Rumah Pondok Indah

“Benar Bun…si saroh liat sendiri, katanya kuntilanak itu lewat ruang tamu, tapi gak jelas gitu deh, bajunya putih-putih dan rambutnya panjang,” demikian cerita anakku seru, ketika aku naik ke atas tangga rumah, dan dirinya merapat ngeri, karena kami melintasi ruang tamu bersofa merah. Sekilas jujur saja, bulu kudukku merinding, seakan ada yang mengawasi atau mungkin terpengaruh sedikit dengan cerita anakku, wallohu alam. Walau keringat cukup berpeluh, karena jalan kaki dari depan kompleks dikarenakan angkot M09 supirnya mogok, tetapi otakku terus berfikir keras, bagaimana menjelaskan aqidah pada anakku dengan cerita yang mebuatnya yakin hanya pada ALLAH dan tidak takut pada hantu dan cerita-cerita seputarnya.

“Bunda, jangan pergi-pergi, kalau bunda pergi, maka kakak dan mbak Saroh pasti nonton tivi kuntilanak beranak atau rumah pondok indah, kemarin Iyan lewati rumah pondok indah, di jalan raya pondok indah itu loh, kata bude, rumah itu dulunya ada penghuninya 5 orang kayak kita gini, namun dirampok, dan semua penghuni rumahnya dibakar dan akhirnya banyak hantu di rumah pondok indah itu dan sekarang rumahnya kosong. Kembali pikiranku melayang, subhanallah kasihan betul pemilik rumah itu, karena gosip santer yang gencar di masyarakatmembuat rumah itu dijual berapapun tak laku, dan akupun dengan taktis menghitung berapa rupiah uang yang ada dalam tabunganku, hmmm hanya cukup untuk beli gentengnya saja mungkin, bila pemilik rumah itu menyerahkan pengelolaan rumahnya pada aku dan kawan-kawan pengajianku, pasti sudah kami buatkan pesantren khusus putri atau pesantren khusus hantu…? atau mungkin juga bagus bila dibuatkan rumah alqur’an…? lamunku seru.

“Bunda…!!” teriak anak bungsuku mengagetkanku, “mana ya roti coklat yang bunda beli tadi pagi,kok tidak ada, juga susu strawberryku…bunda, jangan-jangan makanan kita akan habis kalau ada hantu di rumah kita..”

“Iyan soleh, hantu itu ada dimana-mana dan makanannya tidak sama dengan kita, yang penting kamu rajin shalat dan setiap pagi baca almatsurat, dan selalu baca basmalah sebelum makan maka hantu itu tidak akan mengganggu makananmu.”

“tapi bunda…” renggutnya seru. Hfff…terpengaruh lagi pikirku, dan aku kembali menjelaskan bla bla bla…ta ta ta…kepada anakku, kembali soal aqidah, hantu dan roti coklat yang hilang. Dalam berceritapada anakku, aku mengambil hikmah, bahwa menjadi bunda memang harus tahu apa saja, dari aqidah sampai cerita hantu di rumah pondok indah, karena ketika era informasi menyerang anak kita dan mempengaruhi pemikiran mereka, hanya kita yang mampu membilasnya kembali dengan cerita-cerita bermuatan aqidah. Hmmm gumamku perlahan “Ibu, adalah segalanya,” dan tiba-tiba aku rindu pada ibuku, yang sudah tinggal di alam yang berbeda…terimakssih ibu…karenamu aku bisa menjadi ibu… seperti dirimu.