Nasionalisme dan Persatuan Bangsa, Koreksi Total Atas Sumpah Pemuda 1928

Sebagaimana kita ketahui bersama setiap tanggal 28 Oktober diperingati sebagai hari sumpah pemuda, sumpah pemuda diyakini oleh bangsa Indonesia sebagai momen pemersatu bangsa dan juga momen mengkokohkan nasionalisme. Masih mampukah nasionalisme itu menjadi ikatan untuk menyatukan bangsa?

Hakikat Nasionalisme

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, dengan jernih menjelaskan nasionalisme ini dalam bukunya, Nizham al-Islam, beliau membedakan nasionalisme/kebangsaan dengan patriotisme. Meskipun sama-sama lahir dari naluri mempertahankan diri. Dalam patriotisme, perasaan yang dominan adalah upaya untuk mempertahankan diri dari ancaman luar, sementara dalam nasionalisme yang dominan adalah keinginan yang muncul dari kecintaan akan kekuasaan, terutama atas bangsa-bangsa lain.

Pada awalnya keinginan mempertahankan diri atau mencintai kekuasaan adalah sah-sah saja. Namun kemudian, ia menjadi berbahaya tatkala dijadikan sebagai ikatan untuk mempersatukan manusia atas dasar ras/etnik sebagai sesuatu yang paling suci dan paling tinggi. Nasionalisme lah yang menyebabkan konflik terus-menerus, karena satu nation (bangsa/suku) sering bersaing untuk saling menguasai dan menaklukkan bangsa/suku yang lain. Semangat nasionalisme ini pula yang turut mendompleng ambisi bangsa-bangsa kapitalis untuk melakukan kolonialisasi yang penuh darah atas bangsa-bangsa lain.

Sama halnya nasionalisme yang merusak, patriotisme merupakan ikatan yang lemah, rapuh dan tidak kekal. Pasalnya, patriotisme akan muncul kalau ada ancaman/musuh dari luar. Setelah ancaman/musuh ini hilang, pudarlah ikatan ini; Di beberapa negara patriotisme menjadi senjata ampuh untuk melawan kolonialisme, namun menjadi lumpuh setelah penjajah lenyap. Ironisnya, kaum patriotis dan kaum nasionalis ini kemudian menerima dan mengadopsi sistem politik, ekonomi, dan pemerintahan warisan bangsa penjajah. Walhasil penjajahan sesungguhnya masih langgeng hingga kini.

Lagipula, nasionalisme maupun patriotisme tidak memiliki konsepsi untuk menyelesaikan persoalan kehidupan. Rasa kesatuan kebangsaan hanya dimanfaatkan untuk memadukan kekuatan demi mengusir penjajah dan tidak dijabarkan dalam strategi penataan struktur sosial, politik, dan ekonomi yang merealisasikan kesatuan dan kedaulatan bangsa-bangsa pasca penjajahan.

Pandangan Islam tentang Nasionalisme

Dalam konteks inilah Syaikh Taqiyuddin menyebutkan bahwa ikatan yang terkuat bagi suatu masyarakat/bangsa adalah ikatan ideologis yang memiliki solusi komprehensif atas seluruh persoalan manusia. Untuk itu, dalam konteks dunia Islam, ideologi Kapitalisme hanya akan bisa dilawan dengan ideologi islam, bukan dengan nasionalisme.

Lebih dari itu, dalam pandangan Islam, nasionalisme maupun patriotisme jelas diharamkan. Bahwa umat islam harus mempertahankan dirinya, itu benar. Namun, dorongannya bukanlah nasionalisme/patriotisme, tetapi perintah Allah SWT untuk berjihad. Islam tidak melarang kaum muslim untuk meraih kekuasaan dan memperluas kekuasaan. Namun, kekuasaan dalam islam bukanlah kekuasaan itu sendiri. Tetapi untuk menerapkan syariah di tengah-tengah umat Islam sekaligus menyebarluaskan dakwah Islam ke seluruh dunia.

Ikatan nasionalisme ini semakin jelas keharamannya ketika menjadi tujuan tertinggi dan mengalahkan ikatan akidah islam. Dalam islam, ikatan tertinggi yang menyatukan manusia adalah akidah islam. Dengan tegas Allah SWT berfirman yang artinya: "sesungguhnya kaum mukmin itu bersaudara" (QS al-Hujurat [49] : 10). Artinya, bangsa atau etnis manapun, selama ia mukmin, adalah saling bersaudara.

Ikatan nasionalisme sesungguhnya telah memecah belah umat islam dalam negara bangsa (nation state) yang berbeda- beda. Padahal, sebelum itu mereka dipersatukan selama berabad-abad dalam wadah Daulah Islamiyah. Sepertinya sikap mementingkan keselamatan bangsa sendiri ini akan menyelamatkan. Nyatanya tidak. Tindakan seperti itu justru akan memperkuat penjajah kapitalis seperti AS untuk memperluas penjajahannya.

Diamnya umat islam karena lebih mendahulukan kepentingan bangsanya membuat AS secara leluasa menyerang negeri-negeri islam dulu hingga sekarang seperti Afganistan dan Irak sekaligus mendukung Israel menyerang palestina. Iran pun berada dalam ancaman AS. Bukan mustahil, Indonesia adalah giliran selanjutnya.

Namun, perlu juga kita tegaskan, menolak nasionalisme sebagai paham bukan berarti kita tidak mencintai bangsa. Perjuangan kaum muslimin seharusnya untuk menolak kapitalisme sekaligus berupaya menerapkan syariah Islam dalam wadah Khilafah justru didorong oleh rasa cinta kepada bangsa ini. Bukankah akibat penerapan ideologi kapitalisme bangsa ini termasuk bangsa-bangsa lain di dunia islam menderita? Bukankah pula hanya syariah Islam yang akan menjadi solusinya?
Menolak nasionalisme bukan pula berarti kita menginginkan negara dan bangsa ini terpecah-belah.

Justru syariah Islam akan memperkuat sekaligus memperluas persatuan dan kesatuan bangsa dan negara ini. Sebab, syariah Islam telah mengharamkan setiap upaya pemisahan dan disintegrasi umat. Khilafah Islam akan menjadi negara global yang lintas bangsa, suku, warna kulit, bahkan agama. Ikatan yang mengikat mereka adalah ikatan ideologi bukan ikatan nasionalisme. Oleh karena itu  maka sudah saatnya kaum muslim pada umumnya dan para pemuda atau mahasiswa pada khususnya berjuang menegakkan syariah dan khilafah sebagai konsekuensi keimanan kita kepada Allah SWT.

Terselengaranya Kongres Mahasiswa Islam Indonesia yang dihadiri lebih dari 5000 mahasiswa Islam dari berbagai perguruan tinggi se-Indonesia yang bersumpah untuk perjuangkan syariah dan khilafah yang diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus (BKLDK) pada 18 Oktober 2009 yang lalu harus direspon positif karena sebagai wujud koreksi atas pergerakan mahasiswa atau pemuda yang selama ini ada dan momentum tonggak perubahan sejarah mahasiswa atau pemuda menuju kehidupan yang lebih baik.

Sumpah generasi muda negeri ini, telah menyatakan secara intelektual solusi mendasar atas segala persoalan yang menimpa negeri ini. Mereka menyatakan, bahwa syariah Islam dalam naungan Khilafah Islamiyyah sebagai solusi tuntas persoalan yang menimpa masyarakat Indonesia dan juga negeri-negeri Muslim lainnya. Semoga, Allah SWT mendengarkan sumpah yang telah mereka nyatakan. Semoga, sumpah ini menjadi titik awal kebangkitan para intelektual muda Muslim untuk menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Insya Allah, Khilafah Rasyidah yang telah dijanjikan tidak akan lama lagi segera berdiri, amin. Allahu Akbar! Wallah a’lam bi ash-shawab.

Penulis:

Andi Perdana G (mahasiswa IPB, Ketua umum Al-Marjan FPIK IPB 2007-2008)