidak berubah sepanjang masa. Oleh karenanya, majunya peradaban yang bersifat material semestinya tidak mengubah peradaban yang bersifat substansial. Dulu orang ke mana-mana naik unta, sekarang orang ke mana-mana naik mobil. Dulu orang bepergian melintasi padang pasir atau jalan-jalan tanah berbatu, sekarang orang bepergian melewati jalan-jalan beraspal dan berbeton. Namun misi manusia tidaklah berubah yakni beribadah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Adalah wajar jika tempat-tempat ibadah sekarang ini dipenuhi dengan mobil dan kendaraan, karena peradaban kini adalah perbadaban yang dihasilkan dari kekuatan besi. Wajar juga jika pada setiap Idul Fitri tiba, jalan-jalan menjadi macet luar biasa karena orang saling bersilaturahim. Itulah sedikit gambaran tentang kekuatan besi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia sehingga mengubah pola-pola manusia dalam mendekati Rabb-Nya tanpa menghilangkan esensi di dalamnya.

——

Menangani klien mengharuskan kami berkunjung beberapa kali. Saat itu adalah kunjungan ketiga yang mengharuskan saya menginap di Cilegon. Hari pertama saya menginap ditemani oleh rekan junior dari Serang. Namun hari kedua, rekan saya tersebut merasa harus balik ke Serang dan tidak menginap.

Saat itu, menjelang Isya, saya masih di kantor klien yang berbeda. Untuk klien yang satu ini, saya bersama rekan senior dari Serang dan Jakarta yang sengaja datang pada hari itu untuk close conference (pembahasan akhir). Rekan Jakarta langsung pulang karena menggunakan supir pribadi, sedang saya dan rekan Serang masih tinggal beberapa saat menyelesaikan agenda yang belum terselesaikan. Karena saya merasa harus menginap lagi di Cilegon, saya membooking kembali kamar yang kami huni kemarin via telepon kantor klien.

Saat itulah terjadi perbincangan yang sedikit membuka aib kota tersebut,

Bapak kemarin nginap di hotel S ya..Ngga ada kejadian apa-apa kan semalam?

Saya bilang bahwa kami merasa aman-aman saja malam itu. Lantas beliau (dibenarkan pula oleh rekan-rekan lokal) menjelaskan,

Di sini kebanyakan hotel dipakai buat “begituan” pak. Kecuali hotel tertentu seperti Hotel PK. Kalau bapak sendirian saya ingatkan saja, kalau malam-malam ada yang ketuk pintu, jangan dibuka!. Biasanya dari wanita yang nggak bener tuh…Tapi biasa sih yang diketuk pintunya itu memang orang yang gelegatnya sejak awal mau “begituan” dan ia sudah bilang ke petugas hotel. Namun khawatirnya jika bapak menginap di hotel itu, wanita itu bisa saja salah ketuk atau sengaja salah ketuk ke kamar bapak…he..he..

Wah, ada benarnya ungkapan sejawat saya itu. Sebab menjelang malam di hotel itu, saya perhatikan makin bertambah saja orang yang berdatangan check in menghuni kamar. Ini dilihat dari makin bertambahnya mobil yang parkir di depan kamar dan di parkiran umum hotel. Saya waktu itu berhusnudzon saja bahwa mereka adalah musafirin dari pulau Sumatera. Atau pelancong yang sengaja bermalam agar esoknya bisa berwisata ke Pelabuhan Anyer atau Pelabuhan Ratu. Tapi sejawat saya ada benarnya juga wong hari itu bukan hari libur kok. Dan kapal Ferry yang merapat ke dermaga Merak tentu tidaklah malam betul. Lagi pula mereka tentu lebih suka langsung ke Jakarta yang butuh waktu 1,5 Jam saja. Kecuali sang supir mengantuk dan tidak ada supir pengganti.

Lebih lanjut sejawat saya mengatakan,
Tingkat prostitusi di Cilegon ini cukup tinggi lho pak. Perempuan di sini terkenal lebih agresif dibanding daerah lain….Kalau Bapak naik mobil dari Merak kemudian ada perempuan yang stop di tengah jalan, hati-hati aja pak, jangan dikasih naik. Itu perempuan pasti ada maunya. Kalau bapak rame-rame sih tidak mengapa. Tapi kalau Bapak sendirian biasanya ia nggak mau turun…

Naudzubillah. Nampaknya, Kehidupan prostitusi sudah marak di berbagai kota, termasuk di Cilegon ini. Mengacu pada teori gunung es, biasanya fakta yang tersembunyi adalah lebih besar dari fakta yang terlihat. Bisa dibayangkan betapa subur kehidupan prostitusi sebenarnya, melenggang bebas tanpa ada hambatan yang signifikan. Musibah yang datang bertubi-tubi boleh jadi karena kehidupan bebas seperti itu masih mendominasi di berbagai kota di negeri ini.

Malam itu, saya ragu apakah hendak menginap di Cilegon atau tidak. Rekan Serang yang mau balik ke Serang malam itu, hendak menumpang ke pusat kota agar bisa naik angkutan umum. Sementara saya hendak menuju hotel yang sudah saya booking. Di mobil yang sedang saya kemudikan, saya bertanya,

Pak, kalau di Serang kondisi hotel-hotelnya gimana?
Kalau di Serang masih banyak hotel-hotel yang bagus dan aman (dari praktek prostitusi). Tapi kalau Bapak hendak ke Serang malam ini, saya tidak bisa menjamin ada kamar yang kosong (yang murah tentunya), atau kalau mau, nginap saja di pesantren sahabat saya. Tapi banyak nyamuknya di sana he..he..

Kami pun melanjutkan perjalanan. Di persimpangan jalan menuju ke kota dan ke pintu tol, rekan saya menerima panggilan telepon. Saya meminggirkan mobil dan berpikir sejenak sembari menunggu rekan selesai bercakap. Begitu selesai saya berkata,

Pak, saya antar bapak saja ke Serang. Saya mau cari hotel di sana saja…

Saya pun membelokkan arah langsung menuju pintu tol Cilegon Barat. Di pinggiran jalan saya membatalkan hotel yang sedianya saya inapi malam itu. Jujur saja, saya belum siap menerima resiko pintu kamar hotel saya diketuki malam-malam, sementara saya sendirian di sana.

Ternyata jika kami berdua (berjamaah) akan lebih kuat. Itulah hikmah yang spontan terlintas di pikiran saya waktu itu, ketika saya membayangkan malam sebelumnya bisa bermalam dengan nyaman.

Hikmah lain, dibalik pembangunan peradaban yang kian marak, ternyata ada sisi peradaban yang harus dibangun lebih kuat, yaitu pembangunan mental (hati atau jiwa). Tentu saja ini dimaksudkan agar proses pembangunan peradaban betul-betul membawa manfaat dan menjamin nilai-nilai keadilan sebagaimana diisyaratkan dalam surat Al Hadiid itu.

Wallahua’lam bishshawaab ([email protected])