Piring dan Gelas Kaleng

Saya seperti melihat kembali pemandangan di sekitar Villa Kalijudan Surabaya. Di tepi bangunan yang menjulang kokoh dan berpagar duri itu, dipisahkan sebuah jalan aspal yang biasa dilalui mobil, terbentanglah kaum miskin papa dengan keterbatasannya.

Tampak rumah-rumah petak itu seperti sarang semut yang mudah saja dihancurkan dengan satu injakan kaki atau rubuh karena terhempas tendangan bola.

Kisah ini saya sadur dari salah satu drama terbaik pada masa kecil saya. Memang biasanya ditayangkan cuma pada bulan Ramadhan saja. Dan mungkin orang sudah banyak melupakan seiring maraknya fenomena sinetron stripping yang muncul secara sporadis.

Sudah berulang kali diputar, tapi saya tak pernah bosan dan selalu membuat saya menangis tergugu. Pemeran utamanya adalah aktor senior terkenal Dedi Mizwar yang kini juga banyak membintangi film bernuansa dakwah dan menjadi icon perfilman religi di Indonesia.

Hikayat Pengembara ; Piring dan Gelas Kaleng
(dengan beberapa perubahan karena ada bagian yang terlupa)

Dan dari satu rumah megah di salah satu real estate.

"Habis sekolah langsung pulang, jangan main kemana-mana," perintah mamanya, Haris, si bocah kelas 5 SD tersebut menjawab dengan anggukan kepala. "Mama nanti mau arisan dan berkunjung ke panti sosial."

Kemudian tibalah siang harinya, si anak tersebut memang pulang tepat pada waktunya. Namun satu hal membuat ia kemudian berhenti melangkah ke dalam rumahnya yang megah.

Satu piring kaleng menggelinding dari rumah kecil yang berada tepat di seberang rumahnya. Haris memungut piring itu dan mencari pemiliknya. Dilongoknya rumah kecil yang ada di depannya sepi, seperti tak berpenghuni. Ia begitu terkejut ketika melihat seorang nenek tergopoh-gopoh keluar karena mendengar seperti ada seseorang di ruang tamunya.

"Permisi," seru Haris.

"Iya, Nak, ada yang bisa nenek bantu," nenek tersebut berdiri lumayan jauh dari Haris yang berada di ambang pintu.

"Ini punya Nenek? tanyanya sambil menyodorkan piring itu. Nenek terlihat agar menghindar.

"Iya, ini punya nenek. Tadi terjatuh," jawab nenek tersebut. "Terima kasih telah mengembalikannya kepada nenek."

"Nek, boleh saya masuk?" rupanya Haris lupa dengan pesan mamanya. Ia begitu tertarik dengan piring kaleng milik si nenek.

"Iya, silakan," tukas nenek mempersilahkan Haris duduk. "Nenek di sini tinggal dengan Mina, kucing nenek."

"Putra putri nenek, ada dimana?" Tanya nenek.

Mendengar pertanyaan seperti itu, mata nenek mendadak berkaca. Ia berusaha mengusap air mata dengan ujung bajunya. "Sudah jauh dari nenek. Bekerja dan nenek senang mereka bahagia. Katanya kalau sudah makmur mau menjemput nenek kemari."

"Maaf, Haris sudah membuat nenek sedih," Haris merasa menyesal.

"Namamu Haris, indah sekali," pujinya. "Sebentar ya, nenek ambilkan minum." Nenek tersebut beranjak dari kursinya dengan bunyi berdecit. Haris kagum pada rumah itu. Sepertinya ia pernah ke sana. Tapi lupa tepatnya kapan. Ia juga heran, mengapa ada rumah sekecil ini di tengah komplek perumahannya yang begitu megah. Ia pikir mungkin juga hal itu atas belas kasihan orang-orang yang ada di komplek ini kepada nenek tersebut.

"Ini, hanya ada air putih," nenek menyuguhkan air putih yang dituang di dalam gelas kaleng."

"Nek, kalau boleh tahu, apakah semua peralatan makan dan minum nenek terbuat dari kaleng? Asyik sekali sepertinya."

"Kebetulan iya. Piring, gelas, maupun teko milik nenek semuanya terbuat dari kaleng, karena nenek sudah terlampau tua. Semua barang itu awet. Jika jatuh pun tidak mudah pecah. Mata nenek kadang kurang awas karena usia."

"Bolehkah Haris meminjamnya, Nek?"

"Tentu saja boleh, bawalah gelas dan piring ini sebagai hadiah dari nenek. Mainlah kemari. Di dalam almari nenek banyak mainan punya anak nenek dulu."

"Baik, Nek. Haris pamit dulu ya. Takut dicari mama. Sekalian mau sholat dhuhur dulu," Haris kemudian mencium tangan nenek dan berpamitan. “Assalamualaykum."
"Waalaikumussalam."

Di malam harinya, mama menjadi heran ketika Haris tak mau minum dan makan menggunakan piring dan gelas yang sudah disiapkan Bi Sum, khadimatnya.

"Kenapa Haris? Kamu dapatkan darimana benda kotor itu?" serta merta mama menginterogasi Haris yang meletakkan piring dan gelas kaleng di atas meja makan.
"Singkirkan Haris ! Mama bisa belikan yang lebih bagus dari itu."

"Nggak mau, Ma. Ini hadiah dari teman baru Haris. Dari nenek yang ada di seberang rumah kita," kata Haris merajuk hampir menangis.

Sontak papa dan mama berpandangan. Teringat kembali pada belasan tahun lalu sebelum kehidupan mereka menjadi sukses seperti saat ini.

Siapakah wanita itu? ya, dialah perempuan tua, yang telah mengandung selama sembilan bulan, menyusui selama dua tahun dan menyapihnya. Ia dicampakkan begitu saja, di asingkan di sebuah rumah, ketika Haris lahir. Mama, sebagai anak kandungnya terpengaruh suaminya, khawatir jikalau ibunya yang renta itu nanti akan menularkan penyakit kepada anaknya.

Memang kisah tersebut berakhir bahagia dan haru. Setelah mama dan papa Haris disadarkan oleh seorang petualang yang diperankan oleh Dedi Mizwar tadi. Si nenek akhirnya tinggal dan berkumpul kembali dengan keluarganya yang telah lama ia nantikan di ambang pintu untuk menjemputnya.

Masyaallah, begitukah balasan kita terhadap orang tua? Terutama ibu. Jangan lupakan, bahwa kesuksesan yang kita dapatkan bukanlah atas kerja keras dan doa kita sendiri. Ada doa ibu disana. Ada doa orang-orang yang menyayangi kita disana. Doa yang tanpa kita ketahui telah diijabah oleh Allah. Saya geram ketika ada anak yang tega mencampakkan orang tuanya yang mulai kehilangan penglihatan di tempat penampungan bernama panti wredha.

Tak jarang dari para orang tua tersebut malah menjadi semakin stres dan akhirnya sakit-sakitan karena tak diijinkan lagi menjadi bagian dari keluarga. Padahal, jikalah segala kebaikan kita untuk orang tua ditakar menurut timbangan Allah, sungguh ia tak akan sanggup mengganti segala kelelahan orang tua dalam merawat kita.

Yang telaten menimang ketika malam kita terbangun karena kehausan, menangis, dan bau pesing karena ompol. Tiadalah guna ketika kita bekerja sebagai pelayan sosial namun kita sendiri mencampakkan orang tua.

Saya pun geram ketika ada salah seorang teman yang jengah karena orang tuanya sering menelpon menanyakan kabarnya, bahkan telepon tersebut akhirnya sengaja tak diangkat atau dimatikan.

Tetapi jika seseorang istimewa yang mengisi relung hatinya menelpon, ia balas dengan kalimat-kalimat indah yang bagi saya memuakkan. Tak ingatkah berapa puluh tahun kita habiskan bersama orang tua? Dan mudah sekali tergantikan dengan orang yang baru menempati satu sisi ruang hati kita dalam beberapa waktu?

Kawan, manfaatkanlah nikmat waktu luang bersama orang tua kita sebelum masa-masa itu dicabut oleh Allah. Karena Allah telah sediakan balasan bagi siapapun yang mendurhakai orang tuanya dengan neraka Jahannam, dengan api menjilat yang siap menyambar setiap orang yang berada di tepiannya.

“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu.

Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janagnlah sekali-kali kamu mengucapkan ‘Ah’ dan janganlah kamu membentak mereka, akan tetapi ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan kasih saying, serta ucapkan: ‘Wahai rabbku kasihanilah keduanya sebagaimana mereka telah mendidik aku di waktu kecil.’” (QS. al-Isra’: 23-24)

Riyadhul Jannah, 27 Muharram 1432 H
*dalam kerinduan yang membuncah akan film itu dan tentu saja untuk bunda di rumah
http://sweetyla.multiply.com