Ramadhan di Riyadh, Kemudahan dan Tantangan

Ramadan di Arab Saudi tahun ini, 1430 H, jatuh pada hari Sabtu setelah pemerintah secara resmi mengumumkan bahwa pada sore hari Kamis, hilal tidak dapat terlihat. Maka berdasarkan standar syariat, jika hilal tidak terlihat, bulan Sya’ban digenapkan menjadi tiga puluh hari hingga hari Jum’at. Tahun ini tampaknya awal Ramadan dilakukan secara berbarengan, Negara-negara Arab, kecuali Libiya, semuanya menetapkan hari Sabtu sebagai awal Ramadan, seperti Indonesia.

Mudah-mudahan ini pertanda baik, mengawali dan mengakhiri Ramadan pada waktu yang bersamaan antar masing-masing Negara.

Yang bagus dan layak ditiru di negeri ini terkait pengumuman awal dan akhir Ramadan, adalah bahwa hanya pemerintah yang berhak mengumumkannya, sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan seragam dan tidak menimbulkan polemik serta pemandangan tak elok di tengah masyarakat. Tidak ada pihak selain pemerintah, baik atas nama pribadi atau lembaga tertentu (walau dengan alasan khusus untuk anggotanya) yang mengumumkan hal tersebut secara terbuka.

Kemudahan dan Tantangan

Suasana Ramadan di Riyadh sebagaimana umumnya suasanya di negeri ini, memang cukup kondusif, setidaknya yang tampak. Tidak ada restoran yang buka, apalagi orang-orang yang makan di pinggir-pinggir jalan, tidak juga ada wanita lalu lalang dengan pakaian ketat atau ‘seadanya’ sehingga mata tidak terlalu ‘pegel’ mengarahkan pandangan agar tidak merusak suasana puasa. Sementara masjid-masjid selalu melaksanakan shalat jamaah pada setiap waktu, lengkap dengan pendinginnya yang membuat suasana nyaman untuk duduk lebih lama di dalamnya, berzikir atau membaca Al-Quran.

Akan tetapi kalau sudah masuk wilayah pribadi, itu masing-masing yang menentukannya, sebab chanel tv sangat mudah di dapat, apalagi internet… namun tetap saja ‘iklim’ Ramadan memberikan suasana religius pada setiap orang beriman, sesuai dengan kadar keimanannya masing-masing.

Namun di sisi lain, yang agak berat untuk Ramadan tahun ini dan untuk sekian tahun berikutnya adalah kedatangannya yang bertepatan musim panas dengan kisaran suhu antara 40-48 derajat celcius. Dalam kondisi tidak berpuasa saja, dengan suhu tersebut tubuh terasa lemas dan tenggorokan sering terasa kering di siang hari, apalagi ketika berpuasa. Hal tersebut masih ditambah pula dengan waktu siang yang memanjang. Pada awal Ramadan ini waktu Fajar masuk pada jam 4:6 sedangkan Maghrib masuk pada pukul 18:24. Empat belas jam kurang lebih. Perlu ada kesiapan fisik dan kemauan kuat untuk menghadapinya, khususnya mereka yang bekerja di ruang terbuka.

Suasana Berbuka

Suasana berbuka selalu saja indah. Itu memang sudah disinyalir oleh Nabi kita. "… Bagi orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan; Gembira ketika berbuka, dan gembira ketika bertemu Rabbnya.."

Hampir di setiap masjid di kota-kota besar di Saudi menyediakan makanan berbuka gratis, sering disebut masyru’ tafthir shaim (Program buka puasa), biasanya dengan mendirikan kemah khusus di belakang atau di samping masjid untuk berbuka. Dari yang menampung puluhan orang hingga yang menampung ribuan orang, tergantung banyak tidaknya yang datang, juga tergantung ‘kocek’ penyelenggara. Biasanya di daerah yang banyak pekerja imigran, akan lebih besar proyeknya. Dananya swadaya dari masyarakat, selain karena kemampuan financial, juga karena masalah ini telah membudaya sedemikian rupa.

Menu standarnya biasanya adalah seporsi nasih kabsah (nasi berlemak), seperempat ayam panggang, buah, air dan juice, tentu saja plus korma. Hanya saja yang mendominasi kemah-kemah tersebut umumnya adalah saudara-saudara kita dari India, Pakistan, Bangladesh. Kalau orang Indonesia, terlihat hanya beberapa orang saja, ‘nyempil’ di antara kerumunan bangsa lain.

Selain karena orang kita lebih banyak yang bekerja di perumahan sehingga terikat dengan kafil (majikan) juga karena lidah orang kita kebanyakan tidak tahan di’jejali’ kabsah setiap hari. Nasi putih dengan menu ikan teri atau tempe goreng plus sambel sepertinya lebih mengundang selera, walau kelihatan sederhana dan merogoh kocek sendiri.

Ada juga beberapa tempat yang menyediakan makanan berbuka dengan menu khusus makanan Indonesia, di beberapa masjid dan kantor dakwah, lengkap dengan pengajian sebelum berbuka.

Penganan ta’jil berbuka yang favorit di Saudi adalah Sambosa, semacam risol di negeri kita. Cuma yang khas adalah bentuknya yang dibuat segi tiga, dan isinya biasanya campuran lahm mafrum (daging giling) atau jubnah (keju). Penganan lain yang cukup favorit adalah syurbah, sejenis bubur gandum yang diolah secara khusus, biasanya dengan campuran ayam atau daging. Karena bulan Ramadan kali ini berbarengan dengan musim panas, maka kita dapat dengan mudah berbuka dengan ruthab (korma setengah matang) yang disunnahkan Rasulullah saw.

Qiyam Ramadan (Taraweh)

Shalat Taraweh umumnya berlangsung semarak namun khusyu. Semarak karena jumlah masjid di Saudi sangat banyak dan berdekatan. Bagusnya lagi, azan shalat Isya di masjid-masjid selama bulan Ramadan diundur setengah jam, sehingga orang-orang bisa istirahat sejenak dari keletihan puasa dan tidak terburu-buru untuk berangkat ke masjid.

Shalat umumnya dilakukan sebelas rakaat, durasinya kurang lebih satu jam, dengan bacaan antara setengah hingga satu juz setiap malam. Bacaan surat dalam shalat Taraweh dimulai sejak Al-Baqarah dan seterusnya hingga khatam di akhir bulan. Boleh dibilang tidak ada imam yang ‘ngebut’ dengan bacaannya. Bahkan banyak imam-imam masjid yang cukup favorit, karena suaranya yang sangat merdu, sehingga walaupun shalatnya panjang, justeru di datangi jamaah dari berbagai tempat, sehingga masjidnya membludak. Mau tidak mau harus diakui bahwa bacaan imam yang bagus cukup memberikan pengaruh bagi semangat dan kekhusyuan jamaah, tapi itu pun jelas harus didukung semangat beribadah.

Asal semangat saja untuk ibadah, jamaah taraweh di sini sangat dimanjakan dengan masjid yang nyaman, system pengeras suara yang prima, pelaksanaan taraweh yang tenang dan tidak bising, serta bacaan imam yang merdu.

Pada sepuluh terakhir Ramadan, selain qiyam di awal malam, dilakukan pula qiyam di akhir malam di seluruh masjid. Beberapa masjid besar biasanya mengelola i’tikaf bagi jamaahnya yang berminat.

Namun demikian, tetap saja ada orang-orang yang tidak mampu memanfaatkan kesempatan berharga tersebut, karena ternyata tempat-tempat perbelanjaan dan tempat-tempat peristirahatan juga ramai dikunjungi pada waktu yang sama, belum lagi yang tidur di rumah atau asyik dengan chanel televisinya. Itulah mahalnya taufik dari Allah, sedemikian besar kesempatan ibadah yang ada, tetap saja ada sebagian kaum muslimin yang tidak tertarik dengannya.

Umroh

Di antara keuntungan tinggal di Arab Saudi, adalah dapat menunaikan umroh dengan mudah dan murah, Khususnya di bulan Ramadan ini yang keutamaannya seperti dikatakan Rasulullah saw, "….. bagaikan haji bersamaku.."

Biasanya kalau masih awal Ramadan ongkos standar dari Riyadh, antara 80-100 real untuk tiga hari perjalanan pulang pergi, itu sudah termasuk hotel. Tapi semakin menanjak harinya, semakin melambung pula ongkosnya, apalagi kalau sudah memasuk sepuluh malam terakhir.

Di samping itu, tidak sedikit yang mengadakan perjalanan umrah gratis, biasanya kantor-kantor dakwah, ini yang suka dicari, khususnya bagi yang berpendapatan minim. Namun, meskipun tidak dapat, asal ada waktu, tidak sedikit yang siap mengeluarkan uang untuk dapat umrah di bulan yang mulia ini. Kesempatan yang boleh jadi tidak didapatkan di lain waktu. Apalagi kalau sudah pulang ke Indonesia.

Kegiatan Warga Indonesia

Kegiatan dakwah bagi warga Indonesia yang hari-hari biasanya di luar Ramadan penuh dengan kegiatan pengajian setiap minggu, di bulan Ramadan umumnya dihentikan sementara, hanya beberapa tempat saja yang mengadakannya sebelum berbuka. Yang cukup rutin mengadakan kegiatan keagamaan khusus warga Indonesia adalah KBRI, yaitu dengan mengadakan shalat Taraweh berjamaah dan ceramah setiap malam. Sayangnya lokasi KBRI agak jauh dari keramaian, belum lagi terletak di komplek kantor-kantor kedutaan besar yang dijaga ketat, sehingga bikin males memasukinya karena harus melewati pemeriksaan militer.(Kiriman Abdullah Haidar, Riyadh)