Cabut SKB dan Bubarkan Ormas Islam?

Sesudah terjadi peristiwa beruntun di Cikeusik dan Temanggung, media massa mengulangi lagi seruan mereka agar ormas Islam yang anarkis, segera dibubarkan. Opini yang mereka bangun demikian rupa, bahkan harian Kompas, 14/2/, mengangkat berita utama dengan judul, ” kebinekaan pun” terancam”. Semua opini yang dibangun bertujuan membubarkan ormas-ormas Islam yang dituduh melakukan kekerasan.

Tetapi, tidak dilihat latar belakang masalahnya, yang mendasar yang menyebabkan, mengapa umat dan ormas Islam, terdorong melakukan ‘kekerasan’? Tetapi, opini yang terus dibangun, adalah kekerasannya sendiri. Tidak pernah mengupas akar masalah yang ada, terkait dengan timbulnya kekerasan itu.

Ahmadiyah yang mengaku golongan Islam, tetapi melanggar prinsip-prinsip Islam, yang sangat asasiah (pokok), yang menyangkut masalah keimanan. Seperti Ahamdiyah mempunyai nabi sendiri, yaitu Mirza Ghulam Ahmad, mempunyai kitab suci Tadzkirah. Selain itu, mereka juga mempunyai tempat suci, bukan Makkah, tetapi dua kota di India, yang sekarang menjadi Pakistan.

Para ulama, pimpinan ormas Islam, sudah memberikan fakta-fakta kepada pemerintah, yang bersumber dari dokumen resmi mereka. Sudah disampaikan kepada pihak pemerintah, seperti Jaksa Agung, Polisi, Departemen Dalam Negeri, dan aparat intelijen, agar mengambil tindakan.

Para ulama dan pimpinan ormas Islam, juga sudah menyampaikan kasus Ahmadiyah ini kepada Presiden SBY, meminta mengambil tindakan tegas, agar pemerintah membubarkan Ahmadiyah. Tetapi, pemerintah tidak mengambil tindakan yang tegas, dan kondisi dibiarkan berlarut-larut, yang kemudian memunculkan konflik horizontal di bawah.

Seandainya pemerintah mengambil tindakan tegas dan mendengarkan para ulama dan pimpinan ormas Islam, dan membubarkan Ahmadiyah, tidak akan pernah terjadi konflik atau kekerasan di lapisan bawah.

Aktivis Ahmadiyah masih terus melakukan aktivitas dan menyebarkan keyakinan mereka di tengah-tengah masyarakat . Tentu umat Islam menolak kegiatan dan ajakan mereka, dan semuanya sudah diawali dengan dialog dan langkah-langkah persuasip. Tetapi, mereka tidak mendengarkan semua yang disampaikan para ulama dan pimpinan ormas Islam.

Karena itu, selalu berulang-ulang terjadi kekerasan terhadap Ahmadiyah, di NTB, Kuningan, Bogor,Cikeusik, dan tempat-tempat lainnya. Kekerasan itu, semua berawal dari Ahmadiyah, dan berikutnya pemerintah membiarkan dan tidak mau bertindak tegas terhadap Ahmadiyah. Inilah sebenarnya yang menjadi akar masalah, dan kemudian menimbulkan konflik.

Opini yang sekarang digalang oleh Kompas dan media lainnya, yang menggunakan momentum peristiwa di Cikeusik dan Temanggung, adalah tujuannya membubarkan Ormas Islam dan mencabut SKB, persis seperti yang menjadi tuntutan para pemimpin agama Kristen, saat mereka bertemu dengan Presiden SBY, di Istana Negara.

Mereka menginginkan agar SKB Tiga Menteri yang mengatur pendirian ‘rumah ibadah’ itu dihapuskan. Mereka menganggap SKB itu melanggar hak-hak asasi manusia, dan kebebasan beragama. Kebebasan beragama merupakan hak-hak dasar manusia, yang tidak boleh dilanggar. Karena itu, mereka menolak segala aturan yang mereka anggap dapat membatasi kebebasan beragama.

Dengan demikian, Ahmadiyah harus dijamin hak hidupnya, dan orang Kristen boleh mendirikan gereja di mana saja, tanpa batas, dan bahkan membolehkan mengajak golongan lain masuk ke dalam agama mereka, termasuk orang-orang Islam. Inilah esensi yang dituju oleh mereka.

Jika pemerintah mengikuti kemamauan opini media seperti Kompas dan lainnya, dan kemudian pemerintah membubarkan ormas Islam dan mencabut SKB, adakah itu sebuah solusi bagi mempertahankan kebinekhaan Indonesia?

+++

Dengan ini rubrik dialog sebelumnya kami tutup, dan kami menyampaikan terima kasih atas partisipasi para pembaca.