Rijaalul Fajri, Sudahkah Menjadi Bagian Dari Diri?

Aku suka dengan istilah ini, RIJAALUL FAJRI, orang yang menghidupkan waktu pagi. Materi ini kudapat saat kuliah subuh dalam rangkaian 10 hari I’tikaf di Masjid Al-Hikmah, Jl. Bangka, Jakarta, tahun 1996 (sudah lama sekali yaa). Materi yang disampaikan dalam kondisi jamaah ik’ikaf banyak yang ‘tumbang bergelimpangan’ karena semalam sejak jam 01.30 sudah bangun, sementara tidur paling cepat dimulai jam 23.00. Terasa lah kalau materi yang disampaikan ust Abduil Muis, MA ini jadi ‘nonjok banget’.

Tradisi menghidupkan malam 10 terakhir Ramadhan di Al-hikmah adalah sholat tarawih dengan bacaan 1 juz Al-Quran (untuk 8 rakaat), disambung ceramah. Biasanya itu selesai pada jam 22.00. Terus disambung tilawah masing-masing, biasanya sampai jam 23.00 maka lampu masjid akan dimatikan. (Kalau tak dimatikan, mungkin beberapa orang akan tilawah terus sampai pagi ya?). Jam 01.30 dini hari jamaah sudah dibangunkan lagi, bersiap untuk sholat tahajud dengan bacan 3 juz tiap malamnya! Baru disambung sahur.

Maka, sewaktu akan menyimak kuliah subuh itu, tadinya aku tergoda untuk menyimak sambil rebahan, karena sudah beberapa malam jam tidur sangat kurang. Memang fisik terasa ‘lungrah’. Tapi karena materinya tentang orang yang tidak bermalas2 setelah subuh, jadi tersindir berat deh. Maka, aku segera duduk menyimak dan mencatat materi itu baik-baik.

Nah, dari catatan itulah, ditambah beberapa referensi lain, aku coba untuk menulis ulang kembali tentang keutamaan waktu fajar.

Waktu pagi, memang menyimpan banyak keutamaan dan rahasia. Salah satunya adalah keutamaan zikir pagi yang dianjurkan untuk memperoleh banyak rahmat Allah SWT. “Dan sebarkanlah dirimu bersama orang-orang yang menyeru Tuhan mereka pada waktu pagi dan petang untuk mengharapkan keridhaan-Nya” (Al-Kahfi: 28).

Waktu pagi juga waktu pergantian tugas malaikat malam dan siang. Rasulullah menjelaskan dalam haditsnya bahwa waktu shubuh adalah masa di mana para malaikat malam naik ke langit digantikan dengan malaikat siang. Sungguh terasa indah jika saat-saat pergantian malaikat itu, kita sedang berada dalam kondisi taat kepada Allah Swt.

Namun apa yang terjadi? Banyak orang memilih untuk bermalas-malasan. Menjalankan sholat shubuh dengan terkantuk-kantuk kemudian bermalas-malasan menunggu matahari muncul adalah hal yang tidak jarang kita lakukan. Bahkan, sholat shubuh tak jarang kita lakukan setelah matahari telah terbit. Astaghfirullah…

Maka, ada benarnya juga kalau wasiat jawa kuno mengatakan, ‘ora ilok’ kalau setelah sholat subuh terus tidur lagi. Hal ini pula yang ditanamkan kedua orang tuaku, sejak kami masih kecil. Begitu subuh, dibangunkan sholat, lalu bantu-bantu membereskan rumah sampai saatnya bersiap ke sekolah. Ada juga orang yang mengatakan, “Kalau habis subuh tidur lagi, nanti rejekimu ilang dipatuk ayam”. Hmm, ada benarnya juga 🙂

Beberapa hadist atau ucapan salafus solih yang sempat kucatat waktu itu antara lain begini (maaf kalau gak lengkap ucapan siapa, mohon dikoreksi juga kalau salah ya, lha wong waktu itu nyatetnya sambil rada ngantuk, hihi)

  • Waktu fajar merupakan lembar kelahiran semua bentuk kebaikan”. Maka, perang jaman Nabi pun sering dilakukan pada waktu fajar
  • Waktu fajar adalah lambang kemenangan” . Jika ingin sukses, bangunlah dui waktu fajar dan jangan tidur lagi.
  • Fajar adalah lambang kehidupan, lambang masa muda, tanda aktivitas, ciri kebenaran dan keadilan, dan waktu ini paling strategis karena hawa masih segar dan Allah membagi rizkiNya di waktu fajar
  • Sholat subuh merupakan tanda iman seseorang dan bebas dari sifat nifaq, karena waktu ini berat bagi orang yang belum terbiasa” –> Rasul SAW melarang tidur usai sholat subuh. Rasul pernah melihat Fatimah tidur setelah sholat subuh lalu segera dibangunkan
  • Sesungguhnya sholat yang paling berat atas orang munafik adalah sholat Isya dan subuh” (HR Bukhari Muslim)

.

Waktu-waktu shubuh di pagi hari adalah waktu yang oleh para ulama dianggap sebagai waktu terbaik untuk mendalami suatu ilmu. Suasana pagi yang tenang membuat konsentrasi dan kemampuan memahami meningkat. Ibnu Jarir Ath Thabari, yang mampu menulis 40 halaman setiap hari selama 40 tahun terakhir masa usianya, melakukan murajaah akan ilmu dan ide-ide yang akan dituangkan dalam tulisannya di awal-awal shubuh

Lukman Al-Hakim pun mengingatkan anaknya tentang kemuliaan pagi dan mudahnya akal menyerap ilmu dengan mengatakan, “Jangan sampai ayam jantan lebih cerdas darimu. Ia berkokok sebelum fajar, sementara kamu masih mendengkur tidur hingga matahari terbit.

Lihatlah ke luar! Pagi tak pernah bosan menyapa kita kecuali Allah menentukan takdirnya yang lain. Suasana pagi tetaplah penuh dengan kesegaran dan kesejukan. Suasana pagi selalu membawa harapan bagi diri.
SEMANGADD PAGI! Sunguh aku ingin selalu menyapa pagi dan menjadikannya momen yang baik untuk memperbaiki diri. Amien, semoga …

—–&&&&—–

ditulis dengan sejuta rindu untuk bisa I’tikaf full 10 hari lagi di Al-Hikmah Jl. Bangka seperti tahun2 dulu. Ya Rabb, mudahkanlah aku mengobati rinduku..