Jangan Gunakan Jin Untuk Mengusir Jin

Hakikat Perbuatan

Sebagai seorang muslim tentunya kita menyadari tentang hakikat sebuah perbuatan. Perbuatan menurut Islam hakikatnya adalah penggabungan antara materi dan ruh. Perbuatan memiliki nilai materi karena wujud perbuatan adalah nyata, tetapi dalam Islam, setiap perbuatan juga memiliki keterikatan dengan hukum syara’, di sinilah dapat didefinisikan bahwa perbuatan juga memiliki nilai ruh.

Sehingga yang dimaksud dengan menggabungkan ruh dengan materi adalah terwujudnya kesadaran akan hubungannya dengan Allah Swt., tatkala ia melakukan amal perbuatan. Jadi seorang muslim yang memiliki ketaqwaan yang kuat, maka ketika ia hendak melakukan suatu perbuatan, kesadarannya selalu terikat dengan hukum syara’, apakah perbuatan yang akan dilakukannya berstatus halal, haram ataukah mubah?

Jika haram, tentunya tanpa ragu ia akan tinggalkan, walaupun banyak manusia lain ketika itu beranggapan bahwa perbuatan tadi akan menghasilkan manfaat bagi dirinya, keluarganya, ataupun bagi orang banyak. Ia tetap yakin bahwa Allah Swt.

Maha tahu tentang hal apa yang terbaik bagi ciptaannya termasuk manusia, melebihi ciptaannya itu sendiri. Sebenarnya manusia hanyalah menduga-duga yang dibangun melalui prasangka-prasangka yang lemah dan diragukan kebenarannya.

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk. (TQS. al-An’aam [6] : 116-117).

Sekulerisme Dasar dari Asas Manfaat

Konsep di atas sangatlah berbeda dengan asas manfaat yang dibangun oleh peradaban Barat yang sekuler. Asas manfaat hanyalah mengedepankan nilai materi tetapi mengenyampingkan nilai ruh, bahkan tidak menggunakannya sama sekali.

Ketika sebuah perbuatan dianggap masih bermanfaat, walaupun perbuatan itu diharamkan oleh Allah, tetap saja perbuatan itu akan dilakukan demi meraih manfaat dari perbuatan itu menurut akal manusia.

Cara berfikir inilah yang dilahirkan oleh ideologi sekulerisme, dimana nilai-nilai Islam yang murni sebagai penegak nilai ruh tidak boleh mengatur secara mutlak sistem di dalam bermasyarakat dan bernegara.

Kita harus jujur, bahwa banyak umat Islam saat ini, dalam keadaan sadar maupun tidak sadar telah mengikuti cara berfikir sekuler. Dalam memilih jalur perjuangan, faktanya banyak di antara umat ini yang lebih memilih jalur yang diharamkan karena bertentangan dengan aqidah Islam untuk mencapai tujuannya.

Mereka mengambil jalur demokrasi dengan alasan hanya untuk dimanfaatkan sebagai alat perjuangan saja. Jadi mereka hanya melihat manfaat dari demokrasi tanpa memperhatikan nilai ruh dari demokrasi itu sendiri, apakah haram ataukah halal? Tidak hanya sampai disitu saja, demi manfaat yang menipu, mereka juga berusaha memberikan label syar’i pada demokrasi.

Demi manfaat yang menipu, mereka tega menyamakan demokrasi dengan sistem syuro dari ajaran Islam yang mulia, padahal dalam demokrasi hal yang sudah jelas haram dan halal masih bisa dimusyawarahkan ataupun divoting sehingga yang halal bisa berubah menjadi haram dan yang haram bisa berubah menjadi halal, sedangkan pada sistem syuro, hal-hal yang dibahas adalah hal-hal yang bersifat mubah dan diijinkan terdapat perbedaan selama masing-masing pendapat memiliki dasar yang kuat dalam koridor hukum syara’.

Demi manfaat yang menipu, mereka rela berdalih bahwa demokrasi yang diperjuangkan bukanlah demokrasi liberal ala barat, tetapi demokrasi yang telah ber-varian yaitu demokrasi yang lebih banyak beririsan dengan Islam yang mereka sebut dengan demokrasi deliberatif ataupun demokrasi komunitarian.

Padahal perbedaan dengan demokrasi liberal hanyalah di tingkat tatacara saja, sedangkan asasnya yang berupa kedaulatan di tangan rakyat ataupun suara rakyat adalah suara Tuhan tetap berlaku di dalam varian demokrasi liberal tersebut. Dari sinilah sebenarnya kita sudah mengadopsi pemikiran Barat sekuler dan jauh meninggalkan pemikiran Islam.

Sama halnya ketika kita mencari nafkah untuk keluarga, Allah Swt. telah menyediakan jalur yang halal dan juga yang haram, tetapi kemudian kita memilih jalur yang haram dengan dalih pekerjaan inilah yang paling rasional dan paling cepat mendapatkan uang, toh niat kita tetap baik yaitu ingin menafkahi keluarga. Tentu pemikiran itu adalah pemikiran yang tersesat dan menyesatkan.

Marilah kita coba renungkan bagaimana ketika Rasulullah saw. ketika ditawari pamannya harta, wanita, dan kekuasaan dengan syarat agar Rasulullah saw. menghentikan dakwahnya, tetapi kenyataannya Rasulullah saw. dengan tegas dan tanpa ragu menolak tawaran dari pamannya.

Mungkin saja kita berpendapat, seharusnya Rasulullah saw. tidak menolaknya, setidaknya jangan ditolak semuanya, seharunya Rasulullah saw. mengambil tawaran kekuasaan, karena dengan kekuasaan Rasulullah saw. bisa merombak sistem pemerintahan Quraisy dari dalam.

Tetapi Rasulullah saw. tentunya tidak berfikir secara sekuler, ia tidak melihat manfaat sebagai hal yang utama. Ia yakin bahwa jalan yang Allah ridhai adalah yang terbaik walapun terlihat penuh onak dan duri.

Contoh lainnya adalah kisah nabi Ibrahim as. ketika diperintahkan Allah Swt untuk meninggalkan istri dan anaknya yang masih kecil di padang rumput yang sunyi. Jika kita berfikir dengan akal manusia yang penuh kelemahan ini, tentunya perbuatan tadi adalah perbuatan yang tak masuk akal atau gila karena tidak ada manfaatnya sedikitpun, yang ada hanyalah mudharat yang membahayakan jiwa sang istri dan anak nabi Ibrahim as.

Jadi seharusnya perbuatan itu tidak dilakukkannya. Tetapi karena ketaqwaan Nabi Ibrahim as. pada Allah Swt. yang begitu tinggi yang didasari keyakinan bahwa perintah Allah adalah yang terbaik untuk dirinya, maka hal itu pun tetap dilaksanakannya.

Bahkan sang istri pun ikhlas dan mendukung sang suami ketika mengetahui bahwa hal itu adalah perintah dari Allah Swt., zat yang Maha mengetahui dan tak pernah lalai terhadap ciptaanNya. Hadiah dari ketaqwaan itu adalah pertolongan Allah dengan munculnya air sumber kehidupan yang tak pernah kering sampai saat ini dan mulailah tonggak peradaban baru di Mekkah.

Cukup, jangan berspekulasi lagi!

Sudah sangatlah jelas bahwa kerusakan-kerusakan (fasad) yang terjadi di negri ini dan juga di dunia adalah akibat kemaksiatan yang diperbuat oleh manusia. Dan kemaksiatan yang dibuat oleh manusia dan kemaksiatan yang terbesar adalah diterapkannya sekulerisme yang menyebabkan kemaksiatan-kemaksiatan yang lain bermunculan sampai ke tingkat kemaksiatan yang bersifat individu seperti melalaikan sholat.

“Sungguh akan terurai ikatan Islam simpul demi simpul. Setiap satu simpul terlepas maka manusia akan bergantung pada simpul berikutnya.  Yang paling awal terurai adalah hukum dan yang paling akhir adalah sholat,” (HR Ahmad 45/134)

“Telah tampak kerusakan (fasad) di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS. Ar-Rum [30]:41)

Nah, ketika kita sudah mengerti bahwa masalah utama umat ini adalah sekulerisme, tetapi ternyata langkah penyelesaian yang diambil adalah dengan metode sekuler juga, yaitu dengan mengambil demokrasi tanpa memperhatikan nilai ruh dari demokrasi itu sendiri.

Hal ini tidak akan menghasilkan apa-apa, malah fasad yang sedang terjadi akan semakin berlarut-larut dan parah, seperti layaknya ketika kita ingin mengusir jin dari tubuh seseorang dengan cara memasukkan jin lain ke dalam tubuh orang tersebut.

Kata-kata yang sangat mencerahkan dari Ustad M.R. Kurnia ketika menjadi salah seorang pembicara dalam sebuah diskusi publik bertajuk “Indonesia dalam Kubangan Neoliberalisme”, ia mengungkapkan bahwa kita harus bisa memahami masalah ketika kita mau berfikir out of box.

Ketika kita terjerat neolib (sekulerisme), lalu kita berfikir secara neolib (sekuler), dijamin tidak akan bisa memberi solusi apapun. Orang yang bisa menolong diri kita yang sedang tenggelam bukan diri kita sendiri, tetapi orang lain yang melihat kita sedang tenggelam.

Walaupun Allah Swt. telah dengan jelas memberikan dan menunjukkan 2 pilihan jalan, yaitu jalan Islam dan jalan kufur, tetapi kebanyakan manusia dengan yakinnya masih saja ingin berspekulasi dengan menempuh jalur yang kufur.

Inilah tanda keberhasilan pihak Barat sekuler yang telah dan terus menanamkan pemikiran sekuler pada diri umat Islam sehingga mereka tidak perlu lagi membuat umat Islam murtad dari agamanya, tetapi cukup dengan menjauhkan umat Islam dan berpaling dari jalan Islam dengan cara menyodorkan jalan kufurnya.

Tidakkah kita sadar bahwa selama kita menggunakan/memanfaatkan demokrasi, maka selama itu pula demokrasi sang sistem kufur akan tetap exist? Tidakkah kita sadar bahwa kaum sekuleris selalu menyodorkan pada kita iming-iming berupa capaian-capaian parsial (kedudukan, harta, dan sebagainya), tetapi mensyaratkan pada kita untuk tidak menyentuh hal-hal yang sifatnya fundanmental?

Tidakkah kita sadar bahwa yang awalnya kita melihat demokrasi sebagai kubangan yang kotor dan menjijikkan, tetapi sekarang kita malah asyik dan menikmati kubangan itu? Tidakkah kita sadar bahwa ketika Allah mengharamkan sebuah jalan, maka ridha Allah tidak mungkin menyertai jalan itu? Lantas mengapa kita masih beranggapan bahwa jalan kufur ini adalah jalan yang paling rasional dan efektif?

Tidakkah kita sadar bahwa sebaik-baiknya seorang presiden dan kabinetnya, fungsinya tetap menjalankan sekulerisme yang sistem yang menciptakan kepemimpinan presiden dan kabinetnya? Lantas mengapa kita masih mau menerima jabatan seperti itu?

Dengan demikian, walaupun partai-partai Islam bisa jadi berhasil mendudukkan kader-kadernya pada kekuasaan di dalam pemerintahan kufur, tetapi sebenarnya kekuasaan yang sesungguhnya tetap dipegang oleh sang tuan rumah yaitu kaum sekuleris, walaupun mereka hanya berada dibalik layar. Sama halnya dengan yang kita kenal di Amerika dengan sebutan “The Shadow government of US”.

Tidakkah kita sadar bahwa spekulasi yang kita lakukan berdampak pada harkat hidup orang banyak? Menjadikan nasib rakyat sebagai taruhannya, padahal hasilnya telah jelas, yaitu fasad yang semakin luas dan parah. Maka Saudaraku, cukup, janganlah berspekulasi lagi.

Kembalilah pada pada jalan Islam, yaitu jalan yang dituntun oleh Allah, Zat yang Maha tahu dan Maha benar. Tak mengapa kita tetap pada harokah masing-masing selama harokah kita masih dalam koridor aqidah yang benar, yaitu aqidah yang tidak mencampurkan antara yang haq dan yang bathil.

Aqidah adalah dasar pemersatu umat muslim, bukan yang lain. Karena itu luruskanlah aqidah kita dan harokah aqidah kita ketika terlihat sudah melenceng, jika tetap tidak bisa diluruskan maka patutlah kita renungkan kata-kata dari ustad Ihsan Tanjung bahwa utamakan Islamic values daripada group values, sehingga kita mengerti apa yang harus dilakukan selanjutnya.

"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, …." (TQS Ali Imran [3] : 103)

Sehingga pada akhirnya nanti, walaupun kita berbeda-beda harokah tetapi bergerak secara sinergis dan saling mengisi karena sama-sama memiliki fikroh (pemikiran) dan thoriqoh (metode) yang berdasarkan aqidah yang lurus yang telah dicontohkan Rasulullah saw. dalam perjuangannya, dan kemenangan sejati itu tinggal sesaat lagi….Insya Allah.

Penutup

Semoga opini ini tidak diartikan sebagai sebuah kecaman ataupun ingin menyudutkan kelompok tertentu, ini adalah salah satu kewajiban seorang muslim untuk saling menasehati dalam kesabaran.

Al-Imam Hassan Al-Bashri rahimahullah berkata:
"Wahai manusia, sesungguhnya aku tengah menasehati kalian dan bukan berarti aku orang terbaik diantara kalian, bukan pula orang yang paling shalih diantara kalian. Sungguh, aku pun telah banyak melampaui batas terhadap diriku. Aku tidak sanggup mengekangnya dengan sempurna, tidak pula membawanya sesuai dengan kewajiban dalam mentaati Rabb-nya.

Andaikata seorang muslim tidak memberi nasehat kepada saudaranya kecuali setelah dirinya menjadi orang yang sempurna, niscaya tidak akan ada para pemberi nasehat. Akan menjadi sedikit jumlah orang yang mau memberi peringatan dan tidak akan ada orang-orang yang berdakwah di jalan Allah ‘azza wa jalla, tidak ada yang mengajak taat kepada-Nya, tidak pula melarang dari memaksiati-Nya.

Namun dengan berkumpulnya ulama dan kaum mukminin, sebagian memperingatkan kepada sebagian yang lain, niscaya hati orang-orang yang bertakwa akan hidup dan mendapat peringatan dari kelalaian sera aman dari lupa dan kekhilafan. Maka terus-meneruslah berada pada majelis-majelis dzikir (majelis ilmu), semoga Allah ‘azza wa jalla mengampuni kalian.

Bisa jadi (ada) satu kata yang terdengar (di sana) dan kata itu merendahkan (diri kita) namun sangat bermanfaat (bagi kita). Bertakwalah kalian semua kepada Allah ‘azza wa jalla dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim."

Wallâh a’lam bi ash-shawâb

Budi Kristyanto
Structural Engineer di sebuah perusahaan Engineering Consultant, Jakarta
HP : 08561648432 ; email: [email protected]