Menawar Virus Cinta

"Ya Allah andaikan ia jodoh hamba, mantapkanlah hati ini, teguhkanlah langkah ini, terangilah jalan ini dan permudah urusan ini…"

Ia sesenggukan. Nafasnya tidak teratur. Butiran-butiran bening menggenangi kedua pipinya. Doa itu kembali ia lantunkan untuk kesekian kalinya. Ia tak lagi sadar entah sudah berapa kali doa itu ia baca. Hatinya penuh harap, jiwanya bergetar hebat, perasaannya tak menentu. Dadanya mulai sesak. Matanya semakin basah. Ada getaran-getaran aneh yang ia rasakan dalam hatinya, inikah namanya cinta?

"Ah, begitu dahsyatkah rasanya. Sedang aku belum pernah melihatnya, aku hanya tahu namanya," lirihnya.

Namanya Faiz, lengkapnya Muhammad Faiz Hakiki asal dari Padang Panjang. Ia adalah mahasiswa tingkat IV Fakultas Ushuludin, Jurusan Hadits. Dulu temannya yang bernama Adi pernah menyarankannya jika ingin meminta sesuatu pada Allah, maka kuncinya adalah 222. Maksudnya, bangun jam dua malam, shalat dua rakaat dan mintalah pada Allah sembari kedua mata meneteskan air mata. Itulah saat yang tepat untuk mengadu pada Allah. Dan itu yang saat ini ia lakukan. Ia tengah dilanda ombak-ombak cinta. Ia tengah dimabuk pesona. Tapi ia tak ingin terjerat pada cinta hina. Ia ingin mereguk cinta suci, cinta murni yang akan mengantarkannya pada pengabdian hakiki pada Ilahi.

"Ya Allah, jika perasaan ini lahir dari syahwat maka buanglah perasaan menjijikkan itu dari hamba, seperti dibuangnya kotoran. Namun jika perasaan ini adalah kehendak-Mu maka mudahkanlah langkah ini, izinkahlah diri ini mereguk setetes dari samudera cinta-Mu yang suci…"

Ia terus berdoa, air matanya kian mengalir deras, hatinya bergemuruh, doa-doa syahdu terus ia dendangkan, semakin khusyuk, semakin hanyut, larut dan semakin dalam..

Ia tak mengerti kenapa nama gadis itu selalu muncul dalam pikirannya, setiap kali nama itu ia eja ada kedamaian yang ia rasakan, setiap kali nama itu ia lafazkan dalam istikharahnya, ada embun kesejukan yang jatuh di taman hatinya. Inikah pertanda rasa ini diridhai Allah?

Gadis itu belum pernah ia lihat. Gadis yang hanya ia kenal namanya -dalam masyarakat minang di Mesir, pergaulan sangat terjaga. Laki-laki hanya bisa tahu nama wanita saja, tapi tak pernah tahu siapa orangnya-.

Gadis Minang itu bernama Nurul Azizah. Gadis itu pernah menulis di salah satu rubrik Buletin Mitra Kesepakatan Mahasiswa Minang (KMM-Mesir). Dan tulisan gadis itulah yang membuatnya saat ini merasakan gejolak rasa yang begitu hebat. Ya. Umpama badai tsunami yang menggulung-gulung tinggi mendera hatinya. Baru kali ini semenjak di Mesir membaca sebuah tulisan yang begitu menggugah hatinya, menyentuh jiwanya dan membuatnya kagum luar biasa. Bismillah masya Allah. Adakah perasaan serupa dirasakan oleh pembaca-pembaca yang lain. Ia tidak tahu pasti. Apakah ia menyukai gadis itu karena tulisan yang mampu menginspirasi dan menggugah hatinya, ataukah karena memang jalan takdir tengah dibentangkan dihadapannya…?

***

Waktu menunjukkan pukul 04 pagi. Hawa dingin masih menyelimuti kota Kairo. Sebahagiaan orang-orang telah terbangun dari tidurnya. Bangun di penghujung malam, di saat musim dingin yang tengah berada di puncak-puncaknya memang membutuhkan kekuatan iman yang luar biasa. Iman yang tahan banting dalam segala musim. Iman yang tak mudah roboh diterjang badai nafsu, tidak berkurang dengan berkurangnya usia dan tidak berubah dengan berubahnya keadaan.

Terlihat di beberapa rumah lampu telah kembali menyala. Gadis itu masih khusyuk dalam shalatnya yang panjang. Kecintaan-Nya pada Sang Khalik membuatnya tidak tahan berlama-lama berada di atas kasur. Ketika malam telah melewati setengahnya, ia terbangun dari tidurnya. Begitulah kesehariannya, seorang hamba yang hatinya dipenuhi kerinduan pada Sang Pencipta.

Usai shalat ia membaca al-Qur`an. Suaranya begitu merdu. Bacaannya fasih, nyaris tak satu makhrajpun yang salah. Alam seolah ikut bertasbih dengannya. Hampir setiap malam ia berdiri dan sujud di hadapan Allah. Meninggalkan kasur yang empuk untuk bermunajat pada Allah. Begitulah keadaan orang-orang yang jujur dengan imannya pada Allah dan pada akhirat. Allah menggambarkan keadaan mereka dalam firman-Nya:

"Orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, hanyalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengannya (ayat-ayat Kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya, dan mereka tidak menyombongkan diri. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan penuh harap…" (As-Sajdah[32] : 15-16)

Ialah Nurul Azizah, mahasiswi asal Padang, tingkat III Fakultas Syariah Islamiah. Gadis lembut dan keibuan yang tahun ini meraih nilai imtiyaz itu tak pernah meninggalkan shalat tahajud. Di saat itulah ia begitu merasakan kenikmatan bercinta dengan Allah, kenikmatan jiwa yang tiada tara, tak terbeli oleh apapun. Kedamaian di saat membaca ayat-ayat-Nya, ketentraman saat melafazkan asma-Nya. Cinta-Nya kepada Allah semakin bertambah. Kerinduannya berjumpa dengan Allah seolah tak lagi bisa ia tahan. Setiap kali ayat-ayat Allah ia lantunkan jiwanya bergetar hebat, ombak-ombak cinta dan rindu mengguncang hatinya, ia kadang tak tahan, ia menjerit, lalu ia menangis, "Ya Allah, berilah hamba kekuatan…"

Nurul Azizah selalu menebar pesona. Keberadaannya dimana saja memberi cahaya kebaikan. Kata-katanya mampu memberi ruh pada setiap jiwa yang mendengarkan. Keteduhan wajahnya memikat siapapun yang memandangnya. Akhlaknya menyejukkan hati. Kecantikannya pun diakui. Ia menyadari hal itu. Demi menjaga dirinya dan orang lain, ia memakai cadar. Entahlah, jika saja mata laki-laki melihat wajah bersih yang selalu bersinar terang itu, laki-laki itu akan jatuh hati seketika pada wajah yang selalu dibasahi dengan air wudhu dan genangan air mata di saat munajatnya pada Allah di malam hari.

***

Faiz masih ragu untuk melangkah. Ada deraan bisikan mengganggu pikirannya. Siapalah dirinya. Mahasiswa yang tidak begitu berprestasi. Apalagi setelah ia tahu siapa Nurul Azizah ia semakin sadar akan dirinya. Jika ia umpama bintang yang bersinar di malam hari maka Azizah adalah purnamanya. Tapi apakah ia layak menjadi bintang di langit warga Minang di Mesir dan Mahasiswa Indonesia lainnya. Apakah ia punya prestasi yang bisa dibanggakan? Apakah laki-laki seperti dirinya layak menikah dengan Azizah. Mungkin ia akan lansung ditolak. Ia bandingkan dirinya dengan teman-teman seangkatannya yang selalu sukses, abang-abang yang menurutnya lebih layak untuk melamar Azizah. Ia belum tamat S-1, sedangkan di tengah warga Minang di Mesir, begitu banyak mahasiswa-mahasiswa S2 yang lebih berkualitas belum menikah. Kenapa mereka tidak melamar Azizah? Apakah mereka tidak tahu gadis sekualitas Azizah, ataukah mereka belum ingin menikah, ataukah mereka belum punya kesiapan, berbagai pertanyaan berkelabat dalam pikirannya.

Tapi kekuatan ketentraman setelah istikharah terus mendorongnya untuk melangkah. Memberanikan diri.

"Ya Allah kuatkanlah hati ini. Jikalaupun nanti hamba ditolak, hamba sadar hamba bukanlah siapa-siapa. Kuatkanlah mental hamba ya Rabb. Hamba ikhlas dengan apapun yang akan terjadi. Hamba hanya mengharap ridha-Mu. Jika ia jodoh hamba, tak satupun makhluk-Mu yang bisa mencegah, jika ia bukan ditentukan untuk hamba, maka segala daya apapun hamba lakukan, hamba tidak akan bisa mendapatkannya."

Hari itu Faiz menemui ustadz Rahim di rumahnya, di kawasan Saqar Qurays. Beliau adalah salah seorang senior warga Minang di Mesir yang telah berkeluarga. Ia meminta tolong pada istri ustadz Rahim untuk menyampaikan lamarannya pada Nurul Azizah. Istri ustadz Rahim menyatakan kesediaannya.

***

"Bagaimana ukhti Azizah, ukhti menerima lamaran Faiz? Tanya Ni Faridah, istri ustadz Rahim setelah menceritakan tentang lamaran Faiz dan progil singkat Faiz.

"Azizah bagaimana menurut Ayah saja nanti, Uni. Insya Allah dalam dua hari ini Azizah akan menelpon pulang ke Indonesia. Jika ayah setuju, insya Allah Azizah akan menerima, jika Ayah belum setuju, semoga uda Faiz tidak berkecil hati." Jawab Azizah sambil mengembang senyumnya yang khas, yang mampu memikat siapapun yang melihatnya.

"Apakah Azizah sudah merasa mantap dengan da Faiz? Kan baru kenal dan belum pernah lihat orangnya? Ni Faridah mencoba menelusuri lubuk hati Azizah.

"Uni, siapapun yang datang melamar Azizah, selama agamanya baik dan akhlaknya bagus, itu sudah cukup bagi Azizah, tidak ada alasan untuk menolaknya, Azizah yakin tujuan da Faiz menikah untuk kebaikan, bukankah kebaikan itu harus didukung uni. Da Faiz tengah berikhtiar untuk kebaikan agamanya, namun jika taqdir berkata lain, jalan yang akan ditempuh terasa begitu sulit nantinya, dan tak ada lagi pintu jalan keluar yang bisa diketuk, berarti bukan jodoh uni". Jelas Azizah dengan tenang.

"Tentang kesiapan Azizah untuk menikah bagaimana?"

"Insya Allah Uni. Sejak tamat dari Aliyah hampir tiga tahun yang lalu Azizah sudah mulai menyiapkan diri untuk menjadi seorang istri, walau saat ini masih dalam proses, tapi insya Allah dengan berjalannya waktu, semua itu akan matang nantinya."

"Alhamdulillah, uni akan senantiasa mendoakan Azizah"

"Terima kasih uni, semoga Allah mengabulkannya"

"Amin"

***

Hati Faiz berbunga-bunga. Wajahnya tampak cerah. Ia merasakan kebahagiaan yang tak terlukiskan oleh sastrawan legendaris sekalipun. Azizah telah menyampaikan kesiapannya. Ayah dan ibunya pun telah menyetujui. Berulang kali ia sujud syukur. Faiz seolah tidak percaya, mahasiswa sederhana seperti dirinya akan menikah dengan seorang mahasiswi yang ternyata banyak diincar oleh mahasiswa-mahasiswa Minang. Secara diam-diam mereka berharap bisa menikah dengan Azizah. Tapi kini semua telah terlambat. Harapan mereka kini telah kandas. Impian mereka tak lagi berarti. Mereka telah kalah satu langkah cepat dan keberanian dari Faiz. Keberanian untuk menapaki kebaikan. Sebagian mereka cenderung menunda dan ragu untuk melangkah atau terlalu banyak pertimbangan dan basa-basi.

Kini, Faiz tengah menyiapkan hari bahagianya. Hari yang begitu indah. Hari disaat ia dipertemukan dengan bidadari impiannya dalam ikatan yang suci. Hari yang selalu didamba oleh pecinta suci. Hari yang agung. Hari yang tak terlupakan selama hidup.

Banyak pemuda yang harus menelan kecewa dan menyesali diri, tapi apa hendak dikata Allah sudah mengatur segalanya.

***

Ternyata tidak hanya Azizah yang berkualitas, masih banyak mahasiswi-mahasiswi Minang lainnya yang tak kalah kualitas, anggun dan pintarnya dari Azizah, bahkan melebihi Azizah. Ada Rahima, Zakiya, Najiya, dllnya. Azizah hanyalah salah satu dari bidadari-bidadari itu. Mereka memang tidak banyak dikenal di dunia luar. Tapi pesona dan keanggunan mereka selalu semerbak wanginya. Mereka umpama-umpama bidadari-bidadari yang bersembunyi di balik cadar-cadar. Ketika mereka telah halal, dan ketika cadar itu disingkap sungguh mereka bagai intan mutiara yang begitu tinggi nilainya. Subhanallah

Nah, siapakah pemuda beruntung berikutnya? Kita tunggu saja kisah pemuda pemberani selanjutnya …^_^

***

Kisah diatas terinspirasi dari kisah nyata yang diceritakan seseorang. Semoga ada hikmah dan pelajaran yang bisa kita petik dari kisah diatas.

Untuk akhi Faiz-nama samaran- "Baarakallaahu laka wabaaraka `alaika wajama`a bainakumaa fiikhairin, aamiin."

Salam,
[email protected]