Agar Ramadhan Tahun Ini Berharga (Bagian Pertama)

Dua hari menjelang Ramadhan tahun lalu, aku menerima sms begini bunyinya : ”Welcome to Ramadhan Great Sale ” Jangan lewatkan : Obral Pahala besar-besaran, Diskon dosa s/d 99 % + doorprize Lailatul Qadr” Buruan! Hanya 30 hari!!

Sebelum membalasnya, aku teringat perkataan seorang teman tentang kalimat ini: Ramadhan is the Great Sale. Tentunya, bayangan kita menangkap moment Great Sale adalah pesta discount yang biasanya diadakan saat ulang tahun kota Jakarta. Dan digelar di mal-mal tertentu yang biasa menyelenggarakan great sale seperti di Sarinah atau Blok M Mall.

Dan saat itu, harga dibanting habis. Discountnya juga besar-besaran, bahkan sampai 70 %. Dan, saat itu juga semua orang tertarik untuk berbondong-bondong belanja. Demikian pula dengan Ramadhan.

Namun, rutinitas keseharian yang kita jalani setiap harinya tanpa tersadar menyeret kita ke arus perubahan waktu. Tak sadar kita bertemu dengan bulan berkah yang suci bulan Ramadhan. Di bulan ini, ada 3 kelompok sikap yang menyambutnya, Pertama, orang yang menyambut dengan suka cita dan gembira, karena mengetahui nilai kemuliaan di bulan ini, maka ia mengisinya tidak hanya berpuasa tetapi ditunjang dengan amal ibadah yang lain.

Kedua, orang yang menyambutnya dengan sikap biasa-biasa saja dan tetap berpuasa. Ketiga, orang yang menyambutnya dengan sikap menyesal bahkan menganggap bulan ini adalah bulan pengekangan hawa nafsu yang dianggap merugikan. Atas sikap yang pertama, si penyambut tidak akan menyia-nyiakan kehadiran Ramadhan. Ia dianggapnya tamu jauh yang kehadirannya sangat sulit ditemui. Ia pun belum merasa yakin tamu tersebut datang mengunjunginya di tahun-tahun yang akan datang. Inilah analogi yang ia gunakan. Karenanya ia tidak ingin menyia-nyiakan setiap malam-malamnya. Ia mengerti betul hadist tentang keistimewaan Ramadhan. Bahwa 10 malam pertama adalah rahmat, 10 malam kedua adalah maghfiroh dan 10 malam yang ketiga adalah terbebas dari api neraka.

Sementara terhadap kelompok yang kedua, ia tetap berpuasa. Ia tetap melaksanakan solat sebagaimana hari-hari di luar Ramadhan. Namun, ia tidak menemukan keistimewaan di dalam bulan ini. Sepulang dari aktivitas pekerjaan, ia seperti biasanya menonton tv sambil menunggu waktu berbuka, kemudian mandi, solat magrib, makan malam kemudian dilanjutkan dengan nonton tivi atau istirahat karena lelah setelah seharian bekerja. Tidak ada yang istimewa.

Sementara terhadap kelompok ketiga, ia kadang berpuasa kadang juga tidak. Aktivitas sehari-harinya lebih banyak digunakan dengan tidur karena menganggap bulan puasa sebagai bulan istirahat. Pun ia tidak berpuasa.

Dari analogi ketiga kelompok di atas tentunya kita dapat mengelompokkan diri masing-masing. Berada di dalam kelompok manakah diri kita? Alangkah bahagianya jika kita berada dalam kelompok pertama yang benar-benar mengistimewakan kehadiran bulan Ramadhan.

Terkadang sebagian muslimah yang sudah mengetahui keistimewaannya pun sulit mengatur hari-harinya bersama Ramadhan. Aktivitas pekerjaan yang menyita pikiran dan tenaga membuatnya lelah dan kalah untuk mengisi malam-malam Ramadhan dengan amalan ruhiyah. Ketika Ramadhan sudah diambang pintu, ia bertekad untuk menyambutnya dengan suka cita. Ia bertekad akan mengisinya dengan amalan ruhiyah. Namun, setelah berlalu satu malam, dua malam, dan seterusnya hingga Ramadhan berakhir ia tidak berhasil.

Pekerjaan dan penat menjadi alasan nomor satu yang membuatnya tertidur lelap. Ini adalah fenomena yang tidak bisa dipungkiri menjangkiti hampir setiap diri para muslimah. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita berusaha menyambut tamu istimewa Ramadhan dengan spesial? Sudahkah kita memaknainya dengan kondisi ruhiyah yang khusyu’ berserah diri? Memohon ampun atas dosa dan khilaf di sebelas bulan yang telah terlewati? Karena di bulan inilah kesempatan dosa-dosa diampuni jika kita tidak yakin di bulan yang lain diampuni.

Menambah keimanan dengan mendekatkan diri kepada-Nya dengan bermunajat, bertahajjud atau bertarawih di malam-malamnya tentunya akan terasa perbedaannya. Karena pada malam-malam itu malaikat turun mengiringi hamba-hamba yang menegakkan solat.

Karenanya, sebisa mungkin untuk tidak terlalu sering mengonsumsi televisi di bulan Ramadhan. Karena jika kita melakukannya maka kita akan terseret oleh sihir cerita picisan sinetron yang tidak berkualitas. Alangkah lebih baiknya jika kita melakukan solat tarawih atau bahkan tidur untuk mempersiapkan tenaga menegakkan solat lail (solat tahajjud di tengah malam).

Ramadhan adalah bulan latihan untuk menempa diri. Bulan tidak makan dan tidak minum untuk perbaikan metabolisme tubuh. Bulan dimana kita ’dipaksa’ untuk melakukan aktivitas terbaik dengan istirahatnya tubuh dari makan dan minum. Bulan dimana kita mengaktifkan sel-sel tubuh yang lain, yaitu potensi otak dan hati kita. Bulan dimana kita bisa mendapatkan pahala dimana di bulan-bulan sebelumnya kita belum tentu mendapatkannya. Bulan dimana dengan solat sunah saja kita mendapat pahala yang sama besarnya dengan solat wajib. Bulan dilipatgandakannya pahala. Tidakkah kita bersyukur dengan adanya Ramadhan? Subhanallah, Allah begitu sayang pada kita. Ia menurunkan rahmat-Nya melalui Ramadhan. Bulan dimana kita bisa berkesempatan meraih pahala, rahmat, hidayah dan ampunan-Nya.

Jika kita ingin diberi dengan suatu hadiah yang mulia, maka marilah kita muliakan sang tamu dengan suatu yang mulia. Istimewakanlah tamu itu, niscaya kita tidak akan menyesal di kemudian hari. Apalagi jika ternyata tanpa kita sadari dan duga, kita tidak akan bertemu lagi di Ramadhan berikutnya. (bersambung)

Ana Mardiana

http://ana165.multiply.com

Email : [email protected]