Ketahanan Keluarga

Pernikahan yang menjadi pintu gerbang dalam pembangunan keluarga merupakan sesuatu yang amat penting. Kalimat dalam aqad nikah yang begitu mudah dan ringan diucapkan sebenarnya memiliki konsekuensi dan tanggungjawab yang sangat berat, inilah kadangkala yang tidak disadari oleh orang yang melakukan pernikahan, bahkan bisa jadi mendapatkan seseorang sebagai suami atau isterinya merupakan target utama dari pernikahan, padahal sebenarnya hal itu hanya target antara karena selanjutnya adalah bagaimana dari pernikahan itu terwujud rumah tangga yang baik, melahirkan generasi yang baik dan memberi manfaat kebaikan bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara.

Oleh karena itu, terwujudnya ketahanan keluarga menjadi sesuatu yang amat penting agar perjalanan keluarga bisa berlangsung sebagaimana yang diharapkan, baik harapan orang yang berusaha membangun kehidupan keluarga, keluarga besarnya maupun masyarakat sekitarnya. Dalam kaitan ini, paling tidak ada lima aspek ketahanan keluarga yang harus dimiliki.

1. Memiliki Kemandirian Nilai

Keluarga muslim berarti memiliki nilai-nilai Islam yang menjadi landasan berkeluarga dan arah kehidupannya. Suatu keluarga disebut memiliki ketahanan yang kuat manakala berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam dalam menjalani kehidupan meskipun berhadapan dengan kendala yang berat dan lingkungan yang tidak Islami. Yasir dan Summayyah adalah suami isteri yang memiliki kemandirian nilai sehingga meskipun statusnya sebagai budak, ia mampu mempertahankan aqidah Islam yang diyakininya meskipun harus mati karena kezaliman majikannya yang menginginkan agar ia keluar dari Islam. Keistiqamahan dalam mempertahankan nilai-nilai Islam membuat anggota keluarga tidak dibayang-bayangi oleh rasa takut terhadap segala resiko yang mungkin terjadi dan bila resiko yang tidak menyenangkan itu betul-betul terjadi, maka anggota keluarga tidak berduka cita atau tidak menyesali nasib, Allah swt berfirman:

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", Kemudian mereka tetap istiqamah. Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita (QS Al Ahqaf [46]:13)..

Dalam kehidupan sekarang yang pengaruh era globalisasi sedemikian besar, memiliki kemandirian nilai menjadi perkara yang amat penting, karena sesama anggota keluarga memang tidak bisa saling mengawasi setiap saat, bahkan tingkat kesibukan yang tinggi membuat anggota keluarga sulit berkomunikasi meskipun alat-alat komunikasi sudah semakin canggih.

2. Memiliki Kemandirian Ekonomi

Setiap manusia membutuhkan makan, minum, berpakaian, bertempat tinggal, berkendaraan dan sebagainya hingga pengembangan diri. Untuk memenuhi semua itu, dibutuhkan pendanaan dalam jumlah yang cukup yang didapatkan dengan cara yang halal. Karena itu, setiap keluarga, khususnya bapak atau suami harus mampu mengembangkan keluarganya untuk memiliki kemandirian dibidang ekonomi. Dalam konteks ini, kepala keluarga harus memiliki etos dan kemampuan berusaha dengan cara yang halal, bukan menghalalkan segala cara agar martabat atau harga dirinya bisa dipertahankan, bahkan mengemispun tidak boleh dilakukannya, Rasulullah saw bersabda:

َلأَنْ يَحْمِلَ الرَّجُلُ حَبْلاً فَيَحْتَطِبَ بِهِ, ثُمَّ يَجِيءَ فَيَضَعَهُ فِى السُّوْقِ, فَيَبِيْعَهُ ثُمَّ يَسْتَغْنِىَ بِهِ, فَيُنْفِقُهُ عَلَى نَفْسِهِ خَيْرٌلَهُ مِنْ اَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ, اَعْطَوْهُ اَوْمَنَعُوْهُ.

Seseorang yang membawa tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kayu bakar lantas dibawanya ke pasar untuk dijual dan uangnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan dan nafkah dirinya, maka itu lebih baik dari seseorang yang meminta-minta kepada orang-orang yang terkadang diberi dan kadang ditolak (HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, mencari nafkah secara halal merupakan sesuatu yang sangat mulia yang memang harus dilakukan oleh seorang muslim, sesudah itu digunakan untuk kebaikan sehemat mungkin dan karena ia harus memiliki kemandirian yang tidak memiliki ketergantungan pada orang lain, maka ia berusaha untuk bisa menabung yang bisa digunakaan saat mengalani kesulitan, ini merupakan sesuatu yang sangat baik sehingga Allah swt akan merahmati orang yang demikian, Rasulullah saw bersabda:

رَحِمَ اللهُ امْرَأً اِكْتَسَبَ طَيِّبًا وَأَنْفَقَ قَصْدًا وَقَدَّمَ فَضْلاً لِيَوْمِ فَقْرِهِ وَحَاجَتِهِ.

Allah akan memberikan rahmat kepada seseorang yang berusaha dari yang baik, membelanjakan uang secara sederhana dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga saat dia miskin dan membutuhkannya (HR. Muslim dan Ahmad).

3. Tahan Menghadapi Goncangan Keluarga

Kehidupan keluarga tidak lepas dari berbagai goncangan yang bisa membahayakan keluarga, ada konflik suami-isteri, ketidakharmonisan antara menantu dengan mertua bahkan dengan orang tuanya sendiri, hubungan orang tua dengan anak atau sebaliknya yang tidak menyenangkan, campur tangan keluarga besar dalam menghadapi persoalan keluarga sampai pengaruh tetangga atau masyarakat sekitar yang tidak selalu baik dalam perjalanan keluarga.

Kunci utama untuk memperkokoh ketahanan keluarga dalam situasi seperti ini adalah konsolidasi suami isteri. Ketika ada hal-hal yang kurang menyenangkan dari isteri atau sebaliknya isteri terhadap suami, maka seseorang harus berpikir dan belajar untuk tetap berinteraksi secara baik, karena dibalik itu sebenarnya ada kebaikan yang banyak, Allah swt berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS An Nisa [4]:19).

Oleh karena itu, egoisme suami atas isteri atau sebailknya harus bisa dicampakkan, ketika isteri memiliki kekurangan harus juga dilihat kelebihannya yang banyak dan ketika isteri melihat kekurangan pada suami harus juga dilihat kelebihannya yang lebih banyak dibanding kekurangannya. Inilah yang penting dilakukan, bukan membanding-bandingkan dengan orang lain, apalagi sampai menyesal telah menikah dengannya lalu sampai mengkhayalkan dengan berandai-andai bila jadi menikah dengan orang yang dahulu juga dicintainya. Karena itu, Rasulullah saw mengingatkan kita:

لاَ يَفْرِكُ (يَبْغَضُ) مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرُ

Janganlah seorang laki-laki mukmin membenci isterinya yang beriman. Bila ada perangai yang tidak disukai, dia pasti ridha (senang) dengan perangainya yang lain (HR. Muslim).

4. Keuletan dan Ketangguhan Dalam Memainkan Peran Sosial

Keshalehan seorang muslim tidak hanya bersifat pribadi dalam arti ia menjadi baik hanya untuk kepentingan diri dan keluarganya, tapi keshalehannya juga harus ditunjukkan dalam bentuk keshalehan sosial. Hal ini karena di dalam Islam ada dua hubungan yang harus dijalin, yakni hubungan vertikal kepada Allah swt yang biasa disebut dengan hablum minallah dan hubungan horizontal kepada sesama manusia dan sekitarnya yang disebut dengan hablum minannas.

Kehidupan masyarakat kita, baik dalam skala kecil maupun besar menghadapi begitu banyak persoalan yang menuntut pemecahan dan jalan keluar. Karena itu, keluarga seharusnya bisa memainkan peran sosial di masyarakat sehingga keberadaannya bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat banyak dan ini akan membuatnya menjadi keluarga terbaik, Rasulullah saw bersabda:

خَيْرُالنَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Sebaik-baik orang adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudha’i dari Jabir ra).

5. Mampu Menyelesaikan Problema Yang Dihadapi

Menjalani kehidupan keluarga seringkali berhadapan dengan berbagai problema, jangankan kehidupan keluarga, kehidupan pribadi saja tidak pernah sepi dari persoalan. Kadangkala satu persoalan belum bisa dipecahkan namun sudah muncul lagi persoalan berikut yang bisa jadi lebih berat. Dalam situasi menghadapi problema hidup, sangat penting bagi insan keluarga untuk terus mengokohkan ketaqwaan kepada Allah swt sebab dalam kamus kehidupan orang bertaqwa tidak ada istilah jalan buntu dalam arti persoalan tidak bisa dipecahkan, Allah swt berfirman: Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya (QS At Thalaq [65]:2-3).

Kemampuan menyelesaikan peroblema yang dihadapi menjadi amat penting dalam hidup ini, disamping kehidupan memang berhadapan dengan begitu banyak persoalan, kehidupan kita tidak ditekan oleh berbagai persoalan tapi kita yang mengendalikan persoalan itu sehingga kehidupan dapat berjalan sebagaimana seharusnya.

Kehidupan masyarakat kita sekarang dengan tantangan yang sedemikian berat menuntut kehadiran keluarga yang memiliki ketahanan yang baik sehingga diharapkan akan lahir masyarakat dengan ketahanan pribadi yang baik karena keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat dan bangsa.

Drs. H. Ahmad Yani
Email: [email protected]