Biarkan Dia Memilih

  Maghrib belum tiba. Aku baru saja pulang dari Bogor usai acara Dauroh. Sesampai di rumah, kulihat seisi rumah sepi. Hari ini hari ahad di awal bulan, pasti seisi rumah sedang pergi arisan keluarga di salah satu rumah sanak keluargaku. Sepi rasanya rumah ini. Aku segera melepas lelah di tempat favoritku, kamar.

Adzan maghrib berkumandang. Aku segera berwudhu dan menunaikan sholat maghrib. Belum selesai aku shalat, terdengar di ruang tamu sudah mulai ramai: seisi rumah rupanya sudah kembali. Terdengar celotehan riang keponakanku.

Dari kamar, aku mencoba berbaur ke ruang tengah, mengajak main keponakanku. Tubuhku yang tadinya lelah seakan hilang kelelahanku ketika melihat wajah-wajah keponakanku yang mungil dan lucu. Wajah yang penuh dengan kepolosan tanpa dosa. Wajah tanpa masalah. Hhmm,, enaknya jadi anak kecil, pikirku.

Tiba-tiba, Dzacky merengek, meminta di buatkan susu botol oleh ‘Baba’ nya, panggilan ayah oleh keponakanku yang pertama itu.

“Baba,, dzacky mau susu,,di botol gede…”, rengekan anak berusia 3 tahun itu membuat aku pusing”. Ya, kalo mendengar anak kecil merengek minta sesuatu, riweh sekali rasanya. Abangku (Baba-nya Dzacky) membuatkan susu di botol kecil karena botol besarnya sedang di cuci.

Ketika mau memberikan susu itu ke Dzacky, ternyata anak itu gak mau dan malah merengek lagi: “Baba,, dzacky gak mau di botol kecil,, di botol gede aja..”, rengeknya dengan gaya bicara yang belum terlalu jelas. Aku tambah riweh mendengar rengekannya, ada-ada aja permintaan anak itu.

“Aunty mau pergi ke alfa nih.. siapa yang mau ikut??!!”, aku mencoba mengalihkan perhatian Dzacky, berharap dia diam dari rengekannya dan fokus pada ajakanku. Nadya yang sedari tadi diam langsung menjawab: “iyya..”, maksud ucapannya adalah Nadya, menyebutkan nama ‘Nadya’ dengan gaya cadel. Nadya, keponakanku yang kedua, usianya cuma beda 6 bulan di bawah Dzacky.

 

“Yuk,, qta ke alfa yuk..”, aku sengaja mengulangi kembali ajakanku. Aku berhasil, Dzacky diam dari rengekannya dan dia mulai menghampiri aku dan Nadya yang bersiap-siap pergi ke Alfa.

“Aunty,, Dzacky ikut..”. Kena!, pikirku.

“Abang Dzacky mau ikut?!”

“Iya, Dzacky mau ikut.”

“Ok. Kalo Dzacky mau ikut,, sekarang Dzacky minum susu yang tadi udah di buat sama Baba dulu ya.”

“Gak mau. Dzacky mau ikut.”

“Eh, gak bisa gitu.. tadi kan Bang Dzacky udah minta susu sama Baba, harus diabisin dulu susunya,, baru nanti Qta ke alfa. Ok?!”

“Aahh,,, gak mau,, Dzacky mau ikut.”, dia mulai menggelayutiku.

“ Yaudah,, sekarang abang pilih: mau ngabisin susu dulu trus ikut ke alfa atau abang gak minum susunya dan gak ikut ke alfa. Ayo,, abang pilih yang mana?!”

Yes, kena! Dzacky mulai berpikir. Ku lihat dari bola matanya, dia sedang memikirkan pertanyaanku dan akhirnya dia pun memilih.

“Dzacky mau ke alfa..”, tepat! Pastinya dia akan memilih dan mengatakan hal yang dia sukai.

“Ok. Kalo gitu, sekarang abang minta susu sama Baba dan abang abisin dulu susunya. Nanti aunty sama Nadya nungguin abang.”

Dzacky yang biasa dipanggil dengan sebutan abang, mengangguk dan segera mengambil susu yang tadi sudah dibuat. Aku mengajak Dzacky tosh, pertanda kita deal.

Wah, sekarang tinggal mengatur cara bagaimana supaya nanti ketika di alfa, mereka gak ngambil makanan sesuka mereka, bisa terkuras habis uangku. Biasanya, kalo ngajak mereka (Dzacky&Nadya), pasti masing-masing membawa keranjang dan mengambil apa saja yang mereka inginkan.

Teringat materi yang di bawakan oleh Ust Bambang pada acara TOM MII. Beliau mengatakan bahwa kita harus pintar bernegosiasi sama anak kecil. Aku pun terpikir untuk bernegosiasi dengan keponakanku. Sambil menunggu Dzacky menghabiskan susunya, aku mencoba mengajak ngobrol mereka.

 

“Nanti di Alfa, Dzacky mau beli apa?”

“Hhmm,, beli apa ya?!”, Dzacky berpikir dan kemudian dia menjawab.

“Beli susu ultra,,,, es krim….”

“Eits, satu aja.. Coba tanya Baba, boleh gak Dzacky beli susu sama es krim?”

Dzacky bertanya kepada abangku dan ternyata abangku gak ngebolehin Dzacky jajan susu dan es krim. Abangku menyarankan beli sozzis aja. Akhirnya, dzacky menuruti perkataan Baba-nya.

“Aunty,, Dzacky mau beli sozzis.”

“Ok. Dzacky sozzis.. Nah, sekarang Nadya mau beli apa nanti di Alfa?! Tapi, gak boleh sama kayak abang,, biar nanti Nadya sama abang bisa tuker2an,, qta berbagi,,, ok?”

“hhmm,, coklat!”, akhirnya Nadya memutuskan untuk membeli coklat setelah lama berpikir.

“Ok. Nanti berarti pas di Alfa, abang Dzacky cuma beli sozzis dan kakak Nadya cuma beli coklat ya,, gak boleh yang lain. Ok?!”

Mereka mengangguk. Aku, Dzacky dan Nadya berpelukan. Itu adalah tanda bahwa kami sepakat.

Setelah Dzacky menghabiskan susu, kami pergi menuju Alfa. Di sepanjang perjalanan, aku mencoba mengajak ngobrol mereka, lagi-lagi berbicara tentang langit. Ternyata Dzacky sudah tau yang mana bulan dan yang mana bintang. Ketika aku tanya; ”Eh, di atas ada bulan gak?”

Dzacky langsung menjawab:”Gak ada. Adanya bintang, ngikutin Dzacky.”

Ya, malam itu bulan tak menampakkan dirinya, mungkin tertutup awan. Dzacky bilang kalo bintang ngikutin dia, haha,, sama sekali pikirannya sewaktu aku kecil: menganggap bahwa benda-benda langit mengikuti diri kita ketika kita berjalan.

Kami pun tiba di Alfa. Dzacky dan Nadya langsung menghambur mencari apa yang mereka rencanakan sebelumnya. Dzacky yang berbadan besar dengan gesit langsung menuju tempat sozzis. Aku heran, dia kok sepertinya sudah hapal dengan tempat2 di alfa. Bahkan, untuk menemukan sozzis yang ingin dia beli, dia langsung menuju tempat sozzis dan itu tepat!

 

“Aunty,, Dzacky beli sozzis sapi..”, katanya sambil memegang sebungkus sozziz sapi.

“Oh,, abang udah nemu.. Ok, abang sozzis sapi..”, Wah, dzacky dengan cepat dan tepat bisa tahu kalo yang dia pilih adalah sozzis sapi. Ckckck,, cerdas sekali anak ini, pikirku.

“Aunty,, Dzacky mau beli lagi ya..”, pintanya.

“Eits, tadi di rumah abang udah janji kan? Abang cuma beli sozzis, gak yang lain.”

Dari matanya, aku bisa melihat Dzacky sedang mengingat perjanjian yang tadi sudah di buat di rumah. Dzacky pun tersenyum, memamerkan giginya yang gerepesan.

          Nadya masih kebingungan mencari coklat yang dia inginkan. Banyak sekali macam coklat dan dia bingung mau membeli coklat yang mana.

“Dzacky,, kita bantu Nadya yuk buat nyari coklatnya.”, aku mengajak Dzacky untuk membantu Nadya mencari coklatnya.

Aku, Dzacky dan Nadya mencari-cari coklat. Dzacky tampak serius membantu Nadya mencari coklat.

“Nadya,, yang ini aja..”, Dzacky menunjukkan ‘Beng-beng’

“Gak mau..”, Nadya rupanya gak mau ‘Beng-beng’, dia terus mencari coklat yang dia inginkan. Setelah agak lama, Nadya pun menemukan coklat yang dia inginkan: Nyam-nyam coklat. Kami pun menuju kasir, membayar barang belanjaan kami.

Sesampai di rumah, mereka saling berbagi apa yang mereka beli. Dzacky membagi sozzis sapinya kepada Nadya dan Nadya pun membagi nyam2 coklat kepada Dzacky. Alhamdulillah,, aku berhasil!!

****

Orangtua yang baik bukanlah orangtua yang mengikuti dan memenuhi segala keinginan anak. Anak minta A maka orangtua pun membelikan A. Anak minta B maka orangtua pun membelikan B. Orangtua yang baik adalah mereka yang mengajarkan anak bagaimana anak memilih dengan penuh tanggungjawab dan konsisten serta komitmen terhadap apa yang di pilihnya.

Jangan katakan bahwa ikuti saja terus keinginan anak karena toh dia masih kecil belum mengerti apa-apa. Sungguh! Itu salah besar. Kepribadian anak sudah mulai terbentuk sejak dia kecil. Ketika orangtua terus mengikuti keinginan anak, maka yakinlah bahwa ketika anak itu dewasa maka dia akan menjadi sosok orang yang manja.

Ajaklah anak untuk terus berpikir terhadap apa yang diperbuatnya atau yang akan diperbuatnya. Arahkan mereka dalam memilih sesuatu dan ajarkan tanggungjawab terhadap apa yang mereka pilih. Sekali lagi, biarkan dia memilih..