Ramadhan di Swedia, Rindu Suara Adzan

Sudah 10 tahun saya bermukin di Swedia dan itu artinya sudah 10 kali pula aku melaksanakan ibadah puasa Ramadhan di Swedia. Tahun pertama berpuasa di Swedia, saya merasa sangat sedih, selain jauh dari sanak saudara, jauh dari kedua orangtuaku tercinta, jauh pula dari merdunya suara adzan tanda berbuka puasa yang tidak pernah kudengar lagi dinegara Salibi ini. Rinduku akan merdunya suara azan ini sering membuat aku menangis pilu.

Dengan susah payah puasa pertama kulalui bersama suami yang mualaf. Waktu itu puasa datang dimusim salju, praktis puasanya singkat, kami sahur pada jam 05.30 pagi dan berbuka puasa pada jam 15.15 petang. Alhamdulillah, untuk tahun-tahun selanjutnya, saya bisa menjalankan ibadah puasa dengan lancar dan waktu berpuasa di Swedia masih relatif pendek.

Bulan Ramadhan di Swedia, sepi rasanya, apalagi ketika itu saya tinggal di sebuah kota kecil bernama Degerfors dan saya merasa sendirian di antara warga Muslim yang ada dikota kami yang kecil ini. Populasi penduduknya cuma 12.000 jiwa. Warga Muslimnya kebanyakan asal Somalia, Turki dan ada juga yang dari Iran.

Meski Ramadhan di Swedia tak seramai di tanah air, tak menyurutkan niatku menjalankan ibadah di bulan suci. Beruntung, karena saya akhirnya mengenal seorang pelajar dari Kosovo. Awalnya saya pikir dia bukan seorang Muslim, tapi setelah saya mengenalnya, ternyata ia seorang Muslim yang taat dan dari dialah saya mendapat informasi di mana toko yang menjual makanan halal. Selain bisa membeli makanan halal, di toko ini juga saya mendapatkan jadwal imsakiyah saat bulan Ramadhan Alhamdulillah, tentu saja saya bersyukur bisa menikmati makanan halal dinegara di mana warga Muslim menjadi warga minoritas.

Setelah lima tahun tinggal dikota kecil di Swedia, kami sekeluarga pindah ke kota yang agak besar. Menurut data, kota tempat kami tinggal sekarang termasuk lima kota besar di Swedia dan warga Muslimnya lebih banyak. Yang pertama aku cari dikota baru ini adalah masjid. Di kota ini juga ada toko yang menjual makanan halal dan dari toko ini pula saya mendapat informasi di mana letak masjid yang ternyata jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah kami. Untuk mencapai masjid itu dengan jalan kaki, hanya butuh waktu sekitar tujuh menit.

Di saat Ramadhan seperti sekarang ini, saya dan anak-anak sering datang ke masjid. Anak-anak saya juga belajar mengaji di masjid milik warga Muslim Turki di Swedia. Di masjid ini, sambil menunggu anak-anak belajar mengaji, saya mengisi waktu dengan membaca al-Quran.

Setiap bulan Ramadhan, warga Muslim yang ada di Swedia juga sering menggelar acara berbuka puasa bersama. Rencananya buka puasa akan digelar pada hari Jumat setiap pekannya. Jumlah di Swedia tidak terlalu banyak, tapi bagi saya cukuplah untuk menjadi pengobat rindu pada suasana Ramadhan yang meriah di tanah air setelah 10 tahun berpuasa hanya bersama keluarga.

Sekarang, ada tiga keluarga, termasuk keluarga kami yang akan menjadi tuan rumah acara berbuka puasa bersama. Para tamu yang datang biasanya membawa makanan ringan untuk berbuka. Sayangnya, kami belum bisa mewujudkan keinginan untuuk mengadakan ceramah usai salat tarwih, karena terbentur masalah waktu karena Ramadhan tahun ini, lama puasanya hampir 19 jam. Acara berbuka puasa bersama dan salat tarwih, biasanya selesai pada pukul 10.45 malam dan beberapa jam ke depan kami sudah bersiap-siap untuk sahur.

Meski penat mengurus acara dan membereskan rumah yang berantakan usai buka puasa bersama, saya bahagia bisa berbagi kegembiraan dan berkumpul dengan saudara-saudara seiman di Swedia. (Rosdiana Samuelsson/Swedia)