Empat Agenda Penguat Zakat

www.baznas.or.id

Oleh: Prof Dr KH Didin Hafidhuddin
(Ketua Umum BAZNAS)

Salah satu upaya intensif yang dialkukan oleh BAZNAS saat ini adalah melakukan edukasi dan sosialisasi zakat kepada seluruh masyarakat. Paling tidak ada empat langkah yang kini dilakukan BAZNAS dalam menggali potensi zakat dari umat Islam Indonesia yang sangat besar, yang menurut Riset Habib Ahmed (IRTI-IDB/Islamic Research and Training Institute-Islamic Development Bank) adalah 2% dari GDP atau sebesar Rp 100 trilyun per tahun.

Pertama: melakukan proses pencerahan dan penyadaran secara terus-menerus kepada masyarakat dari berbagai kalangan (birokrat, pegawai, professional, dan lain-lain) dengan berbagai macam cara dan media (seperti cetak dan elektronik), sehingga masyarakat semakin menyadari bahwa zakat itu adalah ibadah yang memiliki dimensi dan hikmah yang sangat luas. Kebersihan hati, kejernihan pikiran, etos kerja, kebersamaan, pembangunan sosial ekonomi dan yang lainnya bisa dilakukan melalui penunaian zakat yang dilakukan secara ikhlas dan sungguh-sungguh. Termasuk di dalamnya membangun izzah dan harga diri kaum muslimin untuk tidak bergantung pada umat dan bangsa lain dalam menyelesaikan problematika kehidupannya.

Kedua: Penguatan institusi amil zakat, sehingga menjadi amil yang amanah dan profesional. Hal ini sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan dari masyarakat. Sebab kepercayaan itu merupakan unsur yang sangat penting. Masyarakat harus yakin betul bahwa jika zakatnya disalurkan melalui amil, akan jelas penggunaan dan pemanfaatannya. Amil zakat pun harus memiliki program-program yang jelas dan terencana yang dapat diukur dan dievaluasi baik dari sisi syariah maupun manajemen. Pelaporan pada muzakki menjadi suatu keharusan. Betapa pentingnya amil zakat yang dapat dipercaya ini, sehingga di zaman Rasulullah SAW dan para sahabat, yang ditugaskan menjadi amil zakat itu selalu orang-orang yang sudah terkenal kesalehan dan keamanahannya, seperti Muadz bin Jabal, Ali bin Abi Thalib, Ibn Luthaibah, dan lain-lain. Amil zakat pun harus memiliki waktu yang cukup untuk mengelola zakat dan tentu akan lebih baik jika dikelola secara full-time.

Ketiga: Program penyaluran dan pendistribusian zakat yang tepat sasaran dan sesuai dengan ketentuan syariah. Setiap zakat yang dikeluarkan harus mengena pada mustahik zakat yang delapan, sebagaimana digambarkan dalam Q.S. At-Taubah: 60 “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana“. Sesuai dengan kondisi dan situasi, tentu saja makna dan pengertian masing-masing mustahik dapat berkembang dari waktu ke waktu. Meskipun demikian, sesuai dengan bahasa marketing, istilah pendayagunaan dan pendistribusian ini dapat menggunakan berbagai redaksi, seperti Indonesia Peduli, Indonesia Taqwa, Indonesia Sehat, Indonesia Cerdas, dan Indonesia Makmur (program BAZNAS yang kesemuanya tidak keluar dari mustahik yang delapan).

Keempat: Sinergi dan kerjasama antar berbagai komponen masyarakat seperti pemerintah, para ulama, para tokoh, ormas Islam, lembaga pendidikan, dan lain-lain, termasuk antar sesama institusi amil zakat, sehingga zakat itu dapat dirasakan menjadi tanggung jawab bersama. Sudah waktunya antarsesama amil zakat saling membantu, tolong-menolong, dan saling memperkuat satu dengan yang lain, misalnya dengan melakukan sinergi dalam pendayagunaan dan memetakan posisi muzakki serta mustahik. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Maidah: 2 “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.

Wallahu A’lam.

www.baznas.or.id