Meniti Proses Kehidupan

Hidup ini terdiri dari beberapa episode. Dari segi usia, episode kehidupan manusia terangkai dari episode janin, kemudian menjadi bayi, balita, anak-anak, remaja, lalu dewasa dan tua. Semuanya ada bagian takdirnya masing-masing.

Hidup di dunia ini hanya mampir. Ada dan tiadanya dunia, tidak boleh mencuri hati. Resah, gelisah, tertimpa banyak musibah itu karena tabungan dosa-dosa. Selalu harus bersiap setiap saat. Siap dalam hal berbuat kebaikan. Siap melakukan banyak hal yang semuanya haruslah menjadi amal shaleh. Haruslah bersih lilahi ta’ala.

Dunia ini hanya permainan saja. Janganlah tergoda dengan kemilaunya. Karena, tidak ada satu pun nikmat kecuali dari Allah. Tidak ada jalan untuk sombong, karena Allah benci orang yang sombong. “Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akherat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui.” ( Ar-Rum:64 )

Kita pun tak boleh berputus asa dari rahmat Allah. Janganlah merasa tidak memiliki penolong, segala hal tidak akan bisa mencukupi, kecuali dalam janji dan jaminan Allah. Akan menjadi hal yang mudah bagi Allah untuk memberikan karunianya, asalkan hati tidak bergantung kepada selain-Nya.

Dalam menjalankan episode kehidupan ini, ridho kepada Allah adalah hal yang utama. Ridho kepada perintah Allah, Ridho kepada semua takdir yang telah ditetapkan Allah, karena tak ada yang terjadi tanpa izin-Nya. Allah yang memiliki kita berhak melakukan apapun termasuk menjadikan kita sakit, maka ridha dan ikhlas menjalaninya adalah satu kewajiban yang harus kita lakukan.

Selain Ridho, hal utama yang harus kita miliki adalah keyakinan. Kemuliaan terbesar yang diberikan Allah pada hambanya adalah hati yang yakin. Keyakinanlah yang membuat kita lebih mantap dalam berbuat, bertindak dan bersikap. Keyakinan itulah yang mendatangkan ketenangan dalam hati dalam menjalani episode kehidupan yang telah ditakdirkan Allah. Secara teoritis terdapat tiga tahapan dalam menempuh ilmu keyakinan ini. Pertama, ‘ilmul yaqin. Ia meyakini segala sesuatu berdasarkan ilmu atau pengetahuan. Misal, Kabah itu tempatnya di Mekah, karena ilmu mengajarkan seperti itu. Kedua, ‘ainul yaqin, Ia akan naik setahap karena tidak hanya berdasarkan ilmu, melainkan telah melihatnya dengan mata kepala sendiri. Orang yang telah menunaikan ibadah haji sangat yakin bahwa Kabah itu memang ada di Mekah karena ia telah melihatnya. Keyakinan karena melihat, akan lebih kuat dibandingkan keyakinan karena ilmu.

Ketiga adalah haqqul yaqin. Orang yang telah haqqul yakin akan memiliki keyakinan yang dalam dan terbukti kebenarannya. Orang yang telah merasakan nikmatnya thawaf, berdoa di Multazam, merasakan ijabahnya doa, keyakinan akan jauh lebih mendalam. Inilah tingkat keyakinan tertinggi yang akan sulit diruntuhkan dan dicabut dari hati orang yang memilikinya.

Kalau sudah jelas keyakinan dalam hidup ini, kita akan jelas pula mengambil sikap dan tindakan. Sedangkan ketidakyakinan akan menimbulkan kegelisahan. Bagaikan melalui jalan yang berkabut, mau tancap gas risau, cari alamat tidak jelas, resah, gelisah, tegang sepanjang jalan. Seperti masuk hutan, tidak jelas rutenya, tidak memiliki peralatan yang sesuai, maka akan gelisah. Seperti masukke dalam ruangan gelap, selalu gamang. Itulah orang-orang yang tidak jelas dalam hidupnya.

Keyakinan itu berasal dari pemahaman. Pemahaman berawal ilmu. Ilmu itulah yang membuat cahaya. Cahaya dari Allah yang membuat faqih/paham kepada agama.