Rindu Emak

“Kak, kalau ada pulsa telpon sebentar ya, kata emak dia mau nanyain baju yang kakak pesan”
Begitulah is SMS yang barusan kubuka dari hp`ku, segera ku ketik sms balasan.
“Nanti ya dek bentar lagi”. Jawabku ketika itu.

Aku memilih untuk menelpon nanti saja karena ketika itu aku sedang berkumpul dengan teman-temanku. Tidak mungkin aku menelpon di tengah-tengah ramai begini, mungkin lebih baik nanti saja aku menghubungi ketika sudah pulang ke rumah, supaya lebih leluasa berbicara.

Azan Ashar berkumandang, suamiku sudah menjemput untuk pulang ke rumah. Biasanya aku selalu meminta di jemput menjelang maghrib saja setelah dia pulang dari kerja. Tapi kali ini aku harus cepat pulang, karena malamnya baru tidur tiga jam, sementara sampai sore begini aku belum juga tidur lagi karena si kecil Faruq juga tidak tidur-tidur.

Kepalaku sudah berat menahan kantuk bercampur pusing. Belakangan ini aku harus menyetok pil penambah darah. Sedikitnya jam tidur Faruq dalam sehari membuat aku sering kelelahan dan akhirnya kurang darah. Bahkan pernah sekali aku sampai tidak bisa bangun seharian saking lemahnya. Untungnya ketika itu hari libur, jadi Faruq bisa di jaga oleh ayahnya sehari penuh, dan aku bisa istirahat total.

Sesampai di rumah, aku langsung memberikan ASI untuk Faruq dan tak lama dia segera tidur. Aku yang ketika itu juga sudah tidak kuat ikut ketiduran.

Azan Maghrib suami membangunkanku untuk Sholat. Tak lama setelah Sholat hp`ku kembali berbunyi. SMS dari abangku,
“Dek ada pulsa, telpon emak bentar yach”
Astaghfirullahal`azhim,,, aku lupa tadi janji akan menelpon emak. Kulirik Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 07.30 malam. Ya Allah, sudah 11.30 malam di Indonesia. Emak mungkin sudah menunggu-nunggu telponku dari tadi.

Segera kubuka contact dan menekan tombol call pada nomor adikku Roni.
“Assalamu`alaikum”. Suara di seberang menyambut.
“Alaikumsalam ww, dek mana emak? Tanyaku tanpa basa basi.
Aku di kejar-kejar rasa bersalah telah membiarkan emak menunggu lama.
“Assalamu`alaikum mak….” sepi tidak ada jawaban.
“Mak…. Assalamu`alaikum ww…. Masih tak ada suara
“Ron, Roni” aku sedikit mengencangkan suara berpikir mungkin jaringan yang sedang terganggu.
Tak lama terdengar isak tangis dari seberang, aku sangat mengenali suara itu, itu suara emak.
“Mak,,!” Aku terhempas,
Suara hati riuh mencerca dan melemparkan kesalahan kepadaku, aku telah membiarkan emak menunggu lama.
“Mak, kembali aku memanggil,
Mak Lia minta maaf mak. Tadi Lia ketiduran. Faruq nggak tidur-tidur makanya Lia kecapean, tadi waktu dia tidur lia ikut ketiduran mak. Maaf ya Mak….”
Aku menahan sebisa mungkin untuk tidak menangis. Aku tidak boleh menangis, itu akan mebuat emak tambah sedih.

Tak lama suara emak mulai terdengar.
“Gimana kabarnya sehat???
“Sehat mak Alhamdulillah, Mak maaf ya mak……” Aku kembali mengulang permohonan maafku.
“Iya, Faruq gimana?? Suaranya mulai terdengar biasa.
Pertanyaan-pertanyaan yang rutin disampaikan setiap kali aku menelpon.
“Faruq udah mulai berdiri mak Alhamdulillah, udah makin aktif aja nggak mau diam”….
Obrolan terus berjalan seperti biasa. Tidak ada kabar mengejutkan, masih seperti biasa. Tangisan di awal tadi murni tangisan rindu, bukan karena ada sesuatu yang tidak menyenangkan.

Lebih kurang dua puluhan menit berbicara, aku pamit.
“Mak, udah dulu ya, yang penting sehat semua ya mak……”
“Iya, ya udah makasih ya…..”
“Iya mak kirim salam sama semua keluarga, Assalamu`alaikum ww”.
“Alaikumsalam ww.” Emak menyahut salamku.

Setelah menutup telpon, aku terus teringat dengan tangisannya, yang memang ketika masih berbicara tadipun terus memenuhi pikiranku.

Apakah ketidaksengajaanku tadi membuat emak sedih? Apakah dia mengira aku lupa kepadanya, sehingga membuat ia menunggu sampai setengah dua belas malam. Biasa kalau aku menelpon pada pukul sepuluh malam di Indonesiapun, tidak jarang emak sudah tidur. Emak pastilah begitu rindu.

Ya Allah, seperti inikah kasih seorang ibu… Aku makin terisak. Sudah sebulan memang aku tidak menelpon emak. Biasanya aku selalu menelpon dua minggu sekali. Aku tidak puas kalau menelpon sebentar, kadang aku bisa menelpon mereka sampai setengah jam bahkan lebih. Itu makanya aku memilih untuk menelpon dua minggu sekali. Tidak mengapa agak lama rentannya, tapi ketika menelpon aku bisa puas ngobrol lama.

Tapi dua bulan yang lalu, emak juga yang memintaku untuk tidak terlalu sering menelponnya.
“SMS juga sudah cukup,” katanya.
“Sekali-kali baru Telpon, jangan terlalu boros.” Begitu pesannya.

Lalu mengapa tadi dia menangis? Karena dia cinta dengan anaknya, dia rindu dengan anaknya.
Mak, lia juga rindu emak, lia juga sayang sama emak. Doakan lia ya mak. Mudah-mudahan secepatnya Allah memberi kita kesempatan untuk berkumpul lagi.

Salam Ukhwah

http//:liaabi.multiply.com/