Ketika Non-Muslim Mendatangi Al-Qur’an

alquranOleh Ibnu Anwar

Kita sebagai ummat Islam mungkin cenderung menganggap bahwa setiap non-Muslim adalah musuh Islam yang harus diperangi, boleh diperlakukan dengan tidak baik, hingga bahkan boleh kita rampas haknya atas nama agama. Pandangan semacam itu mungkin muncul karena kita tidak sampai membedakan antara ummat non-Muslim yang memerangi kita karena agama atau mengusir kita dari negeri kita dengan ummat non-Muslim yang tidak sampai demikian, padahal Allah SWT sendiri telah cukup jelas membedakan antara keduanya. Allah SWT berfirman di dalam al-Qur’an yang artinya berikut ini:

“Allah tiada melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kalian karena agama dan tidak (pula) mengusir kalian dari negeri kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah: 8)

“Sesungguhnya Allah hanya melarang kalian menjadikan sebagai kawan kalian orang-orang yang memerangi kalian karena agama dan mengusir kalian dari negeri kalian dan membantu (orang lain) untuk mengusir kalian. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.” (Al-Mumtahanah: 9)

Dan salah satu kesimpulan dari dua ayat tersebut adalah bahwa dalam urusan dunia, kita harus tetap bersikap baik dan adil terhadap ummat non-Muslim selama mereka tidak memerangi kita karena agama atau mengusir kita dari negeri kita. Namun dalam urusan prinsip agama, seperti ritual, aqidah, kepemimpinan ummat Islam, dan seterusnya, maka kita harus selalu berpisah dan memisahkan diri dari mereka; seperti halnya ketika misalnya seorang muallaf diminta oleh kedua orang tuanya untuk kembali kepada agamanya yang sebelumnya, di mana dia tetap bisa menolak permintaan tersebut tanpa harus memusuhi atau bersikap kasar terhadap mereka. Dia tetap bisa bergaul dengan kedua orang tuanya tersebut dalam urusan dunia dengan cara yang baik, meskipun secara keyakinan ia telah memisahkan diri dari mereka. Allah SWT berfirman di dalam al-Qur’an yang artinya berikut ini:

“Dan jika (orang tuamu) keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang kamu tiada pengetahuan tentangnya, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan bergaullah dengan keduanya di (dalam urusan) dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku.” (Luqman: 15)

Bagaimanapun juga, kita diharuskan untuk menempatkan ummat non-Muslim sebagai sasaran dakwah Islam, dan bukan mutlak sebagai musuh Islam yang pasti harus diperangi meski tanpa sebab dan alasan. Karena pada kenyataannya, di antara mereka juga terdapat banyak orang-orang baik yang memang belum begitu banyak tahu tentang Islam, sehingga ummat Islam pun juga akan perlu untuk memperkenalkan Islam kepada mereka. Dan jika kita ummat Islam selalu menganggap bahwa setiap non-Muslim adalah musuh yang membahayakan dan harus diperangi, hingga kita pun menjauhi dan menghindari mereka, maka tentu sikap semacam itu hanya akan menjadikan mereka justru semakin terasing dan terjauhkan dari Islam, dan Islam pun hanya akan menjadi agama untuk kita sendiri, jalan keselamatan untuk diri kita sendiri; padahal Allah SWT sendiri telah menjelaskan bahwa seharusnyalah ajaran Islam ini dapat tersampaikan kepada seluruh ummat manusia di akhir zaman. Oleh karena itu, dari sinilah kita tampak perlu untuk mengatur kembali cara pandang kita terhadap kedudukan ummat non-Muslim di dalam Islam.

Dan dalam kenyataan yang kita saksikan saat ini, jumlah ummat Islam bukanlah jumlah terbanyak di antara jumlah penganut agama-agama dunia, melainkan yang terbanyak adalah agama Kristen. Dan mungkin itulah salah satu hikmah dari mengapa yang akan diutus kembali menjelang hari kiamat adalah Yesus atau Nabi Isa AS, dan mengapa bukan Nabi atau Rasul yang lain seperti Nabi Ibrahim AS, Nabi Musa AS, atau yang lainnya. Di sinilah mungkin pesan penting yang akan dibawa oleh Yesus atau Nabi Isa AS, di mana beliau akan meluruskan keyakinan dari agama yang memiliki penganut paling banyak tersebut, yang mana telah menganggap beliau sebagai anak Tuhan. Dan mungkin ini jugalah yang menjadi sebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an tentang peringatan keras terhadap perbuatan menuduh Allah SWT telah mengambil seorang anak. Dan hanya Allah SWT sajalah yang lebih tahu hakikatnya. Dan jika Yesus atau Nabi Isa AS saja sampai akan diturunkan ke bumi untuk meluruskan keyakinan ummat Kristen tersebut, maka semestinya ummat Islam yang sudah berada di bumi ini pun juga perlu untuk memiliki harapan yang sama, setidaknya dengan berusaha menyampaikan ajaran agama Islam ini kepada mereka, dengan cara dan kapasitas masing-masing. Dan tentunya itu akan sulit terwujud jika ummat Islam masih selalu menutup pintu Islam dan menjauhkannya dari mereka, apalagi hingga masih cenderung saling berselisih sendiri satu sama lain.

Di samping itu, terkadang sebagian ummat non-Muslim yang telah memeluk Islam justru tampak begitu lebih teguh dalam memegang ajaran agama Allah SWT ini, dibandingkan dengan kita yang sudah semenjak kecil beragama Islam. Dan bahkan sebagian mereka tampak lebih bersemangat dalam usaha menyebarkan ajaran Islam kepada orang lain. Dan jika kita telusuri perjalanan kisah mereka dalam memeluk Islam, kita akan mendapati bahwa salah satu sebab masuknya sebagian mereka ke dalam Islam adalah karena daya tarik al-Qur’an. Al-Qur’anlah yang banyak mengundang rasa keingintahuan mereka tentang Islam, karena memang kitab langit inilah yang merupakan sumber ajaran Islam, yang telah menyediakan beragam jawaban tentang hakikat kebenaran yang mana tidak ditemui di dalam kitab-kitab lainnya dalam agama-agama selain Islam. Dan mukjizat Nabi Muhammad SAW ini memang telah sedemikian sempurna dirancang oleh Allah SWT, yang mana begitu sangat tepat dan sesuai untuk zaman di mana manusia semakin banyak bersinggungan dengan teks atau tulisan, melebihi zaman-zaman sebelumnya.

Maka tentu akan harus kita syukuri jika semakin banyak ummat non-Muslim yang mendatangi al-Qur’an dan mempelajarinya, hingga kemudian mereka memeluk Islam atau bahkan sampai menularkan iman mereka kepada orang-orang di sekitarnya. Dan tentunya kita yang telah mendahului mereka dalam iman pun juga setidaknya perlu untuk turut mendukung meskipun dengan cara dan kapasitas kita masing-masing. Paling tidak, kita dapat berharap semoga kita juga dianugerahi kecenderungan yang sama, yaitu untuk selalu mencari solusi kehidupan di dalam al-Qur’an tersebut.

Dan mungkin itulah bentuk kemajuan ummat Islam yang sesungguhnya, yaitu keadaan di mana al-Qur’an semakin banyak didekati dan dipelajari. Karena tentu hakikat kemajuan dalam Islam bukanlah sekedar kemajuan yang tampak secara fisik semata, melainkan terlebih lagi yang bersifat maknawi. Karena jika kemajuan ummat Islam hanya diukur secara fisik, maka tentu ummat Islam telah sejak dahulu tertinggal jauh oleh ummat non-Muslim. Bahkan pada kenyataannya, kemajuan ummat non-Muslim yang semacam itu pun juga tak pernah memerlukan keterlibatan sisi keruhanian apapun, melainkan justru semua kemajuan itu diraih dengan cara meninggalkan agama mereka sendiri dan memisahkannya dari kegiatan dunia mereka. Maka jika wujud kemajuan bagi ummat non-Muslim adalah dengan meninggalkan agama mereka ketika berurusan dengan dunia, justru wujud kemajuan bagi ummat Islam adalah dengan menerapkan nilai-nilai agama mereka dalam urusan dunia, tentunya sesuai kapasitas masing-masing dari ummat Islam itu sendiri.

Maka semoga Allah SWT menganugerahi kita ummat Islam kecenderungan untuk selalu kembali kepada al-Qur’an, baik ketika kita dihadapkan dengan kesulitan ataupun ketika memperoleh kemudahan. Dan kiranya dengan mengingat kembali pesan dari al-Qur’an tentang persatuan dan persaudaraan ummat Islam dalam iman, semoga masing-masing dari kita dapat memaklumi kekurangan saudaranya, tanpa perlu untuk memaksakan karakter, kehendak ataupun kecenderungannya terhadap sesama, melainkan cukup dengan saling menyemangati satu sama lain. Tiada yang perlu dipermasalahkan dari posisi apapun dalam tubuh ummat Islam, selama posisi tersebut tidak melanggar aturan Islam. Karena pada hakikatnya, masing-masing dari ummat Islam itu hidup merdeka dan tidak pernah terikat kecuali hanya oleh aturan Allah SWT dan Rasul-Nya. Dan justru perbedaan karakter, kecenderungan, kemampuan, hingga kelemahan yang ada dalam masing-masing pribadi ummat Islam itu sengaja diciptakan oleh Allah SWT agar mereka dapat saling melengkapi dan mengisi. Adapun jika memang kita perlu untuk meluruskan sebuah kesalahan atau penyimpangan di dalam tubuh ummat Islam, maka kita tetap bisa melakukannya dengan cara yang baik semampu kita, tanpa perlu kekerasan ataupun tindakan yang merusak. Dan jika memang kita pernah terlanjur berbuat demikian, maka kita bisa berusaha untuk tidak mengulanginya lagi.

Dan semoga juga akan semakin banyak ummat non-Muslim yang mendekati al-Qur’an, hingga dengan kehendak Allah SWT mereka dapat memeluk Islam dan menjadi saudara kita yang juga turut membantu dalam usaha menegakkan agama Allah SWT ini. Tiada satu manusia pun yang saat ini sedang memegang kunci surga dan keselamatan akhirat, bahkan tidak pula yang telah beriman sekalipun. Setiap manusia yang masih hidup saat ini, baik yang Muslim ataupun non-Muslim, semuanya memiliki kesempatan yang sama untuk dapat memperoleh keselamatan di akhirat, dengan kehendak dan hidayah Allah SWT, dan bukan dengan kehendak dan hidayah kita sendiri. Maka sebaiknyalah kita tidak cenderung mempersempit rahmat Allah SWT yang begitu luas dengan saling mendoakan keburukan satu sama lain, melainkan justru saling mendoakan kebaikan untuk keselamatan bersama. Semoga ummat non-Muslim semakin dipermudah dalam mengenal Islam hingga lebih cenderung ke dalam Islam dan sampai menjadi Muslim, dan semoga ummat Islam juga semakin dipermudah dalam memelihara ajaran Islam, juga dalam menjaga kedamaian dan perdamaian serta persaudaraan di antara mereka.

Sesungguhnya segala bentuk kekuatan dan kemampuan yang ada pada makhluq, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, hanyalah anugerah dari Allah SWT semata, dan bukan hasil dari jerih payah makhluq itu sendiri, karena sesungguhnya tiada daya upaya dan kekuatan kecuali dengan kehendak dan izin Allah SWT semata. Dan hanya dari dan milik Allah SWT sajalah segala kebenaran, hidayah dan taufiq.

 

Wallaahu a’lam.